Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pikir Panjang Sebelum Membagikan Video Bullying Anak Sekolah

19 Juli 2017   22:45 Diperbarui: 20 Juli 2017   10:38 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: azureedge.net

Kita tidak dapat mengendalikan pandangan orang lain. Melalui video bullying tersebut sangat mungkin yang melihatnya berpikiran "wah Indonesia kok begini ya... Anak-anaknya kok senang berkelahi ya... Murid perempuan kok kasar sekali ya... Mengapa anak berkebutuhan khusus digoda berlebihan?..." Dan masih banyak pemikiran-pemikiran negatif lainnya yang sekali lagi kita tidak bisa mengendalikan. 

Lebih jauh lagi berpikir bisa saja negara-negara maju di belahan dunia lainnya enggan menerima Warga Negara Indonesia untuk menuntut ilmu di negaranya, atau bekerja di tanahnya. Karena kekhawatiran akan sebuah kekerasan yang kuat melekat pada citra siswa/siswi Indonesia.

Sayang, Indonesia yang sudah begitu indah hamparan pulaunya, terkenal ramah penduduknya, namun dinodai dengan sebaran bertubi-tubi tentang video kekerasan fisik dan non fisik yang dilakukan oleh putra putri penerus bangsa. Walaupun hanya segelintir yang demikian tapi efek di luar kuasa kita yang bisa jadi tidak hanya segelintir saja.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi hal ini? Tentu perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dengan warga negaranya. Saat ini memang terkesan dengan kekuatan media sosial maka semuanya akan mendapat respon yang cepat dari pihak-pihak yang berkepentingan. Maka banyak warganet yang mengambil keputusan untuk memviralkan sesuatu dan mendapat kekuatan massa yang cukup banyak di dunia maya, maka pemerintah akan cepat pula menanggapinya. Karena semakin banyak warganet yang membagikan suatu berita maka ini adalah indikasi terkumpulnya satu kekuatan yang memiliki satu kesamaan pikiran. Jadi, semakin viral maka dianggap semakin baik. Pelaku semakin cepat ditangkap dan korban semakin cepat ditangani.

Lalu bagaimana untuk bisa menjembatani keduanya? Kasus cepat diusut namun citra negara tidak kusut? Sebagai usulan dari pikiran dangkal penulis adalah, pemerintah dengan lini dinas-dinas berbagai bidang membuat sebuah kotak pengaduan online tertutup melalui media sosial. Jadi pengaduan dilakukan secara online melalui akun media sosial dinas terkait. Hal ini cukup memudahkan bagi masyarakat yang ingin mengadukan sesuatu tanpa harus membeberkannya di muka umum.

Saat ini masyarakat Indonesia telah terbiasa menggunakan media sosial maka boleh juga jika pemerintahnya juga mengikuti tren yang ada di masyarakat agar sama-sama dimudahkan.

Dengan sistem kotak pengaduan online tertutup ini, people power atau kekuatan kumpulan massa terhadap suatu kejadian bisa tetap didapatkan. Indikasinya adalah semakin banyak yang mengirim pesan aduan maka sama kadarnya dengan kekuatan viral yang kini digadang-gadang. Kotak pengaduan melalui media sosial ini dilakukan secara tertutup, sehingga pengaduan tetap berjalan dan citra beberapa pihak yang perlu dijaga tetap bisa diperhatikan.

Selain negara kita tercinta yang namanya perlu dijaga, juga ada masa depan para pelaku bullying yang tetap perlu dikedepankan secara kemanusiaan. Anak-anak pelaku bully masih berhak meraih masa depan yang gemilang. Jika kita terus membagikan video bully dengan suka cita walau niatnya untuk membuat efek jera, tetap saja secara tidak langsung kita tengah membunuh masa depan mereka, perlahan. Salah mereka sendiri? Tentu saja. Tapi apa bedanya kita dengan pelaku bully jika kita tetap membagikan videonya ke seluruh jaringan alam semesta? Sama, kita juga pelaku bully, kita sedang membully para pelaku bully. Tidak beda? Ya.

Cukup panjang rantainya. Pikiran dangkal saya hanya memikirkan bagaimana pandangan dunia luar terhadap potret pendidikan di Indonesia jika yang beredar kuat hanya yang buruk-buruknya saja? Karena terkadang yang buruk lebih nikmat untuk digarap bersama, lebih cepat tumbuh, berkembang lalu berbuah.

Pikiran dangkal saya juga teringat masih ada masa depan yang perlu dijaga yakni masa depan para pelaku dan korban bully. Mereka anak-anak yang masih berhak untuk meraih hari esok yang lebih baik, maka janganlah kita ikut menjatuhkan masa depannya dengan kekuatan jempol yang kita punya. Masalah hukuman, biar pihak berwajib yang menjatuhkan.

Lagi-lagi juga terpikir, apa bedanya kita dengan pelaku bully jika dengan sadar, senang hati namun tetap mengumpat, kita terus membagikan video kekerasan dia terhadap temannya? Sama, kita juga sedang membully si pelaku bully tersebut. Bedanya kita membully dia secara non fisik, namun sakitnya sama.

 Berpikirlah panjang sebelum tergerak untuk membagikan video kekerasan yang terkait dengan dunia pendidikan di Indonesia.

 #DNU

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun