Adalah Razan Al Najjar, seorang wanita cantik berusia 21 tahun, warga negara Palestina yang menjadi relawan medis di jalur penuh konflik, Gaza. Ia menjadi relawan untuk menolong orang-orang Palestina yang terluka dalam aksi unjuk rasa terhadap seorangan zionis Israel.Â
Seorang muda yang berhati mulia kini telah tiada akibat anak peluru yang menembus dada kirinya pada Jumat siang waktu setempat (Sabtu, 2/6 waktu Indonesia), oleh serangan sniper Zionis. Seragam medis yang awalnya berwarna putih sebagai pertanda hati yang bersih, kini berubah menjadi kemerahan akibat bercak darah dari dadanya yang tertembus peluru yang tidak semestinya.Â
Dalam hukum perang, sebenarnya Paramedis tidak boleh diserang dan jelas-jelas kejadian ini telah bertentangan dengan Hukum Humaniter "Tenaga medis dan ambulans dilarang untuk diserang dalam konflik maupun perang".
Razan Al Najjar tidak hanya cantik di paras namun juga hatinya. Bagaimana tidak, di usianya yang masih di angka 21 tahun ia telah tergerak untuk melakukan hal yang teramat mulia dan diaplikasikannya di sebuah lokasi penuh konflik yakni jalur Gaza. Di mana nyawa harus menjadi taruhannya saat seseorang memutuskan untuk berada di tengah gempuran senjata yang dapat terjadi kapan saja. Demikian halnya dengan almarhumah Razan Al Najjar yang meregang nyawa akibat kebrutalan zionis Israel saat wanita muda ini bertugas menyelamatkan warga Gaza yang tengah melakukan aksi protes sebagai rangkaian aksi Great Return of March di wilayah Khan Younis -- Gaza, Palestina.
Wafatnya Razan hendaknya dapat menjadi refleksi bagi kita semua, tidak hanya kaum wanita tetapi juga para pria yang ingin berbuat lebih dalam hidupnya. Tidak harus serta merta pergi ke jalur Gaza atau daerah konflik lainnya, kita masih tetap bisa berlaku bak Razan untuk berbuat baik pada sesama. Mungkin saja Razan sudah tidak lagi berkutat pada saling sindir dan nyinyir antar teman sepermainan, fikirannya telah melanglang jauh menjadi paramedis yang bekerja tanpa mengharap bayaran dari manusia. Seseorang yang telah selesai dengan hidupnya mungkin akan merasa ilmunya tidak manfaat jika digunakan hanya untuk bersitegang dengan orang-orang di dunianya yang nyata maupun maya, tetapi bisa jadi ia merasa ilmu yang telah dimilikinya akan teramat baik jika digunakan di jalan kebaikan.
Lantas bagaimana dengan kita, yang membayar zakat pun terkadang masih lupa, atau pendapatan dipotong pajak pun masih kadang dibahas segala rupa. Orang-orang seperti Razan mungkin juga sudah tidak lagi berfikir apa yang akan ia dapatkan ketika menolong orang di Gaza, bahkan ia telah rela mewakafkan hidupnya demi menolong sesama. Cerminan bagi kita, mungkin saat ini kita dapat mencoba untuk selesai dengan diri kita, memberilah maka kita akan menerima.
Di usia kita hingga saat ini, apa yang telah kita lakukan untuk orang terdekat, misalnya pasangan, anak, Ayah atau Ibu? Atau lebih luas lagi apa yang telah kita lakukan untuk lingkungan sekitar. Bukan untuk menjadi pahlawan, tetapi hanya untuk merefleksikan diri bahwa sesungguhnya hidup kita dapat bermanfaat bagi orang lain, dan menunjukkan kepada orang lain bahwa adanya diri kita dapat bermanfaat bagi mereka.
Kisah perjuangan Razan sebagai relawan kesehatan di belahan dunia sana, dapat menjadi cermin positif bagi para perempuan Indonesia. Memperjuangkan hak hidup orang lain adalah bukan hal sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap perempuan, terlebih jika dilakukannya di wilayah yang kerap terjadi bentrokan senjata.Â
Hidup di bumi Indonesia yang jauh dari peperangan jelas menjadi anugerah tersendiri yang selanjutnya dapat disyukuri dalam berbagai wujud nyata. Menjadi pribadi yang tidak gemar membicarakan orang lain, hingga menjadi perempuan produktif yang dapat menghidupi diri lalu menularkannya kepada orang lain, adalah langkah-langkah sederhana yang dapat ditiru dari kisah tersebut. Terlebih jika mampu memberdayakan kehidupan masyarakat, adalah hal positif yang tak kalah hebatnya dengan Razan.
Kita sudah berbuat apa, saat Razan meninggal dunia di usianya yang masih sangat belia. Mewakafkan hidup dalam peperangan, yang mungkin untuk berbagi kebahagiaan hidup sedikit saja kita harus berfikir dua kali sebelum melakukannya.
Setiap dari kita masih sibuk untuk terus saling menjatuhkan, untuk saling menggoyahkan idola satu sama lain, yang jika ditelaah dengan hati tenang, siapapun orangnya tentu punya kekurangan dan kelebihan. Kita saja yang kerap tak sabar dan semakin kuat menutup mata bahwa idola kitalah yang terbaik dari yang paling terbaik. Padahal kita harus ingat, Tuhan menciptakan manusia telah lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Semoga kita semua segera lelah dengan perang dingin saling sindir di dunia yang tak nyata, yang tak pernah akan ada habisnya.
Razan Al Najjar telah memberikan contoh kepada kita semua untuk senantiasa menyibukkan diri dengan hal-hal positif dan bermanfaat bagi sesama. Hingga di akhir hayatnya ia pergi dalam tenang di tengah iringan ribuan masyarakat yang mencintainya.
Selamat jalan Razan sang syuhada muda, InsyaAllah syurga telah menantimu di sana...
(dnu, ditulis sambil buru-buru, 4 Juni 2018, 12.58 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H