Mohon tunggu...
Dewi magfirotul akbar
Dewi magfirotul akbar Mohon Tunggu... Lainnya - masih jadi mahasiswa

penulis pemula yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tradisi korupsi para petinggi negeri

12 April 2019   23:32 Diperbarui: 13 April 2019   16:35 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi seakan-akan sudah menjadi tradisi para petinggi negeri, entah itu korupsi dari segi waktu maupun dari segi material. Dampak korupsi sendiri sangat tampak sekali, banyak hak rakyat terampas demi kepentingan pribadi ataupun golongan. 

Seperti yang sudah kita ketahui, para koruptor adalah para petinggi negeri dan bisa dipastikan memiliki latar belakang pendidikan yang sangat bagus. 

Mereka orang-orang terdidik, dan secara otomatis mereka pasti sangatlah paham dan bisa membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk. Secara tidak langsung para koruptor adalah penjahat HAM, mengapa? 

Karena sudah sangat jelas kita rasakan, uang yang seharusnya dipergunakan untuk membangun infrastruktur ataupun untuk dana-dana yang lainnya malah dijadikan sebagai pengisi dompet-dompet mereka.

Berkaca dari kasus korupsi dana kemanusiaan gempa di Lombok yang di lakukan oleh anggota DPRD kota mataram. Tersangka tertangkap disebuah warung bersama dua orang lainnya, yakni kepala dinas pendidikan dan seorang kontraktor dengan barang bukti uang tunai sebesar Rp30 juta yang seharusnya uang tersebut dipergunakan untuk melakukan perbaikan sekolah-sekolah yang rusak karena bencana alam. 

Entah dimana hati nurani mereka dan apa yang mereka pikirkan, tega-teganya mereka meraup keuntungan diatas penderitaan orang banyak. 

Dan melihat kasus korupsi yang dilakukan oleh ketua Partai Persatuan Pembangunan yakni Romahurmuzy atas dugaan meloloskan pendaftar seleksi jabatan tinggi di Kemenag. 

Beliau tertangkap ketika berada di Surabaya dengan bukti uang tunai sebesar Rp.300 juta Dua kasus tersebut adalah sedikit contoh dari kasus korupsi-korupsi lainnya yang telah terjadi di Indonesia. Sepenting itukah jabatan sampai diperjual belikan? Dan setega itukah  meraup keuntungan disaat banyak orang lain lebih membutuhkan?

Rasanya para aparat tidak memiliki efek jera ataupun rasa takut atas hukum yang sudah diatur dan undang-undang yang sudah di tetapkan. 

Padah sudah sangat jelas di UU No.31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dan UU No.46 tahun 2009 tentang pengadilan tindak pidana korupsi, ini adalah salah satu contoh undang-undang yang mengatur dan membahas tentang kasus korupsi dan masih banyak lagi undang-undang yang lainnya.

Masyarakat pun bertanya-tanya dengan maraknya kasus korupsi di negeri kita. Korupsi ini terjadi apa karena undang-undang yang mengatur tentang korupsi terlalu lemah? Ataukah kebanyakan para pejabat Negara ini memang sudah berniat melakukan korupsi sejak dari awal? Karena dilihat dari kacamata masyarakat, rasanya tidak ada rasa takut ataupun jera terhadap para tersangka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun