Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapapun Berhak Menjadi Pengamat Politik Dadakan

14 Januari 2017   13:04 Diperbarui: 14 Januari 2017   13:19 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sesuai dengan pasal Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat yang berbunyi ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, berarti tidak seorang pun berhak melarang orang lain untuk menyampaikan hasil pemikirannya. Terlebih lagi saat ini kita baru saja menyaksikan pergelaran akbar panggung pertama acara Debat Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta yang akan bertarung dalam PILKADA Februari 2017 mendatang, tentu banyak bermunculan para pengamat dan ahli politik dadakan yang turut berkomentar atas sajian televisi tadi malam.

Sebagai makhluk sosial tentu kita harus saling menghormati dan menghargai dalam hal apapun, termasuk menghormati pendapat orang lain, karena walau bagaimanapun juga isi kepala setiap manusia pasti berbeda. Demikian halnya dengan suasana yang cukup keruh saat ini, dimana para pengamat politik dadakan terus bermunculan dan saling bersahutan dengan pendapatnya masing-masing yang kebanyakan kalimat yang dilontarkannya adalah berdasarkan isi hatinya yang paling dalam. Kepada siapa dia cinta maka orang tersebutlah yang akan diunggulkannya dalam setiap ungkapan pendapatnya, sebaliknya kepada siapa dia tak suka maka orang tersebut akan terus dijatuhkan walaupun telah habis sejuta alasan.

Terkadang hal ini terlihat cukup manusiawi ya, misalnya seseorang yang begitu senang dengan pasangan Cagub nomor 1, tentu pasangan tersebutlah yang akan dibela mati-matian, tidak peduli dengan hal-hal lainnya. Begitu juga dengan seseorang yang begitu cinta dengan pasangan Cagub nomor 2, sudah pasti pasangan tersebut akan selalu kelihatan yang paling benar di matanya dan melupakan semua yang menjadi kekurangannya. Termasuk juga pada individu yang amat mengagumi pasangan Cagub nomor 3, bukan tidak mungkin semua yang diucapkan oleh pasangan ini nilainya selalu seratus, alias benar semua. Tidak ada yang salah, tidak ada yang kurang, bahkan nyaris tidak perlu diingat tentang kekurangan-kekurangan yang pasti ada.

Namanya zaman canggih yang apa-apa kini telah bisa dioperasikan hanya menggunakan jempol semata, maka perlu diterima juga kehadiran para pengamat politik dadakan tersebut yang kini mudah menyampaikan suatu pendapat melalui telepon pintar yang setiap orang sudah memilikinya. Siapapun kini telah menjadi netizen yang tentu tetap harus berhati-hati dalam menjalankan aktifitas ini.

Sebagai manusia yang berhati besar tentu kita tidak perlu usik dengan pendapat orang lain dan menyambut kehadiran pendapatnya dengan suasana hati serta otak yang panas, atau bahkan menganggapi hal tersebut sebagai sebuah genderang perang yang mulai ditabuhkan. Santai saja, karena manusia yang arif adalah yang mampu menerima kehadiran pendapat yang beragam dengan hati dan kepala yang dingin bukan? Kalau dalam bahasa kekinian biasa disebut dengan jangan baper. Jangan apa-apa dibawa dalam perasaan yang bisa berakhir pada adu argumen, perang dingin, adu status, hingga adu komentar di dunia maya.

Setiap orang tentu memiliki prinsip hidup masing-masing yang bisa jadi masalah pilihan dalam PILKADA DKI ini juga merupakan salah satu prinsip hidupnya, maka jika prinsipnya diganggu maka tanduk di kepala sudah harus mulai dikeluarkan hahaha..... Nampaknya perlu diingat sekali lagi, boleh jatuh cinta tapi jangan buta. Mengapa kita harus berselisih paham dengan teman sejawat hanya karena urusan politik negara ini? Bukankah hubungan antar sesama manusia bisa menjadi lebih indah jika berbeda, karena dalam perbedaan itu kita bisa saling melengkapi? Asik! Hahha.... Mungkin terbaca lucu, tapi jika diresapi sekali lagi tentu ada benarnya.

Lantas adakah yang berhak melarang seseorang untuk berpendapat? Mengatakan “Anda diam saja karena Anda bukan siapa-siapa!”, gaes... Anda pun siapa kok bisa meminta orang lain untuk diam saja?

Lalu bagaimana posisi seseorang yang ingin menyampaikan pendapat agar tidak mengundang keriuhan negatif di dunia maya maupun nyata? Kita sebagai penikmat kehidupan yang ingin menyampaikan suatu pendapat tentu harus mengikuti aturan-aturan yang ada, secara garis besar bisa dikatakan agar pendapat yang kita sampaikan tidak menyinggung perasaan pihak lain.

Sampaikanlah pendapat melalui cara yang paling baik, paling elok dan paling santun, karena kembali lagi ke fitrah manusia yaitu ingin dihormati oleh sesamanya. Ditambah lagi saat ini telah ada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bisa menjerat seseorang jika cara mengutarakan ataupun isi pendapat yang disampaikannya di dunia maya tidak sesuai dengan ketentuan.

Kesimpulannya siapapun berhak menyampaikan pendapat namun harus tetap sesuai dengan aturan yang berlaku serta sesuai azas bebas dan bertanggung jawab, dan juga sebagai pihak lainnya kita harus menghormati pendapat orang lain, karena kepala boleh sama hitam tapi isinya tentu berbeda. Hal penting lainnya, menyampaikan pendapat adalah bagian dari Hak Azasi Manusia.

(dnu, ditulis sambil kuliaaaaaahhhh...., 14 Januari 2017, 11.43 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun