Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Supir Taksi; Saya Nyerah Mbak

4 Juni 2015   09:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:22 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali berkelana naik taksi burung biru, menjelajah Kota Jakarta dari belahan utara hingga selatan. Siang bolong, dibawah teriknya matahari dan sapuan hiburan angin yang tak terasa sepoi-sepoinya.

Seperti biasa setiap Supir yang saya tumpangi kendaraannya bertanya;

"mau lewat mana mbak?...",

dan seperti biasa pula saya jawab;

"lewat yang nggak macet pak...".

Lalu seperti biasanya juga Pak Supir yang selalu saya lontarkan jawaban seperti itu lantas mengernyitkan dahi sambil tertawa nan pasrah;

"waduuuhh... sekarang jalanan udah ga bisa ditebak Mbak... gatau jalur mana yang ga macet... saya nyerah mbak..."

Ya, jalanan di Kota Jakarta tercinta kian hari memang kian menjadi misteri. Entah dimana yang lancar dan sebaliknya. Bisa jadi biasanya suatu jalur arus lalu lintasnya amat bersahabat, tapi di hari lain amat menarik urat.

Saat ini semakin banyak para pengemudi Taksi yang menyerahkan rute yang akan dilalui diserahkan sepenuhnya kepada penumpangnya. Nampaknya ia tak mau ambil resiko terhadap pilihannya. "Nanti saya pilih jalur ini saya kira lancar ternyata macet lagi Mbak, kan saya jadi ga enak..."

Terlihat jelas disini bahwa Jakarta sungguh penuh dengan pesona macet yang tiada tara.

Pernah juga pengemudi taksi yang jelas-jelas berkata "silakan Bu mau lewat mana, saya ngikut aja, takut salah ambil jalur Bu, jadi resiko ditanggung penumpang gitu Bu istilahnya..." hahaha... dia benar-benar sudah pasrah!

Jakarta kini semakin penuh dengan kemacetan di sana sini. Kemacetan yang tak tertebak dan tak pernah bisa diprediksi. Tapi walau demikian kenyataannya masih banyak saja kaum urban yang memutuskan untuk hidup di kota metropolitan ini.

Padahal, jika akan melakukan suatu aktifitas sehari-hari di Ibu Kota ini persiapannya perlu dilakukan sejak beberapa jam sebelumnya. Maksudnya, jika kita ingin bertemu seseorang di suatu tempat, maka kita sudah harus berangkat dari rumah kurang lebih 2 jam sebelum jam perjanjian dengan orang tersebut. Karena apa??? Kita amat perlu mengalokasikan waktu jika saja kita terjebak macet di jalan.

Tapi inilah kenyataannya, magnet dan binar-binar lampu di setiap sudut kota ini telah mampu menarik banyak insan untuk mengadu, berdiam diri dan pada akhirnya menetap disini.

Dari pancaran sinarnya mungkin kota kelahiran saya ini nampak memberikan janji manis tentang kehidupan yang lebih baik jika mencari pundi-pundi disini. Tapi seiring dengan hal tersebut sebenarnya banyak juga gaya hidup orang-orang di kota ini yang mungkin saja tidak seirama dengan mereka punya gaya saat di desa atau kota sebelumnya.

Namun ini adalah pilihan dan setiap orang berhak hidup dengan keputusannya masing-masing. Menjadi yang baik dengan proses pertumbuhan yang baik pula, ataupun memilih jalan pintas yang tidak baik dengan alibi demi meraih tingkat kelayakan hidup yang lebih baik.

Balik lagi ke Taksi, saya kagum dengan para supir taksi yang saya temui. Berjumpa dengan macet setiap hari namun tetap sabar dan ikhlas meniti hari-hari demi tumpukan pundi-pundi, untuk di dunia maupun di akhirat nanti.

(dnu, ditulis di taksi sambil macet sambil nahan pusing sambil nahan laper sambil nahan bete, 3 Juni 2015, 17.26 WIB)

#nulisrandom2015 #NulisRandom2015 #dewinurbaiti

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun