Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesaktian Pancasila dan Pijakan Kuat Bangsa

27 September 2018   20:33 Diperbarui: 27 September 2018   20:45 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia pernah alami masa berat yaitu masa transisi dari masa otoritariasme ke demokrasi terbuka. Itu dimulai dengan runtuhnya Soeharto pada Mei 1998. Yang pernah mengalami masa itu, adalah masa yang sangat berat. Harga-harga membumbung . Bunga kredit mencapai 24 %. Berat bagi orang yang sedang mencicil rumah.

Masa berat itu ditandai juga dengan kekerasan yang terjadi di beberapa kota di Indonesia. Seperti Solo,  Ambon, dan tentu saja Jakarta. Kekerasan itu mengagetkan banyak orang. karena terjadi tahun itu. Terlebih untuk Solo dan Ambon karena sebelumnya, kota kota itu aman dan damai.

Di Solo, kekerasan menyasar properti milik etnis tionghoa. Pada mei 1998 adalah kekerasan terbesar dalam sejarah kota itu.

Begitu juga yang terjadi di Ambon pada tahun 1999 adalah terbesar dalam sejarah dan mencengangkan. Konflik Kristen-Islam itu merupakan fenomena baru di Indonesia. Selama ini selama berabad lamanya Islam Kristen hidup Basudara di wilayah itu. Kekerasan anti Cina memang pernah terjadi sebelumnya tapi skalanya kecil sekali. Karena itu perkembangan, skala dan dampak kekerasan ini adalah kejutan dan menimbulkan rasa heran yang besar.

Pertanyaan selanjutnya , kenapa baru terjadi saat itu ? Apakah ada kekosongan ideologi sehingga konflik dan kekerasan terjadi di masa itu ?

Bisa jadi selama beberapa waktu kita sedikit lengah akan beberapa pengaruh eksternal muncul dan mempengaruhi kita, tanpa disadari. Ideologi radikalisme yang mengatasnamakan agama sering menjadi sesuatu yang penting dan menganggu tanpa kita sadari.

Mungkin karena kondisi tertentu, tanpa kita sadari, kita lemah. Kondisi itu semisal melihat perbedaan (misalnya suku, agama dan ras) sebagai hal yang harus dipersoalkan dalam kehidupan berbangsa. Jika melihatnya secara negatif maka yang ada adalah bibit perpecahan. Sebaliknya jika melihat secara positif seperti the founding fathers yang mampu melihat perbedaan itu secara positif maka yang ada adalah energi untuk bersatu dan membangun. Bangkit dari keterpurukan dan rasa tak berdaya.

Karena jika melihat perbedaan, ada ribuan perbedaan di Indonesia dan jika melihatnya secara negatif maka bisa jadi keributan dan konflik berjilid-jilid. Itulah gunanya setia pada Pancasila yang merupakan dasar negara, prespektif pembangunan dan merupakan pijakan yang tak terantikan bagi bangsa Indonesia.

Pancasila itu sakti. Banyak hal telah membuktikan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun