Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan featured

Jangan Biarkan Anak-anak Menjadi Dewasa Sebelum Waktunya

18 Februari 2016   11:42 Diperbarui: 18 Juni 2021   18:59 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini banyak ditemukan anak-anak yang bertingkah polah layaknya orang dewasa, baik dari cara berpakaiannya, lagu-lagu yang dinyanyikan, hingga gaya bertutur katanya. Saya menyebutnya hal ini sebagai fenomena anak yang dewasa sebelum waktunya.

Lihat saja saat ini banyak bertebaran di media sosia gambar anak-anak perempuan yang berpakaian dan berdandan ala wanita dewasa. Mulai dari model pakaian yang ketat menghimpit tubuh, rok berukuran pendek, hingga sepatu boots ala ala penyanyi dewasa kawakan mancanegara. 

Ditambah lagi tatanan rambut yang begitu matang, hingga polesan make up di wajah yang benar-benar telah menghilangkan ciri dia sebagai anak yang masih dibawah umur.

Contoh lainnya yang termasuk dalam proses pendewasaan anak sebelum waktunya ialah pada siaran TV dalam program pencarian bakat anak. Tak sedikit anak-anak lucu nan imut-imut menyanyikan lagu orang dewasa seputar cinta-cintaan. 

Bahkan saya pernah menyaksikan seorang anak perempuan dalam ajang pencarian bakat dengan bangganya menyanyikan lagu berjudul “Malam Pertama” yang dipopulerkan oleh penyanyi Rossa. 

Saat ditanya oleh dewan juri apakah ia mengerti makna dari Malam Pertama iapun menggeleng polos... “nggak tau....”. Nah, proses pemilihan lagu atau apapun yang akan dilakukan oleh seorang anak bukankah melalui pendampingan orang tuanya?.

Kembali yang perlu disayangkan ialah mengapa para orang tua bisa amat bangga saat mengetahui anaknya tak suka menyanyikan lagu Cicak Di Dinding namun amat hafal dengan lagu-lagu dewasa, anak yang sudah pandai merokok, anak yang gaya berbicaranya menyerupai “anak gaul nan alay”, anak yang centilnya tak terkira namun dianggapnya seperti model, mengapa ada orang tua yang bangga dengan hal seperti ini?

Bisa cari duit dengan memanfaatkan anak yang “pintar” seperti ini?? No! Ini namanya eksploitasi anak. Anak akan tumbuh menjadi dewasa sebelum waktunya. Tua dikarbit!

Dari dua contoh diatas kembali saya menegaskan bahwa ini adalah pendewasaan anak sebelum waktunya yang disutradarai oleh orang tuanya sendiri. 

Di instagram begitu banyak beseliweran orang tua yang dengan penuh bangga memposting foto anaknya yang tampil full chic dengan pakaian, aksesoris dan make up ala-ala orang dewasa. 

Mungkin anak ini tengah menjalani endorsement sebuah baju, sepatu atau apapun yang mengakibatkan sang anak harus memerankannya.

Lalu bagaimana dengan orang tuanya? Banyak orang tua yang amat bersedia menerima endorsement suatu produk dan “mengorbankan” anaknya demi sejumlah uang sebagai bayaran. 

Karena anaknya berwajah cantik atau ganteng, lucu, imut-imut atau pandai bergaya, maka orang tuanya merasa anaknya yang masih kecil cukup bisa menghasilkan uang melalui cara kekinian yakni endorsement. 

Anak kecil yang hanya tahu dunia bermain tentu menjalani hal ini dengan senang-senang saja, mereka belum mengerti bahwa mereka adalah korban dari orang tuanya sendiri.

Kebiasaan orang tua yang gemar menonton sinetron dewasa juga menjadi salah satu faktor pemicu pendewasaan anak sebelum waktunya. 

Bagaimana cerita dalam sinetron tersebut berjalan, ada kejadian apa saja, mungkin saja ada adegan-adegan seputar berpacaran, dan jika anak dibawah umur turut menontonnya maka dengan amat mudah ia akan mempelajari dan menirunya.

Kita sebagai orang tua hendaknya lebih cermat lagi dalam memilih segala sesuatu untuk anak. Pilihlah pakaian yang memang pantas dan sesuai dengan usia anak, dandanan yang tidak terlalu dewasa, tidak mengorbankan anak untuk mencari uang, hingga pemberian pendidikan anak melalui cara yang lebih tepat, yakni bukan melalui sinetron-sinetron yang tak berpendidikan.

Dalam tumbuh kembang anak sangat dibutuhkan peran orang tuanya. Jangan berfikir terlalu jauh dulu akan jadi apa jika ia besar nanti, namun yang harus diingat ialah pendidikan macam apa yang tengah diberikan saat ini. Karena apa yang orang tuanya lakukan saat ini adalah pendidikan untuknya saat besar nanti.

Ajarilah anak-anak tentang berbagai ilmu bumi dan bagaimana proses terjadinya pelangi, bukan bersorak sorai jika anaknya hafal dengan aksi goyang Bang Jali.

(dnu, ditulis sambil menyusuri jalan panjang ditemani awan hitam with Bu Boss Imung, Pak Boss Mushlih dan Pak Boss Kokoh Sonny, 18 Februari 2016, 11.11 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun