Aroma itu datang bersama riuhnya serpihan hujan.
Yang sengaja membangunkan bunga sedap malam untuk menyatakan tugasnya.
Meski ia malu-malu menengadah,
namun ia merasakan kehangatan.
Lalu menggapai tangan untuk berdiri mengibaskan mahkota.
Aroma itu menghampiri rerumputan yang telah menguning.
Menyentuh tepi-tepi daun, sambil membisikkan kata-kata mesra.
Ia menjadi ranum berkilauan oleh karenanya.
Dan tak perlu menunggu lama untuk berbunga-bunga.
Ia begitu wangi berpadu dengan kayu-kayu tipis pencetah getah.
Melegakan petani kala bermalam demi sebuah berkah.
Sambil menerpa dedaunan kering yang berkeliaran, membentuk payung-payung perteduhan.
Yang menjadi cerita bagi serangga-serangga.
Kini, aroma itu telah usai mempersembahkan kepada malam.
Sebuah wewangian yang penuh cerita.
Yang membebaskan segala rasa dari belenggu.
Lalu melebur bersama nafas semesta.
Yogya, 23 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H