Eh ternyata, jatuh cinta itu tidak berhenti pengaruhnya di rasa dan di hati saja lho. Seperti yang diungkapkan pada lirik lagu di atas. Pengaruh positif jatuh cinta yang membawa jutaan rasa nano-nano dan hati yang berbunga-bunga. Cieee...
Jatuh cinta itu juga berpengaruh pada kesehatan seseorang. Kok bisa ? Ya, bisa lah. Ketika seseorang jatuh cinta, maka ia akan cenderung melakukan hal-hal yang baik. Misalnya : lebih menjaga kesehatan tubuh, memperhatikan kebersihan badan, dan lain-lain. Nah, hal-hal baik ini akan memberikan manfaat yang baik untuk kesehatan.
Salah satu manfaat jatuh cinta adalah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. Lho, kok bisa ?
Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Fakultas Kesehatan dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Queensland telah menemukan hubungan yang kuat antara kesehatan kehidupan cinta dan gigi.Â
Salah satu peneliti yang bernama Grace Branjerdporn menyatakan bahwa ia telah mempelajari bagaimana dinamika hubungan bisa mempengaruhi frekuensi kunjungan seseorang ke dokter gigi. Dalam penelitiannya terhadap 265 orang dewasa terungkap bahwa orang yang sedang jatuh cinta akan cenderung melakukan pencegahan terlebih dahulu terhadap gangguan kesehatan gigi dan lebih menjaga kesehatan giginya.
Saya jadi teringat pada salah seorang pasien gigi yang pernah saya tangani. Seorang wanita usia awal 20 tahunan. Ia memeriksakan diri ke poli gigi untuk check gigi rutin dengan alasan yang berbeda dari kebanyakan pasien lainnya, yaitu persiapan sebelum menikah. Susunan gigi-geliginya memang tidak terlalu rapi, tapi giginya cukup terawat. Ada beberapa gigi berlubang yang perlu ditambal. Dan setelah selesai ditambal, sebagai finishing ia meminta perawatan scaling atau membersihkan karang gigi. Kinclong deh !
"Biar saya nanti pede kalau berdekatan dengan pasangan', demikian alasannya pada saya sambal tersipu-sipu merona pipinya. Ahay. Sungguh, ia telah menjadi salah satu pasien inspiratif bagi seorang dokter gigi di Puskesmas.
Seseorang yang sedang jatuh cinta akan memiliki sejuta alasan untuk tersenyum. Tersenyum sendiri, oops... (awas, ini bukan karena gila atau tidak waras lho!). Tersenyum pada pasangannya, tentu saja. Dan tersenyum pada semesta. Eeyyaaa...
Bisakah seseorang tersenyum ketika sedang menahan sakit gigi ? Hmm... I don't think so. Senyum ketika sedang sakit gigi adalah senyum palsu. Senyum yang dibuat-buat. Senyum yang berusaha tetap terlihat baik-baik saja ketika kenyataannya adalah tidak baik-baik saja. Ya ampun, bahas senyum kok sampai kenyataan tidak baik-baik saja. Jadi ingat lagunya Judika, Bagaimana Kalau Aku Tidak Baik-Baik Saja. Hehehe.
Untuk mewujudkan senyum yang tidak palsu, yang asli, yang benar-benar baik-baik saja, ada resepnya. Resepnya yaitu menjaga kesehatan gigi dan mulut kita. Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut kita adalah :
- Rutin menyikat gigi, minimal 2 kali dalam sehari. Waktu ideal menyikat gigi adalah pagi hari sesudah makan dan malam hari sebelum tidur.
- Gunakan pasta gigi berfluoride dan sikat gigi yang nyaman. Gantilah sikat gigi maksimal 3 bulan sekali. Atau sebelum 3 bulan bisa diganti segera ketika bulu sikat gigi sudah rusak.
- Kurangi makan makanan yang manis dan lengket di gigi, seperti donat, coklat, permen, es krim, dodol dan sebagainya. Lebih baik memilih makan sayur-sayuran dan buah-buahan. Seperti bayam, sawi, apel, jeruk, kiwi, dan melon.
- Biasakan kumur-kumur air putih sesudah makan atau minum yang manis. Tujuannya untuk meminimalisir perlengketan sisa-sisa konsumsi kita pada gigi yang merupakan tempat perkembangbiakan bakteri penyebab gigi berlubang.
- Jangan takut pergi ke dokter gigi. Sebaiknya rutin memeriksakan gigi ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali. Jangan menunggu ketika sudah sakit gigi. Karena saat itu, dokter gigi akan terlihat lebih menakutkan daripada hantu yang melompat-lompat di kuburan. Hiii....
Oya, ketika seseorang jatuh cinta, tentu saja banyak cara dilakukan untuk mengungkapkan perasaannya. Berbicara pun tak perlu terlalu keras, karena hati yang berdekatan telah menjadi loud speaker alami. Cieee... Tanpa suara yang keluar, gerak dan gestur tubuh telah menjadi bahasa isyarat yang mampu dipahami.Â