Mohon tunggu...
Dewi Melati
Dewi Melati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Program Studi Televisi dan Film Universitas Jember.

Saya perempuan anak bungsu di keluarga. Memiliki hobi membaca buku novel dan menulis beberapa puasa hingga cerita pendek membuat saya tertarik dalam dunia media digital. Saya juga memiliki bisnis online shop hijab perempuan yang sedang berkembang. Bermodal dari itu saya belajar untuk menggunakan media sebagai tempat promosi saya.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Mengelola Warisan Budaya di Museum Huruf Jember

12 Juni 2024   11:50 Diperbarui: 12 Juni 2024   13:29 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Museum huruf yang berada di Jl. Bengawan Solo No.27, Tegal Boto Lor, Sumbersari, Kec. Sumbersari, Kabupaten Jember adalah salah satu bangunan tempat warisan budaya di kabupaten Jember. Berdiri pada 30 Agustus 2017, museum huruf kini sudah hampir 7 tahun menjadi media yang memperkenalkan aksara dan bahasa kepada masyarakat.
Eri Wijayanto, beliau adalah pengelola sekaligus pemilik dari Museum Huruf yang berada di jalan Bengawan Solo, Tegal Boto Lor, Sumbersari, Jember. Beliau mengelola Museum Huruf selama 7 tahun ditemani oleh kawan volunteernya, yakni Hammam Suwardi.
Museum Huruf bermula dari satu komunitas yang pada kala itu berkumpul di sebuah kafe, mulai dari komunitas seni rupa, desain, dan foto. Kemudian ada salah satu teman yaitu pak Ade mengusulkan untuk mendirikan sebuah museum. Dari beberapa obrolan mereka menemukan kronologi dan history line dari Sejarah Huruf. 

Huruf merupakan suatu simbolisasi untuk menyampaikan suatu hal yang sifatnya metafisis atau fisis, bahasa atau lain sebagainya. Setelah banyak berdiskusi mereka merasa dibohongi oleh ilmu pengetahuan modern, jadi mereka lebih banyak berdiskusi tentang ilmu pengetahuan lama. Dan itu memotivasi mereka untuk menemukan apa itu kebudayaan nusantara yang sebenarnya.
Bagi Bapak Eri semua dilakukannya secara sukacita, beberapa kesulitan dalam mengelola museum seperti waktu pandemi berlangsung. Namun, beliau tetap konsisten. Asalkan konsisten semua kesulitan dapat dilalui, begitu ujarnya.
Bapak Eri sedari remaja sudah banyak melakukan kegiatan seni, menurutnya memahami kehidupan seni sama saja dengan menggeluti banyak hal. Dan lika liku yang dihadapipun sama seperti orang lain, hanya saja pandangan tentang objek-objek seni saja yang membedakan beliau dengan orang lain. 

Seni menurut beliau bukanlah hal yang istimewa, karena memang Bapak Eri berada di dunia seni itu sendiri.
Beliau berpendapat bahwa setiap orang adalah seniman, karena semua mempunyai visi atau pandangan tentang hal-hal yang sifatnya artistik. 

Semua orang bisa menilai sesuatu sesuai dengan selera masing-masing, jadi pandangan beliau tentang seniman itu bukan hanya seseorang yang melakukan kegiatan seni, melainkan memiliki hasrat untuk seni itu sendiri. Disaat kita menciptakan karya, seorang seniman berfikir bahwa karya itu tidak membutuhkan penilaian dari orang lain, melainkan untuk kepuasaan diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun