Banyak orang terkejut ketika pemerintah mengkaitkan Pondok Pesantren Al Zaytun dengan kegiatan terorisme. Karena selama ini Ponpes yang dipimpin oleh Panji Gumilang ini memang tidak pernah kedapatan melakukan kegiatan radikal seperti terlibat dengan pengeboman atau aksi bunuh diri yang melibatkan para tokohnya, para santinya, para alumninya maupun simpatisannya.
Ini amat berbeda dengan ponpes al Mukmin Nguki Solo yang dimiliki oleh Abu Bakar Baasyir. Ponpes ini ditengarai terlibat pada banyak kegiatan radikalisme maupun terorisme, baik santrinya maupun alumninya. Bahkan beberapa tahun lalu Abu Bakar Baasyir merupakan narapidana teroris yang dikaitkan dengan pendanaan kegiatan radikal di Aceh. Setelah itu, Baasyir dilepaskan karena pertimbangan usia dan kesehatan. Saat ini Baasyir sudah mengakui Pancasila dan saat peringatan kemerdekaan lalu, ybs sudah merayakan peringatan kemerdekaan Indonesia.
Jika Anda banyak mengulik soal Abu Baka Baasyir dan sahabatnya Abdullah Sungkar pasti mengetahui kenapa keduanya terutama Baasyir (setelah Sungkar wafat) menjadi sosok yang berbahaya . Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, keduanya dibidik debaai sosok yang tidak mengakui azaz tunggal Pancasila. Keduanya dituduh sebagai bagian dari kelompok Hispam (Haji Ismail Pranoto) seorang tokoh Darul Islam (DI) wilayah Jawa Tengah. Untuk diketahui keduanya memang sangat dekat dengan para aktivis DI / TII pada era tahun 1970-an untuk mewujudkan Negara Islam Indonesia (NII) sampai tahun 1993 dimana dia mendirikan Jamaah Islamiyah (JI) dengan dasar yang sama yaitu menegakkan syariat Islam.
Kegiatan dakwah keduanya kemudian terasa dibatasi oleh pemerintah dan kemudian sepakat untuk pindah ke Malaysia. Wilayah Malaysia kemudian menjadi titik perjumpaan keduanya dengan para jihadis global untuk menegakkan syariat Islam sesuai pemahaman mereka, termasuk Afganistan yang menjadi ladang aktualisasi mereka.
Ada yang sama dan ada yang berbeda dengan Panji Gumilang sebagai pimpinan Al Zaytun. Sama dengan duo Sungkar dan Baasyir, Panji Gumilang yang sebelumnya bernama Abu Toto memang seorang tokoh NII. Atas kesaksian banyak pihak, Panji Gumilang bertanggung jawab atas Komandemen Wilayah (KW) 9 di Jabodetabek. NII memang mengidentifikasi kelompoknya sesuai wilayah, yaitu KW 1 di Priangan Utara, KW 2 di Jawa Tengah, KW 3 di Jawa Timur, KW 4 di Kalimantan, KW 5 di Sulawesi, KW 6 di Aceh, KW 7 di Priangan Selatan, KW 8 di Lampung, dan KW 9 di Jabodetabek.
NII KW 9 inilah kemudian menjelma sebagai Ponpes Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Adah Jaelani, selaku Imam Besar NII membai'at Abu Toto alias Panji Gumilang sebagai penerusnya. NII KW 9 dibawah Panji Gumilang berubah, yaitu fokus pada kegiatan pendanaan. Selain itu mereka ditengarai menyimpang dari Islam yang kemudian memicu konflik sosial di masyarakat.
Penyimpangan dan benang merah keterkaitan mereka dengan NII memang tidak dapat ditolelir. Itulah sebabnya, kenapa kasus ini kemudian "meledak" seperti sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H