Saat ini, beberapa pihak menuding bahwa pemerintah sudah melakukan kriminalisasi ulama dan tidak dibenarkan secara sejarah, etika dan agama. Namun di sisi lain, banyak pihak yang mendukung karena para ulama itu sudah bertindak yang tidak seharusnya. Saat itu kita tahu bahwa penyakit Covid-19 masih dalam taraf puncak penularan dan belum ada vaksin, seorang ulama (dan keluarganya) yang terkait dengan FPI dengan sengaja melakukan penghasutan keadaan dirinya soal swab di sebuah RS di Bogor. Hasil swab itu dirahasiakan sampai menyebabkan silang pendapat dan berujung penyebaran hasutan dari yang bersangkutan, sehingga aparat memutuskan untuk menangkap ulama itu dan memprosesnya di pengadilan.
Kasus terakhir yang disebut masyarakat sebagai kriminalisasi ulama terjadi pada pemimpin Khalifatul Muslimin (KM) yaitu Abdul Qodir hasan Baraja. Abdul Qodir pernah ditahan terkait aktivitas terorisme antara lain peledakan bom di Candi Borobudur pada bulan Januari 1985 dan pada tahun 1979. Agak berbeda dengan HTI soal ke khilafahan, KM berpendapat bahwa mereka masih mau mengakui Indonesia, tetapi kekhalifahan harus ada di negara ini. Artinya mereka menginginkan negara berdasarkan syariat Islam dalam negara Indonesia. Kita tahu bahwa itu tidak mungkin.
Dua hal di atas adalah contoh dengan apa yang disebut oleh beberapa kalangan dalam masyarakat sebagai kriminalisasi ulama. Sekitar tahun 2021 Saiful Mujani research and consulting melakukan survey soal kriminalisasi ulama. Survey nasional itu menunjukkan bahwa mayoritas warga beragama Islam tidak percaya jika pemerintah melakukan kriminalisasi ulama.
Sekitar 60% warga Muslim tidak percaya pemerintah melakukan kriminalisasi ulama, sementara yang percaya 27%," kata Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad seperti dikutip beberapa media. Survey itu melibatkan sekitar 1.064 responden.
Sejalan dengan itu, survei juga menemukan bahwa 54% warga Muslim tidak percaya bahwa keinginan umat Islam sekarang sering dibungkam oleh pemerintah/negara. Yang percaya 32% dan tidak menjawab 14%. Sekitar 54% warga Muslim tidak percaya bahwa dakwah Islam sering dibatasi atau dihalang-halangi oleh pemerintah. Yang percaya 32% dan tidak menjawab 13%. Di sisi lain, 55% warga Muslim menyatakan tidak setuju dengan gagasan agar pendakwah agama (ustaz, pendeta, pastor, biksu) harus mendapat izin dari pemerintah. Yang setuju 38%, dan ada 7% yang tidak menjawab.
Dari hasil itu meski sebagian besar masyarakt menyatakan tidak percaya bahwa pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap ulama, namun hasil itu menyisakan fakta bahwa memang ada sebagian masyarakat yang yakin ada kriminalisasi ulama dan bukan penegakan hukum demi keberadaan bangsa dan negara.
Kriminalisasi ulama atau dalam hal ini kriminalissi ajaran Islam sebenarnya adalah narasi yang menyesatkan. Narasi ini sering muncul dari beberapa kelompok sebagai pembelaan terhadap gerakan mereka yang bertentangan dengan ideologi dan falsafah negara. Mereka dengan sengaja membenturkan nilai mereka dengan nilai kebangsaan. Sehingga masyarakat yang tidak sepenuhnya mengerti hanya paham bahwa negara seakan menghalangi umat muslim dalam mencaai cita-citanya.
Hal-hal seperti inilah yang seharusnya diluruskan. Ulama seharusnya paham bahwa ajaran agama tidak selalu harus bertentangan dengan dasar dan kehendak negara. Indonesia tidak mungkin berdasarkan syariat islam karena sejak awal dia berasal dari keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H