Jakarta kini semakin penuh dengan kemacetan di sana sini. Kemacetan yang tak tertebak dan tak pernah bisa diprediksi. Tapi walau demikian kenyataannya masih banyak saja kaum urban yang memutuskan untuk hidup di kota metropolitan ini.
Padahal, jika akan melakukan suatu aktifitas sehari-hari di Ibu Kota ini persiapannya perlu dilakukan sejak beberapa jam sebelumnya. Maksudnya, jika kita ingin bertemu seseorang di suatu tempat, maka kita sudah harus berangkat dari rumah kurang lebih 2 jam sebelum jam perjanjian dengan orang tersebut. Karena apa??? Kita amat perlu mengalokasikan waktu jika saja kita terjebak macet di jalan.
Tapi inilah kenyataannya, magnet dan binar-binar lampu di setiap sudut kota ini telah mampu menarik banyak insan untuk mengadu, berdiam diri dan pada akhirnya menetap disini.
Dari pancaran sinarnya mungkin kota kelahiran saya ini nampak memberikan janji manis tentang kehidupan yang lebih baik jika mencari pundi-pundi disini. Tapi seiring dengan hal tersebut sebenarnya banyak juga gaya hidup orang-orang di kota ini yang mungkin saja tidak seirama dengan mereka punya gaya saat di desa atau kota sebelumnya.
Namun ini adalah pilihan dan setiap orang berhak hidup dengan keputusannya masing-masing. Menjadi yang baik dengan proses pertumbuhan yang baik pula, ataupun memilih jalan pintas yang tidak baik dengan alibi demi meraih tingkat kelayakan hidup yang lebih baik.
Balik lagi ke Taksi, saya kagum dengan para supir taksi yang saya temui. Berjumpa dengan macet setiap hari namun tetap sabar dan ikhlas meniti hari-hari demi tumpukan pundi-pundi, untuk di dunia maupun di akhirat nanti.
(dnu, ditulis di taksi sambil macet sambil nahan pusing sambil nahan laper sambil nahan bete, 3 Juni 2015, 17.26 WIB)
#nulisrandom2015 #NulisRandom2015 #dewinurbaiti
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H