31 Mei ditetapkan sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia, dimana pada satu hari atau 24 jam di tanggal tersebut diserukan agar siapapun tidak menghisap tembakau (merokok) serentak di seluruh dunia.
Peringatan ini digagas oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1987. Hal ini mengingatkan saya tentang masih banyaknya anak-anak dibawah umur yang kini bekerja di ladang tembakau. Banyak alasan mengapa banyak pekerja anak di tempat tersebut.Â
Salah satunya adalah masalah kebiasaan membantu orang tua. Dimana para orang tua yang memiliki ladang tembakau, secara otomatis anak-anak mereka membantunya mulai dari penyemaian bibit hingga masa panen.
Potret kehidupan anak yang bekerja di ladang tembakau tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Banyak efek negatif terkait kesehatan yang akan menyerang mereka saat ini dan berdampak buruk di masa depan.Â
Bayangkan saja, bagaimana tembakau bisa membunuh perokok pasif yang kerap menghirup asapnya dari perokok aktif, hal ini sama persis dengan apa yang dialami anak-anak yang bekerja di ladang tembakau. Setiap hari mereka bekerja mengolah tembakau, setiap hari itu pula mereka menghirup aroma tembakau yang tentu akan membunuh mereka secara perlahan.
Sejak usia 8 - 17 anak-anak yang orang tuanya memiliki ladang tembakau terbiasa bekerja di tempat tersebut. Setiap anak memiliki resiko terpapar langsung bahaya nikotin, atau pekerja anak yang mengaduk bahan kimia beracun, bekerja menggunakan benda tajam, mengangkat beban berat ketika panen, dan bekerja di bawah cuaca panas yang ekstrim. Untuk waktu yang panjang, kegiatan seperti itu berpotensi menyebabkan terganggunya kesehatan dan perkembangan mereka.
Fenomena pekerja anak di ladang tembakau memang banyak terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Menurut berita yang saya dapatkan dari beberapa situs berita online, perusahaan rokok yang notabene sebagai pemangku keuntungan atas bisnis tembakau ini merasa tidak bertanggung jawab atas banyaknya pekerja pengolah tembakau yang masih dibawah umur.Â
Kilahnya, perusahaan dalam hal ini membeli tembakau yang sudah siap pakai, jadi tidak tahu menahu tentang pengolahannya hingga siapa yang mengolahnya. Dengan kata lain perusahaan rokok sama sekali tidak bertanggung jawab dengan urusan resiko kesehatan yang mengancam para pekerja anak di ladang tembakau.
Masalah ekonomi juga mungkin menjadi salah satu alasan mengapa mempekerjakan anak dibawah umur, sehingga para orang tua tidak terlalu memikirkan bagaimana kondisi anaknya yang terancam racun nikotin jika bersentuhan dengan tembakau setiap hari. Bisa jadi yang orang tua harapkan hanyalah uang dari hasil anaknya bekerja, tentang bagaimana kondisi kesehatannya mungkin dianggap belum terlalu penting.
Para orang tua yang mempekerjakan anaknya di ladang tembakau hendaknya berfikir ulang dan melihat lebih dekat lagi. Bagaimana anaknya merasakan pusing dan mual setiap hari, dan orang tua tak sadar bahwa ini adalah gejala keracunan tembakau level ringan. Namun jika setiap hari harus merasakan pusing dan mual, lantas bagaimana efeknya di hari-hari mendatang?
Pemerintah juga memiliki andil yang cukup besar untuk segera menyelamatkan para pekerja anak yang kini masih sibuk berkutat dengan tembakau di ladang. Bagaimana keadaan ekonomi masyarakat bisa membaik sehingga tidak perlu mempekerjakan anaknya yang masih di bawah umur, adalah salah satu pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.Â
Mungkin pekerjaan ini masih dilihat sebagai aktivitas kekeluargaan yang perlu dimaklumi, namun tetap saja harus memperhatikan dampak-dampak negatif yang bisa terjadi sebagai akibat dari sebuah pekerjaan.
Para orang tua hendaknya harus mulai memikirkan kesehatan anak yang menjadi pekerja di ladang tembakau. Tidak hanya memikirkan pendapatan dari hasil bekerja anaknya yang bisa membantu ekonomi keluarga, namun memperhatikan juga usia anak apakah sudah layak bekerja, serta lingkungan pekerjaan yang bisa berdampak buruk pada kesehatan.
Mengapa harus ada pekerja anak di ladang tembakau? Untuk membantu ekonomi keluarga kah? Adalah tanggung jawab setiap orang tua untuk menghidupi anaknya yang masih dibawah umur. Bukan dibalik, anak yang masih dibawah umur yang justru menghidupi keluarganya, apapun pekerjaannya.
Mari selamatkan anak bangsa dari kejahatan nikotin yang mengancam sejak dini!
(dnu, ditulis sambil menunggu laporan bulanan dimulai, 1 Juni 2016, 14.49 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H