Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi 10 Tahun yang Lalu Kamu "Seperti Apa"

16 Januari 2019   18:45 Diperbarui: 16 Januari 2019   18:47 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tantangan atau challenge yang sedang ramai diikuti oleh para warganet hampir di seluruh belahan dunia dengan hastag #10yearschallenge sesungguhnya dapat memberikan dampak positif bagi para penantang untuk "melihat kembali" sepuluh tahun yang lalu kita seperti apa dan kini bagaimana. 

Bagi sebagian orang yang mampu melihat dari perspektif yang berbeda, tantangan memampang foto diri dengan perbedaan jarak 10 tahun hendaknya tidak sekadar tatanan gambar saja. Sejatinya tantangan ini dapat lebih dilihat lagi sisi positifnya yaitu ketika kita melihat foto sepuluh tahun yang lalu alangkah indahnya jika kita turut berfikir telah berapa banyak kebaikan yang kita lakukan selama sepuluh tahun ini, berapa banyak proses perbaikan hidup yang kita lakukan selama ini. Selain itu kita juga dapat berfikir apakah waktu sepuluh tahun telah mampu membuat kita menjadi insan yang lebih baik, atau tidak berdampak apa-apa?

Mengingat kembali apa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu bukan berarti membuka cerita lama yang tidak dapat diambil hikmahnya, banyak pelajaran di masa lalu yang sesungguhnya dapat dijadikan dasar terkuat dalam menjalani hidup hari ini. Karena yang terbaik adalah merekam semua keberhasilan maupun kegagalan dan keputusan terbaik lahir dari banyaknya pengalaman. Kita mungkin tertawa saat melihat foto kita sepuluh tahun yang lalu, mungkin juga menertawakan bagaimana bentuk tubuh kita saat itu, atau hal-hal lucu lainnya yang membuat kita merasa betapa dulu tiada istimewa. Apa yang terjadi kini adalah berkat perjalanan masa lalu, maka akan sangat elok jika kita tidak mengecilkan masa lalu yang belum berwarna warni seperti hari ini.

Melihat ke belakang sejenak dapat membuat kita lebih mantap menapaki masa depan dan menjadi mawas diri. Sangatlah elok apabila tidak hanya memasang gambar tertapi juga merenung, sudahkah kita hijrah menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Tuhan, yang tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi juga memikirkan orang-orang disekitar, dan yang tidak hanya mengunggulkan ego tetapi juga merendah hati.

Lagi-lagi jika dilihat dari sisi positifnya, 10 year challenge sebenarnya dapat membuat kita mengingat pentingnya mensyukuri hidup ini. Dalam tatanan gambar yang jelas terlihat masa kini jauh lebih baik dari masa lalu, adalah ladang terbesar untuk kita mengingat betapa Tuhan sungguh Maha Penyayang. Lantas bagaimana jika kita merasa saat ini tidak sebaik sepuluh tahun yang lalu? Jangan pernah lupa, selalu ada hal baik yang Tuhan berikan bersama dengan kesusahan. Bagaimana dengan yang merasa hidup tiada bedanya baik hari ini maupun sepuluh tahun yang lalu? Ini berarti perlu lebih dalam lagi rasa syukurnya, karena apapun yang terjadi pasti ada hikmahnya.

Apakah untuk melakukan refleksi hidup selalu butuh momentum? Menunggu sepuluh tahun, dua puluh tahun atau periode tertentu? Refleksi diri dan mensyukuri hidup dapat dilakukan kapan saja, setiap saat, setiap waktu, kapanpun itu. Tidak harus menunggu hadirnya tantangan-tantangan tertentu atau hastag-hastag baru yang dirasa cukup seru.

Foto ilustrasi tulisan inipun berjarak sepuluh tahun, tampak beberapa perbedaan di sana, selain bertambahnya anggota keluarga juga berubahnya bentuk fisik yang tidak seberapa. Tahun 2009 silam adalah tahun di mana saya hanya paham hidup yang bahagia adalah kalau saya juga bahagia, hidup yang menyenangkan adalah kalau bisa cuti dari kantor tanpa ditahan-tahan. Masa-masa sepuluh tahun yang lalu juga merupakan masa-masa di mana saya berfikir bahwa bekerja adalah mutlak hanya untuk mencari uang. 

Sepuluh tahun yang lalu saya juga tidak pernah berfikir betapa bahagianya jika kita mampu membuat orang lain bahagia. Pada masa itu juga saya hanya paham bahwa hari-hari hanya perlu diisi dengan bekerja pergi pagi pulang sore, dari Senin sampai Jumat, menanti gajian akhir bulan kemudian habiskan lalu bekerja lagi dan kembali menanti tanggal gajian, dan terus saja berputar seperti itu. Pada masanya saya tidak paham bahwa harta yang paling berharga bukanlah gajian melainkan keluarga seperti katanya Keluarga Cemara.

Sepuluh tahun yang lalu juga menjadi masa-masa sekuat tenaga saya untuk menaikkan berat badan, berbeda dengan sekarang yang sudah lebih ikhlas dengan kurus apa adanya dan percaya bahwa kesehatan juga merupakan harta yang paling berharga. Berkat sepuluh tahun yang lalu saya jadi mengerti bahwa sesungguhnya setiap manusia memiliki passionnya sendiri-sendiri yang apabila ditekuni akan membuat hidup lebih berarti.

Jika sepuluh tahun yang lalu kamu bahagia, maka hari ini kamu harus lebih bahagia karena begitu banyak hal baik yang telah terjadi yang telah membentuk kita menjadi seperti saat ini, lebih kuat, lebih banyak tersenyum, lebih menyayangi diri dan lebih percaya bahwa semua akan indah pada waktu yang tidak pernah kita duga-duga. Jangan selalu menanti datangnya pelangi setelah hujan pergi, tetapi lukislah pelangi itu sendiri di hati atau di tempat manapun yang kamu sukai.

(dnu, ditulis sambil buru-buru karena udah mau masuk untuk ngajar malem, 16 Januari 2019, 18.35 WIB

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun