Bukan hanya penduduk Kota Jakarta yang kerap mengeluhkan betapa repotnya perjalanan di Ibu Kota kini sejak diterapkannya Kebijakan Ganjil Genap bagi kendaraan pribadi roda empat, tetapi juga warga kota lainnya yang braktifitas di Jakarta turut kena imbasnya. Sebagai pengguna jalan yang 5 hari dalam seminggu saya lalui lintasan ganjil genap tersebut, memang cukup terasa repotnya saat menghadapi perjalanan pada hari-hari yang tanggalnya tidak sesuai dengan plat nomor kendaraan yang dipunya. Dalam kondisi ini bagi sebagian orang mungkin memutuskan untuk menumpang kendaraan umum seperti Transjakarta, Ojek online atapun Taksi Konvensional, namun bagi sebagian lainnya ada yang tetap mengendarai kendaraan pribadi namun berusaha sekuat tenaga mencari alternatif jalur lain yang tidak terkena penerapan kebijakan ganjil genap.
Dalam dua kelompok masyarakat tersebut baik yang memilih kendaraan umum ataupun tetap pada kendaraan pribadi, tidak sedikit yang terus mengumpat dan bersumpah serapah atas adanya kebijakan ini. Selain karena waktu tempuh menyusuri jalan-jalan di kota metropolitan ini menjadi lebih lama, namun juga jarak tempuh yang menjadi lebih jauh. Sebagai akibat dari jarak tempuh yang menjadi lebih jauh salah satunya adalah penggunaan bahan bakar yang lebih banyak, maka dengan demikian biaya perjalanan yang dikeluarkan juga menjadi lebih dari biasanya. Belum lagi jika ada yang jadi harus keluar masuk jalan toll lebih dari biasanya demi menghindari jalur Ganjil Genap.
Dibalik kenyataan yang memang demikian adanya, pemerintah tentu memiliki harapan dan tujuan yang positif dengan menerapkan kebijakan ini. Sebagai manusia biasa yang tentunya kita semua ingin bergerak ke arah yang lebih baik, maka sudah sepatutnya kita juga memahami adanya dampak positif bagi pribadi kita masing-masing atas hal ini. Dampak positif yang antimainstream adalah dengan "dipaksanya" kita mencari jalur lain yang tidak terkena penerapan kebijakan ganjil genap, maka dengan demikian kita menjadi lebih pintar atas beberapa jalur di DKI Jakarta. Terlebih lagi jika jalur berangkat menuju tempat aktifitas kita melalui jalan A dan jalan pulang menuju tempat tinggal kita memilih jalur yang berbeda yaitu jalur B, maka percaya atau tidak hal tersebut akan membuat kita lebih pintar.
Menurut penelitian, dengan mencoba jalur yang baru menuju kantor atau suatu tempat maka dalam keadaan tersebut tubuh kita akan membentuk jaringan sel otak yang baru baru, tepatnya saat kita berusaha memecahkan masalah dalam mencari jalan ke tempat kerja atau tempat-tempat lainnya. Benarkah demikian? Sel-sel otak baru tidak berhenti terbentuk dalam otak sepanjang hidup manusia, terutama jika kita sedang menghadapi tantangan-tantangan baru. Dapat juga kita melihat pengalaman hidup Einstein yang ratusan kali menghadapi kegagalan dalam percobannya, dan dalam waktu itu pula sel-sel otak baru terus terbentuk di dalam otaknya karena ia terus menerus menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Einstein kerap menyikapi tantangan tersebut dengan positif, dilakukannya lagi percobaan yang tiada henti hingga suatu hari berhasil dan hingga kini kita mengenangnya sebagai salah satau manusia yang paling pintar di dunia.
Otak dapat lebih pintar, namun tetap saja ada yang merasa waktu tempuhnya menjadi lebih lama, atau terlalu banyak waktu yang dibuang percuma saat mencari jalur-jalur alternatif tersebut. Nah, untuk menyelesaikan keluhan yang satu ini satu-satunya jalan keluar adalah kembali kepada diri kita sendiri. Sudah tahu kan perjalanan hari ini akan berputar-putar karena tanggalnya ganjil namun plat nomor mobilnya genap? Maka berangkatlah lebih cepat dan siapkan waktu yang cukup untuk menikmati rute baru yang akan segera ditempuh.
Sesungguhnya selalu ada dampak positif dari setiap peristiwa jika kita mampu melihatnya. Berfikir positif dan selalu berprasangka baik merupakan ciri-ciri pribadi yang ingin meraih kenyamanan dalam hidupnya. Lantas bagaimana dengan seseorang yang selalu melihat sesuatu dari sisi negatifnya saja? Inilah ciri-ciri yang senang merepotkan diri sendiri.
(dnu, ditulis sambil nahan sakit punggung tak terkira tiada tara, 24 Agustus 2018, 11.09 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H