Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Introvert is Not Bad, Its Just Extremely Quite

31 Oktober 2018   10:46 Diperbarui: 31 Oktober 2018   11:26 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Makhluk manapun tidak ada yang bisa meminta menjadi seperti apa ia dilahirkan, menjadi seseorang yang berwajah rupawan, berotak cerdas, berkulit putih, bertubuh tinggi semampai, pun termasuk menjadi seorang introvert ataupun extrovert. 

That was the best from God. Lantas mengapa ada manusia yang gemar menilai orang extrovert dengan pandangan positif, dan sebaliknya kepada si introvert yang senangnya berdiam diri sendiri, utak atik komputer atau menatap layar telepon genggam, diberikan pandangan negatif. 

Introvert bukan anti sosial, dia hanya memiliki kehidupan yang berbeda yang dapat menemukan dunianya dengan cara menyediri. Jelas berbeda dengan sang extrovert yang memang gemar kumpul-kumpul.

Tidak ada yang salah dengan dua kepribadian ini, mereka terbentuk dengan sendirinya yang pada kenyataannya sulit untuk diubah. Karena keduanya jika ditempatkan pada kondisi yang berlawanan maka tidak akan menemukan kenyamanan. Extrovert pasti akan resah gelisah jika berada dalam kesunyian, dan introvert juga akan sangat tidak cocok berada dalam situasi yang terlalu ramai.

Stigma negatif kerap melekat pada diri seorang introvert, apakah ini salah? Setiap orang memang berhak menilai, namun jangan pernah lupa coba posisikan diri Anda seperti dirinya, lalu resapi apa yang anda rasakan. Dengan memberikan pandangan yang kesannya salah, secara tidak langsung tengah meminta kepada si introvert untuk berubah menjadi seseorang yang terbuka, namun apakah langkah ini tepat? 

Dalam suatu kondisi, telah banyak contoh seorang introvert dan ekstrovert mampu bekerjasama, hanya saja di saat-saat tertentu yang sedang tidak ada aktivitas misalnya, dua kepribadian tersebut akan otomatis memilih jalurnya masing-masing. Ada yang segera mencari keramaian, namun ada yang segera mencari kesunyian.

Sendiri tapi tidak sendirian, itulah introvert. Dia tetap memiliki banyak teman walaupun wujudnya tidak semua berbentuk manusia, melainkan musik, alat melukis, buku bacaan, atau pun yang bentuknya hanya seperti angina lalu. Kesejukan dan kedamaian adalah teman baiknya. 

Apakah ini salah? Lantas bagaimana dengan si extrovert yang gemar sekali kumpul-kumpul, tertawa lepas bersama, nonton pertunjukkan musik sambil menikmati dengan lompatan2 kaki, apakah ini hal yang negatif? Tentu saja tidak. Mereka hanya sedang menjadi dirinya sendiri, menikmati kenyamanan dengan memberikan seutuhnya keadaan diri pada apa yang disukainya.

Hidup adalah saling memandang, tidak ada yang patut menghakimi karakter orang lain yang dibawanya sejak lahir, yang diberikan oleh Tuhan, yang terbentuk karena suatu alasan, yang kamu tidak tahu apa alasannya, namun kamu begitu cepat menilainya. Selama dia tidak merugikan kamu, lantas apa yang kamu benci dari karakter yang berlawanan denganmu?

Pernah dianggap tidak bisa bersosialisasi? Saya pernah, dan itu sakit? Dulu banget, sekarang bodo amat. I just try to be my self.

(dnu, ditulis sambil nahan adrenalin untuk belanja hedon haha..., 31 Oktober 2018, 11.00 WIB)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun