INDONESIA KRISIS MEMBACA
Minat baca di negara Indonesia masih terbilang rendah, Menurut data dari Studi United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya dari seribu orang hanya ada satu orang yang hobi membaca. Tidak hanya itu, kemampuan membaca masyarakat Indonesia yang sangat rendah juga dibuktikan Sebuah studi dari Central Connecticut State University di tahun 2016 mengenai "Most Literate Nations in the World" merilis hasil penelitian tentang kebiasaan membaca di 61 negara sampel.Â
Hasilnya negara Irlandia menduduki peringkat pertama dunia dengan tingkat literasi paling tinggi dan negara Indonesia berada di peringkat ke-60 dari total keseluruhan 61 negara. Indonesia berada di peringkat dua terbawah. Fakta tersebut bukan hal yang membanggakan, kenyataan yang miris dan memprihatinkan ini harus segera di akhiri.
Bahkan Indonesia posisinya paling bawah di antara negara-negara ASEAN. Singapura menempati peringkat 36, Malaysia 53, Thailand 59 dan Indonesia 60. Miris bukan? Artinya kebiasaan membaca masyarakat Indonesia masih sangat amat rendah.
Dari uraian di atas, tentu menjadi tanda tanya besar mengapa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah di era yang serba mudah ini. Banyak faktor penyebab rendahnya budaya literasi, namun kebiasaan malas membaca menjadi faktor utama. Padahal, kebiasaan membaca dapat membawa berbagai manfaat baik untuk kehidupan manusia.Â
Selain itu kegiatan membaca dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan dan pengetahuannya. Kecerdasan dan pengetahuan di hasilkan oleh seberapa ilmu pengetahuan yang didapat, sedangkan ilmu pengetahuan didapatkan dari informasi yang diperoleh dari lisan maupun tulisan.Â
Semakin tingginya kualitas sumber daya manusia di Indonesia, pada akhirnya bisa mewujudkan generasi unggul dan berdaya saing di ranah global. Namun kenyataannya masyarakat masih menganggap kegiatan membaca untuk menghabiskan waktu, bukan mengisi waktu dengan sengaja. Artinya kegiatan membaca belum menjadi kebiasaan tapi lebih kepada kegiatan iseng semata. padahal hanya dengan membaca kita dapat memajukan negara Indonesia. Â
Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya minat baca di Indonesia? Â Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca. Yang pertama tidak terbiasa membaca buku sejak dini, anak usia dini harusnya tidak dikenalkan pada media sosial terlebih dahulu, namun lebih diarahkan untuk membaca buku yang menyenangkan dengan begitu anak akan terbiasa membaca dan menjadikan kegiatan membaca sebagai kewajiban. Oleh karena itu, peran orang tua untuk membiasakan anaknya gemar membaca sejak dini sangat diperlukan.
Kedua sarana membaca seperti perpustakaan yang minim membuat kebiasaan membaca ini sulit dilakukan. Buku yang tersedia di perpustakaan sebagian besar telah usang, jenis tulisannya kecil, tidak terdapat gambar, dan hanya berupa narasi yang membosankan membuat seseorang enggan membaca. Oleh karena itu, dalam mengembangkan kompetensi berbahasa dan bersastra berbasis literasi perlu didukung oleh ketersediaan fasilitas dalam membangun insan literat.
Ketiga teknologi yang semakin canggih turut meninggalkan budaya literasi di Indonesia, di era digitalisasi ini orang-orang lebih senang bermain dengan gadget daripada membaca. Membaca jadi terasa menjemukan dibandingkan dengan bermain gadget. Selain itu masyarakat yang tidak sadar akan manfaat membaca menjadi penyebab rendahnya budaya baca.
Kebiasaan malas membaca membawa dampak negatif ke segala bidang kehidupan. Sumber daya manusia, teknologi dan universitas di Indonesia begitu tertinggal. Hal ini juga berdampak pada menurunnya budaya berpikir kritis pada warga, padahal akses terhadap informasi sudah lebih mudah saat ini melalui internet.
Kebiasaan malas membaca penduduk Indonesia juga berdampak ke dunia maya. Di dunia maya kita akan dengan cepat mendapatkan informasi, namun tidak seluruh informasi benar adanya. Banyak sekali berita hoax yang dihadirkan di dunia maya. Masyarakat kini sangat mudah terprovokasi oleh unggahan-unggahan di sosial media yang belum pasti benar atau tidaknya.Â
Fenomena tersebut terjadi karena peningkatan pengguna internet belum dibarengi dengan peningkatan literasi digital. Hasil survei CIGI-Ipsos 2016, sebanyak 65% dari 132 juta pengguna internet di Indonesia percaya dengan kebenaran informasi di dunia maya tanpa mencari tahu benar atau tidaknya. Akibatnya, penyebaran konten negatif, seperti bully, berita hoax, intoleransi dan radikalisme menjadi ancaman besar saat ini.
Perlu kita ketahui kegiatan membaca dapat membawa berbagai manfaat baik, seperti memperkenalkan generasi muda pada kosakata baru dan membantu pelajar dalam memahami maupun menyerap informasi atau konsep baru di sekolah. Selain itu, kegiatan membaca akan menambah wawasan sekaligus mempengaruhi mental dan perilaku seseorang, dan bahkan memiliki pengaruh besar bagi bangsa. Pada akhirnya, kegemaran membaca ini akan membentuk budaya literasi yang berperan penting dalam menciptakan bangsa yang berkualitas.
Maka dari itu mari kita membangun kesadaran bersama, budaya literasi kita. Generasi muda harus mulai terbiasa dengan membaca berbagai informasi dan mengakses informasi dari media maya maupun media tertulis. Indonesia sudah berada dalam kondisi kritis, kalau bukan masyarakat yang memulai lalu siapa lagi? Jika tidak, Indonesia akan terus terpuruk dan menjadi negara miris yang tidak ada kemajuan. Budaya literasi adalah masalah serius, budaya literasi sangat berperan dalam menciptakan masyarakat yang cerdas, yang pada akhirnya nanti akan membentuk bangsa yang berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H