Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Half atau Full Day School, Tanggung jawab Anak tetap Pada Orang Tua

20 Agustus 2016   14:19 Diperbarui: 20 Agustus 2016   14:29 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wacana yang telah dibatalkan sebelum sempat disahkanpelaksanaannya ini memang cukup menuai kontroversi. Ada yang setuju pendidikandi Indonesia dilakukan dengan sistem fullday school, namun ada juga yang kurangsetuju, dan semuanya lengkap dengan alasannya masing-masing. Bukan hanya kaumIbu saja yang melontarkan komentarnya terhadap hal ini, tapi kaum ayah bahkanpemuda pemudi yang belum memiliki anak turut menyampaikan pendapatnya

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang barumenjabat kurang lebih 2 bulan ini sempat mengatakan bahwa pertimbangannyamembuat sekolah dengan sistem fullday school adalah agar anak tidak kesepian dirumah, dikarenakan ayah ibunya yang belum pulang bekerja.

Saya sebagai Ibu yang bekerja agak aneh mendengarpernyataan macam diatas, pasalnya kesannya seorang anak harus mengerti keadaanorang tuanya yang masih sibuk di luar rumah sehingga perlu “diselamatkan” olehpihak sekolah. Bagaimana bisa lahir pertimbangan seperti tersebut? Bukankahtelah menjadi fitrahnya seorang Ibu untuk menemani anaknya di rumah kapanpun?

Sepertinya bisa diubah sedikit ya paradigmanyatentang alasan yang pernah terlontar sebagai dasar wacana fullday school.Bukankah orang tuanya yang harus pandai-pandai mengerti keadaan, apakah ia bisaterus berada di luar rumah atau mulai sedikit demi sedikit menyisihkan waktu dirumah bersama anaknya? Kayaknya sih dari sisi orang tua yang perlu diubah ya,bukan anak yang dipaksa menyesuaikan ritme kesibukan kedua orang tuanya.

Bagaimana? Saya yang juga sebagai orang tua bekerjaagak aneh mendengar alasan wacana tersebut. Dengan sempatnya terlontar wacanaBapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, saya justru merasa tertampardan semakin menyadari bahwa, di zaman secanggih ini ada lho pendapat yangmengatakan “anak kesepian di rumah karena orang tuanya belum pulang bekerja,maka sebaiknya anak berada seharian di sekolah”. Wohooo.... bukan sebuahpemecahan masalah yang tepat sih menurut saya...

Akar masalahnya adalah orang tua yang beraktifitasdi luar rumah sampai sore atau bahkan malam hari, dan tidak ada orang lain yangbisa menemani anak sepulang sekolah. Nah, nampaknya sisi ini yang perludibenahi. Bukan serta merta memindahkan “rumahnya anak” ke sekolah.

Orang tua bisa melakukan banyak hal jika keduanyaterpaksa bekerja, misalnya dengan meminta keluarga yang lain untuk menemanianaknya di rumah. Hal ini akan meretas sedikit demi sedikit pendapat yangmengatakan anak menjadi kesepian di rumah.

Lain cerita dengan pihak yang setuju dengandibuatnya sistem fullday school, tentunya dengan alasannya sendiri. Sah-sahsaja apapun pendapatnya. Ada yang mengatakan anaknya happy-happy saja walaupunsehari penuh berada di sekolah. Ada juga yang mengatakan anaknya justrubertambah banyak ilmu jika seharian belajar di sekolah. Ada juga pendapat yangmengatakan pergaulan anaknya lebih terarah dengan bermain di lingkungansekolahnya, dan justru mengkhawatirkan jika lebih banyak main di lingkungan rumah.

Coba diingat sekali lagi, siapa yang memiliki peranbanyak untuk merapikan pola hidup anak dan membentuk karakter pribadi seoranganak? Orang tua bukan? Tapi mengapa masih ada orang tua yang khawatir jikaanaknya lebih banyak main di rumah, dan justru lebih merasa aman jika bermaindengan teman-temannya di sekolah? Inilah yang menjadi PR para orang tua untukmematahkan pendapat itu semua.

Kita semua sebagai orang tua tentu memilikikeinginan agar anak-anak lebih dekat dengan orang tua kandungnya, bukan denganguru di sekolahnya. Anak lebih senang bermain bersama di rumahnya, bukanbersama teman-temannya di sekolah. Anak lebih merasa aman jika berada di rumah,bukan di tempat lainnya. Lalu siapa yang bisa menciptakan rasa aman bagi anakdimanapun berada? Orang tua bukan?

Melalui artikel penulis tidak sedang menyalahkanalasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atas wacana fullday school yang pernahdibuatnya, ataupun menyalahkan pihak manapun yang pernah pro terhadap wacanatersebut. Tidak juga bersorak sorai dengan pihak yang kontra terhadap wacanayang tidak jadi dilaksanakan itu, tapi lebih kepada mengajak siapa saja yangmembaca artikel ini untuk bersama-sama mulai mengubah diri dan segala hal yangberkaitan dengan rasa aman dan nyaman bagi seorang anak. 

Anak siapa? Anak kandung dan anak-anak lain yangkita sayangi tentunya ^^

(dnu, ditulis sambil nunggu kuliah dimulai setelahdatang terlambat dengan tanpa drama tapi cuma karena males aja hahaha...., 20Agustus 2016, 14.44 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun