Mohon tunggu...
Dewi Murniati
Dewi Murniati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Terbuka

seorang mahasiswa yang ingin kembali menekuni dunia fiksi dengan segala imajinasi dan kreasi tanpa ada sensasi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rumah Tanpa Aliran PDAM

25 Maret 2023   14:28 Diperbarui: 25 Maret 2023   14:32 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum menempati rumah, seringkali kita memperhatikan sambungan listrik, air, dan kemudahan aksesnya menuju pusat belanja dan lainnya. Tapi bagaimana dengan rumah yang letaknya di pegunungan curam dengan akses jalan yang baru diratakan eskavator? Tentu air akan sulit untuk mencapai rumah tersebut. Alhasil kita mesti membangun saluran air sendiri menggunakan pompa air. Seperti rumah yang saya tempati, terdapat dua bak penampungan air hujan berukuran 3x3 meter dan tinggi sekitar 1 meter lebih untuk air cadangan masak dan mencuci. Jika pompa sedang macet (tidak bisa penyala), kami hanya mengharap air hujan untuk dapat memenuhi kebutuhan. Setiap bulan bapak rutin menguras air bak yang telah mengendap  menjadi butiran hitam. Sebab jika jarang di bersihkan, bak akan tumbuh lumut dan menjadi tempat jentik-jentik bersarang. Biasanya bapak menutup salah satu bak agar air hujan tidak masuk, sehingga memudahkan bapak untuk menguras bak.

Untuk menghemat penggunaan air, terkadang ibu saya menggunakan air bilasan beras untuk mencuci piring dan menyiram tanaman. Sedangkan untuk keperluan mencuci baju menggunakan air hujan. Daerah pegunungan yang minim saluran pembuangan membuat kami berpikir keras agar air dapat diserap dengan baik oleh tanah. Terkadang ibu mengendapkan air bekas rendaman pakaian selama beberapa jam agar seyawa antara detergen dengan air terpisah. Dengan begitu air dapat dibuang dan diserap oleh tanah untuk disaring secara alami.

Jika musim kemarau tiba, terkadang kami menggunakan air galon untuk keperluan masak dan minum. Sedangkan untuk mck kami menggunakan air dari pompa yang cenderung keruh. Untuk rumah yang minim aliran air macam ini, perlu diperhatikan dalam penggunaan saluran pembuangan, khususnya kloset. Sebisa mungkin tidak membuang barang bekas yang memicu tersumbatnya saluran. Setiap seminggu sekali bapak melakukan pengecekan saluran pipa untuk membersihkan sisa sampah yang mungkin tidak sengaja terbuang. Tak lupa dengan saluran keran yang terkadang ada sumbatan debu di dalamnya, serta mengganti saluran pipa yang bocor dan sebagainya.

Dengan melakukan perawatan dapat membuat saluran air awet pemakaiannya. Sebab yang namanya saluran, mesti ada sumbatan baik oleh debu, sisa sampah saat mencuci piring dan kotoran-kotoran lainnya yang tidak kita ketahui. Tinggal di daerah pengunungan yang minim akses air pemerintah bukan berarti tak bisa melakukan perawatan terhadap instalasi air. Penampungan kecil pun perlu dirawat, bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun