Mohon tunggu...
Dewi NurAzizah
Dewi NurAzizah Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi Administrasi Negara UIN SUSKA RIAU

Semester 3

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ibu Kota Pindah, Efektifkah?

16 November 2019   13:00 Diperbarui: 18 November 2019   08:30 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ibu kota Indonesia akan pindah dari Jakarta ke lokasi lainnya bukanlah menjadi wacana baru. Rencana pemindahan ibu kota ini sepertinya sudah menjadi rancangan sejak lama. Namun, sampai sekarang belum juga terealisasikan. Sebab, pemindahan ibu kota memang membutuhkan proses yang cukup lama  dengan biaya yang tentunya tidak sedikit. Dan pemindahan ibu kota ini bukan perkara gampang, perlu perencanaan yang matang dengan memikirkan apa saja konsekuensinya atau dampak yang ditimbulkan jika ibu kota pindah.

Sebenarnya, usulan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi lainnya telah didiskusikan sejak Kepresidenan Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden SBY, mendukung ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan overpopulasi Jakarta. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah penduduk DKI Jakarta saat ini mencapai 10,6 juta jiwa dengan luas wilayah hanya 661,5 km. Dapat dibayangkan betapa padatnya DKI Jakarta saat ini.

Seperti yang kita ketahui bahwa penduduk Indonesia selama ini terkonsentrasi di Pulau Jawa, yang mana jumlah keseluruhan penduduk Indonesia sekitar  250 juta penduduk, sedangkan jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Jawa sekitar 160 juta jiwa, yang berarti hampir 58% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa. Pada akhirnya, roda perekonomian pun terpusat di Pulau Jawa saja.

Sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian, Jakarta saat ini memang sudah menanggung beban yang cukup berat, dengan berbagai macam permasalahan yang ada, seperti banjir, buruknya kualitas air sungai karena telah tercemar, bahkan dikabarkan setiap tahunnya permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan sekitar 3-18 cm. Penurunan tanah ini disebabkan oleh beban bangunan gedung dan pengambilan air tanah yang tidak terkontrol.

Dan permasalahan yang tidak kunjung membaik sejak dulu adalah kemacetan yang tiada henti, tidak mengenal waktu karena padatnya kendaraan baik itu kendaraan roda dua maupun roda empat. Dengan kemacetan yang parah ini, masyarakat menjadi sedikit sulit untuk melakukan berbagai kegiatan pemerintahan. Birokrasi yang efektif dan efisien pun sulit diwujudkan, sebab terhambat oleh berbagai permasalahan yang ada.

Maka dari itu, pemerintah pun membuat rancangan untuk memindahkan ibu kota negara ini agar pemerintahan dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibukota ke luar Pulau Jawa. Sebagai informasi, rencana pemindahan ibu kota ini telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 edisi revisi bulan Juni 2019, yang mana proyek ini berada dalam program prioritas nasional nomor 2.

Adapun lokasi yang terpilih menjadi ibu kota baru adalah Kalimantan Timur, lebih tepatnya berada di Kabupaten Panajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, dengan lokasi persisnya yaitu Kecamatan Sepaku di Panajam Paser Utara dan Samboja di Kutai Kartanegara. Pemerintah memilih Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru dengan beberapa alasan, diantaranya:

  1. Lokasi yang strategis, karena berada di tengah-tengah Indonesia
  2. Resiko bencana sangat minim baik banjir, gempa bumi, tsunami dan sebagainya
  3. Berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda
  4. Telah memiliki infrastruktur yang relatif lengkap
  5. Telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180 ribu hektare.

Namun, seiring dengan rencana pemindahan ibu kota ini, berbagai kalangan turut mengkritisi daripada kebijakan pemerintah yang seakan-akan terburu-buru ini. Pro-kontra atas rencana tersebut tentunya tidak bisa dihindari, ada yang menilai rencana tersebut sebagai sebuah gagasan besar dan strategis untuk kemajuan bangsa, namun ada pula yang menilai rencana tersebut sebagai gagasan gila dan pengalihan opini.

Tentunya di negara yang demokratis ini, kita sebagai masyarakat diperbolehkan untuk mengeluarkan pendapat kita demi kemajuan bangsa. Namun, sangat disayangkan tidak sedikit warga negara Indonesia yang terburu-buru "menghakimi" kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.

Adapun salah satu alasan dari sebagian masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan pemindahan ibu kota ini yaitu biaya pemindahan yang sangat mahal. Seperti yang telah diumumkan oleh Presiden Joko Widodo, bahwasanya biaya untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan mencapai Rp. 466 Triliun. Yang mana sebesar 19% akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan sisanya akan didapat dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta investasi langsung swasta dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sebagian masyarakat menilai, dana sejumlah Rp. 466 Triliun ini lebih baik dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat. Seperti misalnya membuka lapangan pekerjaan, mengoptimalkan pendidikan dan kesehatan, mengurangi kemiskinan dan lain sebagainya. Dan masyarakat yang kontra terhadap kebijakan pemerintah ini, menganggap permasalahan yang ada di Jakarta saat ini bukan permasalahan yang sangat serius dan masih bisa diperbaiki, tanpa harus memindahkan ibu kota ke lokasi lainnya.

Namun, menurut penulis rencana pemindahan ibu kota ini adalah keputusan yang lebih baik untuk Indonesia, lebih tepatnya untuk Jakarta. Sebab, Jakarta saat ini sudah menanggung beban yang sangat berat. Bukan hanya soal kemacetan yang parah maupun polusi. Namun ada alasan yang lebih serius lagi yang sedikit menghentak kesadaran semua orang jika mendengar secara baik, yaitu faktor bencana. Dalam hal ini, fungsi Jakarta sebagai ibu kota tidak lagi maksimal lantaran wilayahnya tidak lagi aman dari bencana.

Saat ini, Jakarta mudah dilanda banjir saat hujan deras lantaran fungsi drainase tidak berjalan lancar. Kemudian seperti yang dikatakan diawal tadi, bahwa setiap tahunnya permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan 3-18 cm. Lalu, dengan berbagai permasalahan yang ada ini, mau sampai kapan lagi menunggu untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta? Apakah harus menunggu Jakarta sampai benar-benar hancur?

Sedangkan beberapa waktu yang lalu, seluruh wilayah Jakarta mengalami pemadaman listrik total yang menyebabkan masyarakat satu Indonesia panik. Ibu kota adalah objek vital strategis, jika terjadi sesuatu dengan ibu kota maka Indonesia akan lumpuh, karena pusat pemerintahannya lumpuh. Maka dari itu Indonesia membutuhkan ibu kota yang aman, agar pusat pemerintahan dapat berjalan dengan baik.

Memang, wilayah ibu kota baru nantinya juga tidak bisa dipastikan benar-benar aman dari bencana. Namun, setidaknya untuk saat ini wilayah ibu kota baru yaitu Kalimantan Timur menurut data BMKG merupakan wilayah yang terhindar dari banjir, gempa bumi, tsunami maupun bencana alam lainnya. Maka dari itu, Kalimantan Timur merupakan wilayah yang tepat untuk dijadikan pusat pemerintahan, agar jalannya pemerintahan pun dapat berjalan dengan efektif dan efisien sehingga tujuan daripada kemajuan bangsa Indonesia bisa terwujud.

Kemudian dilain sisi, sejak awal Presiden Joko Widodo menekankan pembangunan yang sifatnya Indonesia sentris. Dan pemindahan ibu kota ke Kalimantan jika dianalisis secara geopolitik merupakan hal yang tepat. Sebab, Kalimantan  itu persis berada di tengah-tengah Republik Indonesia, yang artinya Kalimantan merupakan sentral Indonesia. Yang nantinya diharapkan akan mampu menghilangkan stigma Barat dan Timur. Dan hal ini merupakan sebuah gagasan yang penting untuk pembangunan Indonesia sentris.

Namun, dari berbagai kalangan mempertanyakan apakah pemindahan ibu kota ini akan memperkuat konsep Presiden Joko Widodo soal negara maritim? Menurut penulis, tentu saja iya. Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia itu ada yang namanya ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia). Yang mana salah satu pembagian kawasan ALKI adalah Selat Karimata. Selat Karimata itu sendiri terletak diantara Pulau Sumatra dan Kalimantan. Dan Selat Karimata ini merupakan salah satu selat terbesar di Indonesia. Sehingga Kalimantan merupakan wilayah yang bisa memperkuat daripada konsep pembangunan Presiden Joko Widodo soal negara maritim.

Kemudian, setelah rencana pemindahan ibu kota ini diumumkan secara resmi. Terdapat sebagian masyarakat yang mengkhawatirkan bahwa nantinya jika ibu kota benar-benar pindah, maka wilayah Jakarta tidak lagi menjadi wilayah yang diperhatikan oleh pemerintah. Mereka mengkhawatirkan, nantinya Jakarta akan menjadi kota yang lumpuh. Namun dalam hal ini, pemerintah telah menekankan bahwa pemindahan ibu kota ini bukan berarti seluruh masyarakat Jakarta akan pindah ke Kalimantan, tetapi hanya pusat pemerintahannya sajalah yang akan pindah. Dan Jakarta akan tetap menjadi pusat perekonomian.

Seperti halnya dengan negara-negara lainnya yang juga memisahkan antara pusat perekonomian dan pusat pemerintahan. Sebab, pusat pemerintahan membutuhkan wilayah yang aman, nyaman, tidak riuh dengan berbagai kegiatan perekonomian sehingga para aparatur negara pun dapat bekerja dengan baik dan keperluan masyarakat terhadap pemerintahan pun nantinya akan lebih mudah.

Akan tetapi, meskipun penulis mendukung kebijakan pemindahan ibu kota ini, bukan berarti tidak ada catatan sama sekali. Tentunya ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebelum memulai proses pemindahan ibu kota, diantaranya adalah:

  1. Memperhatikan aspek lingkungan, yang mana jangan sampai pemindahan ibukota ini juga kemudian nantinya akan menghasilkan permasalahan yang jauh lebih banyak. Seperti misalnya deforestasi yang berlebihan. Jadi, dalam proses pembangunan ibukota yang baru ini setidaknya lebih mengedepankan tingkat efektivitas dan efisiensinya. Bisa jadi dengan lahan yang tidak terlalu banyak, tetapi pembangunannya bisa dimaksimalkan dengan cukup memilah pembangunan mana yang sekiranya penting untuk pusat pemerintahan sehingga tidak akan terjadi deforestasi.
  2. Memperhatikan aspek sosial, yang mana ibukota baru nantinya tidak dibenarkan akan menimbulkan kesenjangan sosial yang baru pula. Dan jangan sampai merampas hak-hak masyarakat adat yang ada di sana. Kemudian, terkait dengan ASN yang bekerja dilingkup kementerian maupun lembaga pemerintahan lainnya yang mana juga diharuskan untuk pindah ke ibu kota yang baru, sebaiknya pemerintah tidak hanya menggunakan pendekatan politik kekuasaan, tetapi juga dengan pendekatan sosial kultural sehingga para ASN nantinya dapat menerima kepindahan tersebut dengan baik dan kedepannya juga tentunya diharapkan dapat bekerja lebih baik lagi.

Dan terakhir, tentunya penulis sangat berharap kepada kebijakan pemerintah ini yang mana diharapkan setelah ibu kota benar-benar pindah dari Jakarta ke Kalimantan dapat merubah stigma mengenai birokrasi di Indonesia. Tentunya, setelah ibu kota pindah ke Kalimantan, maka yang paling pertama ada dibayangan kita adalah terwujudnya birokrasi yang jauh lebih efektif dan efisien. Sebab, pusat pemerintahan tidak lagi terganggu dengan berbagai permasalahan baik itu yang berasal dari bencana alam maupun hiruk pikuknya kegiatan masyarakat. Maka dari itu penulis pun berharap para aparatur negara dapat bekerja dengan lebih baik lagi sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang jauh lebih efektif dan efisien.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun