Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran dari Seekor Cecak

14 Juli 2014   15:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:23 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tau kan binatang Cecak? Merupakan spesies reptil yang sebagian orang bilang ini adalah salah satu hewan yang cukup menjijikan.

Hampir di setiap bangunan pasti ada Cecak sebagai salah satu penghuninya. Di sudut-sudut rumah atau di belahan dinding manapun bisa ditemukan binatang ini.

Langsung saja saya bahas pelajaran apa yang bisa kita ambil dari binatang kecil ini. Karena sesungguhnya saya tidak kuat berlama-lama menuliskan namanya. Tapi bukan berarti saya takut Cecak, hanya sedikit kurang berani :D

Cecak binatang melata yang bergerak dalam hidupnya dengan merayap, salah satunya di dinding rumah. Makanan cecak ialah nyamuk, hewan yang bersayap dan bisa terbang. Jelas memang nyamuk selalu beterbangan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Tuhan mengaugerahkan tubuh cecak lebih besar dari nyamuk yang menjadi mangsanya.
Jika difikirkan dengan akal sederhana, bagaimana mungkin cecak bisa memangsa nyamuk yang gesit menerbangkan tubuhnya. Sedangkan cecak hidup dengan merayap, dan tidak bisa terbang.

Disinilah anugerah lainnya dari Tuhan, telah diberikan kemampuan tersendiri pada lidah cecak untuk dapat secepat kilat menyambar nyamuk yang tampak didekatnya.

Sedikit ajaib ya kalo dipikir-pikir. Cecak yang hidupnya merayap tapi tetap bisa hidup walaupun makanannya ialah binatang yang bisa terbang.

Filosofi kehidupan cecak sangat menarik perhatian saya. Tentang semangatnya mencari makan, tentang ketidakmungkinannya dalam meraih mangsa dan tentang kecepatan lidahnya untuk menangkap nyamuk yang hampir saja melebihi kecepatan cahaya.

Kita sebagai manusia yang notabene sebagai makhluk sempurna, sudah sepatutnya semangat dalam menjalani hidup melebihi semangat hewan melata itu.

Tidak mudah menyerah dan tidak mudah berputus asa. Kegagalan yang terjadi dalam hidup jadikanlah sebagai dinamika yang turut memberi warna di setiap sisinya.

Gagal, coba lagi.

Jatuh, segeralah bangkit berdiri.

Menangis, itu manusiawi.

Tidak ada yang tidak mungkin. Dimata Tuhan semuanya mungkin. Karena Tuhan adalah sebagaimana yang hambanya fikirkan.

(dnu, ditulis sambil macet ngantri keluar parkir dari moll, 13 Juli 2014, 16.16)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun