Mohon tunggu...
dewinta asmara albajuri
dewinta asmara albajuri Mohon Tunggu... Lainnya - siswi : mahasiswi

cintai diri sendiri yuk!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Kala Dewasa

5 Februari 2021   08:09 Diperbarui: 5 Februari 2021   08:27 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewinta Asmara Albajuri (07) - XII MIPA 5 

Novel

Tema : Inspiratif

Judul : Dikala Dewasa

Dikala dewasa? "Gangguan mental" atau "Bahagia"

Pada tanggal 30 Maret 1999, seorang perempuan dengan keadaan sedang mengandung datang sendirian ke Rumah Sakit Sersan Bajuri. Tak ada yang tahu bahwa pasien ini telah mengalami pembukaan 9 dan siap untuk melahirkan. Tepat pukul 03.30 WIB lahirlah putri cantik ke dunia nyata. Misythania Caroline Hylavia, nama bayi perempuan yang baru saja lahir di Bandung.

Dari kecil Misy lebih sering diasuh dengan nenek kakeknya. Kedua orang tuanya sibuk bekerja karena saat itu ekonomi mereka sangat kesusahan. Hingga pada akhirnya, tahun 2005 nenek dan kakeknya meninggal dunia. Dan itu mengharuskan Misy sepenuhnya diurus oleh ibu dan ayahnya.

Misy kini hanya tinggal dengan ibunya, Lereen Amistha Hylavia. Lereen sosok yang lemah lembut dan baik hati. Beliau adalah lulusan terbaik Universitas Harapan Bangsa jurusan Bahasa Inggris dan ia kini menjadi dosen disana. Maka tak ada yang aneh jika Misy sangat lancar berbahasa Inggris. Berbeda sekali dengan ayahnya, Baresta Crodiye Hylavia. Beliau sosok yang tegas, disiplin, dan ringan tangan. Ia bekerja sebagai TNI-AL. Karena menjadi angkatan militer, Baresta harus berpisah dengan Lereen dan Misy karena ia dipindahtugaskan di Papua Barat.

Mengingat Lereen merupakan sosok dosen, ia lebih menghabiskan waktunya dengan mengurusi para mahasiswa. Lereen memiliki mindset bahwa "anak akan bisa sendiri dengan lingkungannya". Hubungannya dengan Misy pun tak begitu dekat layaknya ibu dan anak pada umumnya. Itu dikarenakan Misy saat kecil lebih sering bersama nenek kakeknya. Misy hanya akan berbicara kepada Lereen jika meminta uang bulanan, jika tak ada hal lain Misy tak pernah berbicara dengan ibunya.

Kini Misy duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dimana masa pubertas dimulai. Seharusnya di masa pubertas ini, semua anak mulai mencari jati dirinya. Mulai dari bergaul dengan sesama, mengikuti banyak kegiatan, dan aktif di sekolah. Tetapi berbeda 180 derajat  dengan Misy. Anak satu ini cenderung berdiam diri sendirian, dan itu membuatnya tak punya teman.

Karena Misy yang senang sendirian, ia sering dijuluki "si anak hantu". Keberadaan Misy pun sering tak dianggap oleh teman-temannya. Dari pagi hari hingga waktu pulang sekolah, ia benar-benar sendirian. Bahkan Misy pernah dihadang oleh kakak kelasnya dengan tujuan untuk memberikan pelajaran sosial katanya. Akan tetapi ia malah ditampar, didorong, dan dicaci maki. Dia pun  pernah hampir terkena pelecehan seksual, akan tetapi berhasil kabur karena ada guru yang melihatnya menangis ketakutan.

Satu tahun pertama di SMP, Misy terlihat baik-baik saja. Akan tetapi saat masuk tahun kedua, Lereen mulai menyadari sesuatu hal yang tak lazim pada anaknya. Misy sering kali terlihat cemas, khawatir, bahkan sampai menangis tanpa sebab. Lereen mulai mengamati gerak-gerik Misy selama 1 minggu. Tetapi tak ada perubahan, malah sang anak bisa nangis histeris sampai ketakutan. Tak ada cara lain, Lereen harus segera membawa anaknya itu ke Psikolog.

Benar saja, Misy mengalami gangguan mental. Hati ibunya hancur dan tak kuasa menahan air matanya. Psikolog bilang, Misy mempunyai gangguan kecemasan yang tak biasa. Bahkan jika Lereen telat membawanya ke psikolog, sang anak bisa saja mempunyai niat untuk mengakhiri hidupnya. Mendengar hal itu, Lereen tidak ada niat sama sekali langsung untuk mengabari suaminya, karena ia takut malah sang anak akan dimarahi bahkan disabet memakai sabuk khasnya. Lareen ingin sang suami mengetahui keadaan sang anak yang baik-baik saja.

Karena penyakit gangguan mental ini, Misy mulai berobat jalan dengan psikolog itu. Proses penyembuhan menggangu aktivitas Misy di sekolah. Akhirnya sang ibu mengambil keputusan untuk melakukan home schooling demi mental sang anak. Keputusan Lereen membuat Misy makin menjadi anak yang tak gampang bersosialisasi dan sukar untuk mendapatkan teman.

Sudah berjalan sekitar 1 tahun proses penyembuhan itu, Lereen senang melihat putri tercintanya sudah mulai bisa mengontrol emosinya itu. Akan tetapi, ia harus mengamati perubahan sang anak hingga sembuh total. Karena ia sadar, sang anak seperti ini karena kekurangan perhatian darinya. Akhirnya Misy lulus SMP dan hubungannya dengan Lereen pun sudah semakin membaik.

Hari libur pun datang, Leeren meminta sang suami untuk pulang ke Bandung karena sudah 3 tahun lebih tidak bertemu.

"Mas pulang ya, ada hal penting yang ingin kuceritakan." Kata Lereen.

"Iya, besok persiapan pulang." Saut suaminya.

Selang beberapa hari, Baresta pun sampai dirumah. Lareen langsung menceritakan keadaan anaknya 1 tahun kebelakang ini. Tanpa berpikir panjang, Baresta langsung memarahi sang istri karena ia menganggap istrinya tak benar mengajari anaknya. Dan Baresta langsung menghampiri Misy, diikuti oleh istrinya.

"Misythania Caroline Hylavia, apa yang terjadi padamu sebenarnya?" Tanya Sang ayah dengan nada yang sedikit tinggi.

"Hah? Ayah? Kapan pulang? Aku gapapa kok yah." Jawab Misy.

"Apa salah ibumu hingga kau memiliki gangguan mental?" Tanya Baresta dengan muka yang memerah dan posisi siap memukul Misy.

"Cukup ayah, ini bukan salah ibu ataupun salahmu yah. Aku hanya merasa sendirian di dunia ini. Aku tak punya teman, aku tak punya siapa-siapa. Aku takut yah, aku butuh kasih sayang kedua orang tuaku." Jawab Misy dengan nada ketakutan sembari menyumput di belakang badan ibunya.

Mendengar perkataan yang baru saja diucapkan oleh Misy, Baresta langsung memeluk putri dan istrinya. Baresta sadar, bukan hanya Lareen yang salah, tetapi ia juga. Ia hanya memikirkan profesinya yang jauh dari keluarga.

"Maafkan aku nak, aku benar-benar menyesal." Kata Baresta dengan nada lirih.

Keeseokan harinya saat semua keadaan kembali normal, Baresta menyarankan untuk pergi berlibur sebagai tebusan atas rasa bersalahnya dan kebetulan juga sudah lama tidak berlibur bersama. Inilah yang sebenarnya Misy harapkan. Raut kebahagian yang selama ini terpendam pun mulai muncul di wajah Misy. Akhirnya ia merasakan apa yang dinamakan keluarga dan kasih sayang dari orang tuanya.

Banyak hal yang sudah Misy lalui. Mulai dari jatuhnya air mata hingga munculnya senyum paling membahagiakan yang pernah ia keluarkan. Jika hal-hal yang Misy sudah alami ini bisa diibaratkan sesuatu, bayangkan saja ketika sedang menaiki wahana histeria dan roller coaster disaat bersamaan, berlika-likunya trek roller couster dan turun naiknya gerakan histeria yang membuat jantung hampir copot, tapi disaat itu pula muncul rasa puas dan menyenangkan yang tidak tertandingi.

Awal tahun ajaran pun dimulai, Lereen memutuskan untuk memperbolehkan Misy bersekolah seperti biasa. Lalu Misy pun bersekolah di SMA 11 Bandung. Perjuangan Misy dimulai kembali saat ia dikala dewasa dan berusaha melupakan sebentar gangguan mentalnya.

Masa awal SMA diawali dengan banyaknya kicauan yang membuat Misy berpikir "Masa-masa SMA itu menyenangkan" seperti kata halayak tidaklah cocok dilabelkan padanya. Banyak kejadian tidak menyenangkan yang kembali berulang, mulai dari pembullyan dan body shaming yang dilontarkan lewat ucapan indah yang menusuk, itu membuat Misy mulai menutup diri "kembali" dari diri sendiri dan banyak orang.

Memang terdengar klise seperti yang diceritakan dibanyak buku dan film, tapi saat kalian yang menjadi objek dari hal tersebut, kalian akan merasakan dampak dari pembullyan itu. Beruntungnya, saat Misy SMA memiliki sahabat-sahabat yang selalu menemaninya disaat-saat sulit itu.

Hari demi hari berlalu hingga sampai pada titik dimana akhirnya telinga Misy sudah menjadi kebal terhadap kata-kata indah yang mereka lontarkan. Ia sudah tidak lagi bersusah payah memikirkan hal tersebut dan kepercayaan dirinya mulai terbangun kembali, dan juga mulai membuka diri dengan diri sendiri.

Tak terasa ini adalah tahun terakhir Misy di SMA. Sebagai manusia yang sudah hidup selama 17 tahun, jika dibandingkan dengan banyak manusia yang lebih tua darinya, memang bisa dikatakan Misy ini hanyalah seorang anak yang sedang beranjak dewasa. Tetapi bicara tentang dewasa, "Apa sih dewasa itu?"

Pertanyaan itu sering muncul dikepalanya, jika yang sudah menginjakan kaki di angka 17 ini disebut beranjak dewasa, "Apakah dewasa itu dilihat dari semakin besarnya jumlah angka yang disebut usia?"

Dari semua proses hidup selama 17 tahun ini, Misy menemukan jawaban dari segala pertanyaan yang selalu memutar di otaknya. Misy menjadi sadar kalau dewasa itu bukan sekedar usia yang semakin bertambah, tetapi dewasa itu cerminan diri sendiri dalam pola berpikir dan bersikap. Banyak orang yang secara usia dapat dikatakan "dewasa", tetapi dari sikap dan cara dia berpikir tidak mencerminkan bahwa dia adalah seseorang yang dewasa.

Tempaan dari banyaknya pengalaman pahit dan manis telah menguatkan tekad dan pikiran Misy untuk membentuk sikapnya pada saat ini.

Dikala dewasa Misy pun menjadi tahu banyak hal. Always be kind to yourself and to one another, karena kita hidup tidak sendirian. Mungkin jika kalian mengalami hal yang sama, kalian bisa menahannya itu dengan sendirian. Tapi yakinlah jika kita melewati hal itu secara bersamaan, akan menjadi lebih mudah. Jangan jadikan hal bodoh yang pernah dilakukan orang lain kepada kita, juga kita lakukan ke orang lain. Itu sama saja kita tidak jauh berbeda dengannya.

Akhirnya perjuangan Misy lewati penyakitya itu sudah berhasil. Leeren dan Baresta sangat senang melihat putri satu-satunya itu menjadi sosok yang bahagia. Misy memilih bahagia daripada terpuruk dalam penyakit gangguan mental. Gangguan mental yang dialami Misy telah membuatnya menjadi sosok yang benar-benar dewasa dikala dewasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun