Mohon tunggu...
Dewinta Anjani Agustin
Dewinta Anjani Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif Program Studi S1 Gizi Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Dugaan Malpraktik Usus Buntu, Pasien Disebut Kurang Gizi, Kuasa Hukum Layangkan Surat ke Kode Etik IDI

23 Maret 2024   02:20 Diperbarui: 23 Maret 2024   14:35 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.gatra.com

Direktur LBH Bima Sakti Palembang, Muh Novel Suwa SH MM MSi menjelaskan, setelah mendengar dan melihat langsung kondisi pasien CY, pada tanggal 6 Februari 2023 pasien CY disarankan kembali ke RSUP Mohammad Hoesein Palembang dan sesuai jadwal kontrol. Beliau juga mengatakan bahwa Saat itu dokter yang bertanggung jawab menyatakan bahwa pasien harus dilarikan ke UGD RSUP Moh Hoesin untuk dilakukan pemeriksaan kembali. Dan ternyata, pasien harus dilakukan tindakan operasi yang kedua dengan alasan appendicitis akut supuratif pada appendiks. 

Pada Kamis tanggal 7 Februari 2023 dilakukannya operasi kembali pada pasien dan hingga saat ini kondisi pasien masih belum membaik serta masih mengalami keluhan seperti keluarnya sebuah cairan berwarna kuning yang secara terus menerus dan mengalami kesakitan pada bagian perut kanan bawah. Untuk sementara waktu, pasien masih terbaring lemah di ruang perawatan di RSUP Mohammad Hoesin  Palembang. Direktur LBH menduga adanya malpraktik yang dilakukan oknum dokter saat melakukan operasi pertama terhadap pasien dan akan melayangkan surat somasi kepada Direktur RSUP Mohammad Hoesin.

Pada Selasa 28 Februari 2023, tim kuasa hukum CY dari LBH Bima Sakti Palembang dipanggil untuk dilakukan mediasi  terkait somasi yang dilayangkan kepada manajemen RSUP Mohammad Hoesin Palembang. Mediasi dihadiri langsung oleh Direktur Utama (Dirut) RSUP Dr Mohammad Hoesin Dr dr Siti Khalimah SpKJ, MARS dan sejumlah pejabat. Direktur LBH menyayangkan pernyataan salah seorang direksi RSUP Moh Hoesin yang menyebut lambannya proses penyembuhan pasien akibat mengalami gizi buruk yang tak semestinya pernyataan itu disampaikan dan harusnya pihak RSUP Moch Hoesin serius dalam menangani hal tersebut. Pihak LBH akan melaporkan oknum yang mengeluarkan pernyataan gizi buruk itu kepada komisi etik Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Dalam dugaan malpraktik usus buntu pada kasus ini, tim dokter yang menangani dapat terjerat pasal berlapis, yakni pasal 359 dan 360 KUHP yang didasari dengan kurangnya ketelitian dalam menerapkan prosedur operasi dan pasca operasi yang berdampak terhadap pasien. Hal ini dipertegas dalam pasal 361 KUHP yang memberikan ancaman pidana lebih berat berupa pencabutan lisensi. Selain itu, pihak RSUP dapat terjerat pasal 19 Ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 terkait tuntutan ganti rugi.

Dalam artikel tersebut hanya menyebutkan bahwa kuasa hukum pasien telah mengirimkan surat ke kode etik IDI, tetapi tidak dijelaskan apakah pihak rumah sakit atau dokter yang bersangkutan telah memberikan tanggapan atau klarifikasi lebih lanjut terkait kasus ini. Sehingga belum diketahui dengan jelas hasil keputusan dari kasus ini.

Sehubungan dengan adanya kasus dugaan malpraktek usus buntu pada pasien yang disebut kurang gizi oleh tim dokter di RSUP Mohammad Hoesin Palembang, dapat disimpulkan bahwa dokter dan tenaga kesehatan harus melakukan penilaian komprehensif dan evaluasi secara menyeluruh terhadap kondisi pasien sebelum menetapkan diagnosis atau melakukan tindakan medis. Tidak hanya itu, pasien harus diberikan informasi dan edukasi yang jelas dan terbuka tentang kondisi kesehatan mereka sebelum dan sesudah operasi, pilihan pengobatan yang tersedia, dan risiko yang mungkin terkait dengan prosedur tindakan medis juga harus diinformasikan secara signifikan dan transparan.

Oleh karena itu, membangun komunikasi yang transparan antara dokter dan pasien maupun keluarga pasien sangat penting, sehingga pasien memiliki pemahaman yang baik tentang kondisinya dan memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait perawatan medis yang dibutuhkan dan harus dilakukan. Disamping itu, dokter juga harus mengacu pada kode etik dokter Indonesia dan apabila dokter lalai dalam menjalankan tugas yang berpatokan pada kode etik yang telah ditetapkan, maka dokter dapat dikenakan sanksi oleh Ikatan Dokter Indonesia. Dokter juga dapat dijadikan tersangka jika dugaan malpraktik terbukti dilakukan.

Tim Penulis : Kelompok 8 Gizi 2022 B

1. Fitratul Maghfirah (22051334044)

2. Dewinta Anjani Agustin (22051334048)

3. Febianti Nur Aisyah (22051334066)

4. Syifa' Itminanil Qolbi (22051334076)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun