Pada tanggal 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) menyatakan wabah penyakit akibat virus corona COVID-19 sebagai pandemi global. Dan hingga saat ini pandemi ini masih menjadi kekhawatiran global, termasuk di Negara Indonesia. Perkembangan virus covid-19 ini cukup pesat sehingga setiap harinya ada pertambahan kasus orang yang terinfeksi positif virus covid-19.
Mewabahnya covid-19 yang semakin meningkat hingga awal Maret 2020 sejak diumumkan pertama kali di Indonesia, mengharuskan pemerintah mengambil langkah dengan mengeluarkan kebijakan sistem Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Untuk meminimalisir persebaran covid-19 semua pekerjaan dilakukan dirumah (Work From Home) dan diupayakan dapat memperlambat laju persebaran covid-19 ditengah masyarakat. Terutama pada bidang pendidikan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Â merespon hal tersebut dengan kebijakan belajar dari rumah atau pembelajaran daring. Guru, siswa dan Orang tua dituntut untuk siap dalam pelaksanaanya.
Dalam pelaksanaanya, memiliki berbagai tantangan dan ancaman terutama dalam hal Moralitas. Maka dari itu, Guru dan orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk menanamkan pendidikan moral pada masa pembelajaran jarak jauh agar siswa atau murid menjadi individu yang bermoral dan dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat walaupun di keadaan pandemi seperti sekarang ini.
Tantangan dan Ancaman Pendidikan Moral pada Masa Pandemi
Sudah hampir genap setahun keadaan pandemi di Indonesia belum juga usai. Membuat PJJ masih tetap dilakukan, tetapi ada sebagian daerah yang sudah melaksanakan pembelajaran secara offline dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Walaupun PJJ dilaksanakan sebagai solusi untuk mengurangi mewabahnya penyebaran covid-19, namun disisi lain PJJ ini memiliki ancaman dan tantangan terutama pada hal moralitas siswa. Segala aktivitas belajar mengajar beralih dari tatap muka menjadi virtual.
Tidak dapat disangka, selama pandemi ini membuat pendidikan moral peserta didik sedikit terabaikan. Pembelajaran secara virtual, membuat intensitas perjumpaan guru dan siswa berkurang dan komunikasi hanya dilakukan lewat media digital secara virtual. Peserta didik seperti kehilangan sosok figur yang ditiru dan digugu. Kondisi tersebut membawa kekosongan dalam diri individu siswa terhadap nilai-nilai pendidikan moral dan karakter.
Selama pembelajaran dilakukan secara online, dan proses pembelajaran dilakukan melalui digital. Tetapi tidak ada yang dapat menjamin bahwa siswa atau peserta didik aman dari paparan konten negatif yang beredar di internet karena cepatnya arus digitalisasi. Terlebih jika, lemahnya kontrol orang tua dan keluarga membuat siswa mudah terlibat dalam segala macam perilaku amoral. Guru juga tidak bisa  langsung memantau perilaku siswa. Interaksi virtual dalam waktu lama secara tidak langsung membentuk ketergantungan dan kecenderungan siswa terhadap media digital dan media sosial.
Tidak sedikit peserta didik mengeluh jenuh dan bosan, sulit berkonsentrasi, cemas, stress secara berlebih dan emosi yang labil karena sulit beradaptasi dengan kondisi selama pandemi. Hal tersebut menjadi alasan bagi peserta didik menghabiskan waktunya dengan berselancar di dunia internet. Terlebih dunia digital ini mudah diakses dan kebebasannya menawarkan berbagai fitur-fitur yang ada, kemudahan serta konten-konten yang menarik membuat siswa betah berlama-lama menggegam gadgetnya, terlebih selama pandemi ini ban syak aplikasi yang sedang marak digunakan pada masa pandemi ini contohnya aplikasi youtube, tiktok dan instagram. Jika sudah demikian bukan tidak mungkin media digital dan media sosial sebagai salah satu pintu masuknya penyebab menurunnya moralitas generasi muda khususnya pelajar.
Banyak kasus telah terjadi selama pandemi khususnya yang berkaitan dengan moral peserta didik. Seperti kita ketahui banyak beredar kasus, seperti peserta didik menjadi berani berkata kasar kepada guru ketika pembelajaran berlangsung secara virtual. Pada proses selama PJJ guru hanya memberikan tugas dan mentransfer ilmu pengetahuan saja, hanya beberapa saja yang mengajarkan keteladanan.
Pelajar sebagai pewaris kehidupan bangsa ternyata banyak yang tidak dapat diharapkan. Mereka banyak disibukkan dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri, keluarga, bangsa dan negara, seperti berkumpul membicarakan hal-hal yang kurang bermanfaat, tawuran, merokok hingga mengkonsumsi narkoba. (Setia Paulina, 2016 : 221). Selain itu, banyak peserta didik yang terlena akan pemakaian dunia internet yang membuat mereka terpapar akan konten negatif yang disajikan di internet dan penyalahgunaan penggunaan media sosial. Ini merupakan ancaman dan tantangan pendidikan moral pada masa pandemi.
Peran Penting Guru dan Orang Tua Menanamkan Pendidikan Moral dalam PJJÂ
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Nurul Zuriah, 2008:26). Jadi, pendidikan adalah usaha sadar dan merupakan pengubahan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan secara aktif yang memiliki tujuan tertentu.
Kata moral menurut Magnis Suseno, selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, jadi bukan mengenai baik-buruknya begitu saja, Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas (Suseno, 1987 : 19).
Sedangkan moralitas atau etika bagi Durkheim tidak bisa dianggap hanya menyangkut satu ajaran normatif tentang baik dan buruk, melainkan suatu "sistem fakta yang diwujudkan (yang) terkait dalam keseluruhan sistem dunia. Moralitas bukan saja menyangkut sistem perilaku yang sewajarnya, melainkan juga suatu sistem yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan. Dan ketentuan ini adalah "sesuatu yang berbeda di luar diri si pelaku". Baginya moralitas bukanlah sesuatu yang deduktif, melainkan sesuatu yang berangkat dari kenyataan empiris. Dengan kata lain moralitas yang ilmiah bercorak pasca pengalaman  (Abdullah, 1986 : 9-10). Dan, moralitas tidak lahir dan bersumber pada individu, melainkan bersumber pada masyarakat dan menjadi bagian dari gejala masyarakat.
Pendidikan Moral menurut Durkheim adalah suatu bentuk pembelajaran moral yang memengaruhi perilaku individu serta mengajarkan nilai dan praktek hidup yang penting bagi masyarakat. Bertindak secara moral menurut Durkheim berarti bertindak demi kepentingan kolektif. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral adalah suatu program yang memiliki tujuan untuk mengembangkan perilaku seseorang agar lebih baik lagi, dan dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup masyarakat yang bermoral.
Selama masa pandemi, pembelajaran yang dilakukan secara PJJ membuat pendidikan moral peserta didik sedikit terabaikan. Maka disini peran orang tua dan guru menjadi penting dalam menanamkan pendidikan moral pada masa pandemi , walaupun memang menanamkan pendidikan moral adalah tugas orang tua dan guru. Tetapi keadaan seperti sekarang ini membuat peran orang tua dan guru menjadi sangat krusial untuk menanamkan pendidikan moral kepada peserta didik pada masa pandemi.
Bagi Durkheim, pendidikan merupakan proses pengembangan kadar intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya. Dalam proses menjadi pribadi berpengetahuan dan bermoral, tidak ada kekuatan lain yang mampu membentuk dan mempengaruhi kecuali masyarakat. Pendidik merupakan agen masyarakat, mata rantai yang sangat penting dalam peralihan budaya. (Nova Ardi Wiyani & Barnawi, 2019:69)
Tugas pendidik adalah menciptakan makhluk sosial dan bermoral, pendidik disini guru dan orang tua termasuk kedalam seorang pendidik. Seorang pendidik memiliki posisi yang amat sentral dengan tugas dan kekuasaannya yang demikian besar apalagi disaat keadaan pandemi seperti sekarang ini. Oleh karena itu, Durkheim memandang bahwa seorang pendidik seharusnta memiliki beberapa kualitas pokok untuk dapat memegang peran pentingnya dalam menanamkan pendidikan moral agar berpengaruh terhadap anak didik.
Kualitas yang pertama adalah apa yang disebut dengan otoritas moral. Seorang pendidik harus menjadi simbol dan sekaligus menjadi contoh, baik dalam upaya menjadikan dirinya sebagai lambang idola maupun pemenuhan tugas sehari-hari dalam mewujudkan ketertiban dan efisiensi. Oleh karena itu guru dan orang tua harus dibekali dengan otoritas moral, karena tanpa otoritas, seorang pendidik tidak akan mungkin dapat mendidik atau mengembangkan individu ke arah sifat-sifat yang dibutuhkan bagi kehidupan moral. Kualitas pokok yang kedua adalah totalitas dalam berusaha. Mendidik bukanlah sekedar mentransmisikan fakta, akan tetapi lebih merupakan aktivitas organis dan sintesis. Oleh karena itu, perlu diperhatikan totalitas kepribadian individu. (Ratna, 2014:90)
Dalam keadaan pandemi seperti sekarang ini, PJJ dilakukan di rumah menjadikan orang tua mempunyai peran yang penting walaupun guru juga memiliki peran penting tetapi peran orang tua lebih banyak karena memiliki lebih banyak waktu untuk mengawasi anaknya ketimbang gurunya.
Peran penting orang tua dalam menanamkan pendidikan moral adalah mengawasi anaknya ketika pjj berlangsung apakah anaknya benar-benar mengikuti pembelajaran atau tidak sebagai bentuk kedisiplinan mengikuti pelajaran walaupun dilakukan secara online dan membimbing anaknya dalam belajar secara jauh dari rumah. Segala hal yang dilakukan anaknya dapat di awasi oleh orang tuanya, peran orang tua dalam menanamkan ajaran agama menjadi kuncinya dalam menanamkan pendidikan moral di masa pandemi.
Tanggung jawab dan kesadaran orang tua serta keluarga sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai agama, karena keluarga dan agama merupakan suatu bentuk dari hal yang dapat membendung persoalan dan permasalahan moral di masa pandemi terutama di era digital. Meskipun, pembelajaran dilakukan secara online peran guru dalam menanamkan pendidikan moral juga sangat dibutuhkan dan orang tua juga menanamkan rasa percaya bahwa pendidikan moral di bawah bimbingan guru tetap diperlukan demi terciptanya tujuan pendidikan nasional sesuai UUD 1945.
Kesimpulan
Pada masa pandemi ini membuat semua beralih menjadi online terutama dalam hal pendidikan yang dilakukan secara jarak jauh. Tetapi tidak dapat dipungkiri PJJ ini juga memiliki berbagai tantangan dan ancaman pendidikan moral pada masa pandemi sekarang ini. Selama masa pandemi, pembelajaran yang dilakukan secara PJJ membuat pendidikan moral peserta didik sedikit terabaikan. Maka dari itu, Guru dan orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk menanamkan pendidikan moral pada masa pembelajaran jarak jauh agar siswa atau murid menjadi individu yang bermoral dan dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat walaupun di keadaan pandemi seperti sekarang ini.
Referensi :
Abdullah dan A.C.van der Leeden. Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1986.
Nurul Zuriah. Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.
Nova Ardi Wiyani dan Barnawi. Ilmu Pendidikan Islam: Rancang Bangun Konsep Pendidikan Monokotomik-Holistik. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2019
Ratna, Ratna. Konsep Pendidikan Moral menurut Al-Gazali dan mile Durkheim. Magister (S2) thesis, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 2014
Setia Paulina Sinulingga. TEORI PENDIDIKAN MORAL MENURUT EMILE DURKHEIM RELEVANSINYA BAGI PENDIDIKAN MORAL ANAK DI INDONESIA. Jurnal Filsafat, Vol. 26, No. 2, Agustus 2016.
Suseno, F, Magnis. Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia. 1986.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H