"Kita tidak tahu bagaimana perasaan orang yang jadi korban. Jika orangnya cuek mungkin tidak masalah, tapi bagaimana jika korbannya cenderung bawa perasaan (baper)" ujar Elizabeth seorang psikolog beberapa waktu lalu. (Dilansir https://health.detik.com/)
Padahal hal ini menimbulkan dampak negatif terhadap psikologis pada korban karena dituntut untuk sempurna. Dampak tersebut banyak membuat korban tidak percaya diri, menarik diri, cemas, bahkan hal terburuknya bisa menyebabkan eating disorder, anoreksia, dan depresi.
Namun hal tersebut sudah disadari anak muda yaitu gen Z untuk tidak ambil pusing pada orang yang melakukan body shaming "sekarang ini lebih fokus mencintai diri sendiri dan tidak terlalu mendengarkan ucapan yang menyakiti perasaan kita.Â
Lagipula ini tubuh kita, kita yang paling mengerti. Jangan sampai mendengar ucapan orang lain membuat mental kita down." imbuh Hanin narasumber lainnya.
Gen Z saat ini sadar betul bahwa body shaming harus dihentikan dengan memberi edukasi sejak dini, bijak dalam bertutur kata, dan lebih menghargai perasaan orang lain, tidak lupa memberi dukungan kepada orang yang mengalami body shaming, terlebih bentuk tubuh setiap orang berbeda. Karena orang-orang biasanya tidak sadar bahwa mereka telah melakukan body shaming kepada orang lain.Â
Maka dari itu, penting untuk memikirkan perkataan agar tidak menyakiti perasaan orang lain. Meskipun perkataan yang dimaksud mungkin sekadar bercanda, namun hal tersebut dapat berdampak besar bagi mental orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H