Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Spirit Hijrah Nabi dan Toleransi

4 September 2019   05:14 Diperbarui: 4 September 2019   05:25 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun baru Islam atau hijriah tahun inijatuh pada tanggal 1 September lalu. Kedatangan tahun Baru seperti ditulis di buku dan media soal Hijrah itu adalah bahwa seseorang harus memperbanyak muhasabah (refleksi diri) dan I tibar (mengambil pelajaran) atas tahun lalu.

Seperti halnya meninggalkan tahun yang sudah berlalu dan menyongsong tahun ke depan seseorang pasti melakukan  refleksi. Refleksi ini dilakukan untuk kebaikan dirinya sendiri, antara lain dengan membangun mental diri sendiri atau berusaha untuk paham kesalahan-kesalahan yang sudah dibuat alias koreksi diri.

Koreksi diri itu penting mengingat sebuah koreksi identik dengan mengakui kesalahan dan lantas memperbaiki kesalahan itu untuk masa depan. Di sisi lain koreksi diri itu juga tak mudah karena harus mampu mengendapkan ego.

Karena itu hijrah dan tahun baru Islam seakan membuat kita untuk berubah dari hal atau kelakuan yang tidak baik menjadi baik. Tidak rajin menjadi rajin. Cuek menjadi empati. Perubahan-perubahan itu hakekatnya mengubah hal negative menjadi positif. Membangun rasa positif itu penting karena berpengaruh pada hal lain yang sedang hadapi semisal rasa positif dalam keluarga, dalam berbangsa dan bernegara dan hidup bersama-sama masyarakat lain yang berkeadilan sosial.

Disinilah sesungguhnya arti hijrah. Yang tidak berarti pindah ke hal yang eksklusif dan intoleransi. Agama tidak pernah mengajarkan eksklusifitas. Agama bebas dan merdeka bisa dipeluk oleh banyak orang. Sehingga dia tidak menganggap istimewa seseorang atau satu kelompok. Meskipun dalam konteks hijrah. Jadi hijrah seringkali diartikan keliru oleh orang. Islam tetap mengedepankan toleransi seperti hal nya Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad sendiri melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah dalam keadaan sangat sulit. Peperangan berkecamak di seluruh negeri (Madinah) selama 40 tahun dan tak seorangpun sanggup menghentikannya. Susana kacau dan tidak nyaman untuk sebuah kehidupan. Mereka semua merasa lelah dengan peperangan itu.

Karena itu saat Nabi datang dan melerai dua suku yang sebenarnya lelah untuk berperang dan kemudian mereka memang benar-benar berhenti berperang, mereka bersuka cita dengan perkembangan itu. Segera setelah itu dimulailah peradaban Islam di dunia, dan momentum itu dijadikan sebagai tahun baru Islam 1 Hijriah.

Hijrah itu bermakna pindah, tapi pindah ke hal yang positif dan tidak selalu bersifat eksklusif dan intoleran. Itulah spirit nabi dalam berhijrah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun