"Saya emang cuma jual sayur, Mbak, cuma saya ndak mau untungnya cuma saya yang merasakan. Mbak tahu tho, kalau rerata pada beli ke petani dengan harga di bawah penjualan. Saya ndak mau kaya gitu, Mbak, mbok o saya belinya sedikit saya cuma ambil sedikit dari harga saya beli."
Hallo pembaca, bagaimana kabarnya? Baik-baikan.. Semoga baik, semoga lekas baik pula bangsa ku, bangsamu, bangsa kita.
24 September, yang di mana di hari itu bertepatan dengan "Hari Tani Nasional", rasanya kurang terekspos karena sedang gencar-gencarnya demo untuk RKUHP, napas panjang yaa dengan keadaan seperti ini. Saya tidak membahas itu, karena saya rasa belum tepat untuk berpendapat, saya takut salah.Â
Bicara untung 7juta dalam sebulan, besar untuk saya seseorang yang gimana belum ada bayangan berapa gaji saya kelak. Tapi setahu saya besar, karena bapak saya saja tiap bulan tidak sampai segitu. Pasti pembaca bertanya-tanya, kenapa bisa? Jual sayur keuntungannya segitu. Mari kita ulas bersama, sedikit ada hubungannya dengan artikel pertama saya yang abstrak itu.Â
Saya berani tulis artikel ini karena pelaku penjualan sayur yang omset bersihnya 7juta adalah rekan bapak saya, sebut saja pakdhe. Ya pakdhe, yang saya kenal ramah definisinya "wong jowo banget" wkw karena saking ramahnya itu,ndagel atau kerjaannya ngelucu.
Si pakdhe jual sayur pakai mobil brondol, tahu kan mobil brondol? Yang itu, belakangnya terbuka. Kalau orang Salatiga biasanya menyebutnya "Kopengan" yaa, daerah daratan tinggi samping salatiga yang saya ceritakan di artikel yang pertama.Â
Sedikit informasi, kopeng adalah nama tempat yang dimana mungkin kalau di Jawa Barat adalah punjak,kurang lebih tapi,saya juga belum tahu sama atau tidak. Kembali ke pakdhe, pakdhe jual sayur bareng sama pacar sahnya.
Biasanya pagi mereka kulaan (membeli) sayur dari tetangga sekitar rumahnya, semacam pengepul tapi sedikit dan beraneka ragam sayuran. Lalu di kemas menggunakan plastik beraneka ukuran, tujuannya untuk ibu-ibu rumahan yang kalau beli sedikit-sedikit biar tidak busuk dan sayur selalu segar, untuk sayur seperti kangkung,bayam,sawi biasanya diikat dengan rafia.
Harga dari sayur yang dijual pakdhe berkisar pada Rp 500,00-Rp 10.000 untuk sayuran, tapi kalo ikan, ayam, daging sudah beda lagi.Â
Pakdhe berjualan menggelilingi kota Salatiga dan sekitarnya, masuk antar komplek sampai desa-desa untuk menjajakannya. Uang untuk modalnya hanya Rp 1,4 juta tiap harinya, penjualan yang dibadrol dengan harga minim itulah yang menjadikan uang hasil pakdhe menumpuk, benar-benar pembuktian dari kata pepatah "Sedikit-sedikit, lama-lama jadi bukit".
Bisnis jual sayur keliling ini sudah lama marak, namun hasil keuntungan yang terhitung besar itu belum banyak orang yang tahu. Ada yang membuat saya kagum sama pakdhe, waktu beliau sedang berbicara dengan saya, beliau berkata.
"Saya emang cuma jual sayur mbak, cuma saya ndak mau untungnya cuma saya yang merasakan. Mbak tahu to, kalau rerata pada beli ke petani dengan harga di bawah penjualan. Saya ndak mau kaya gitu mbak, mbok o saya belinya sedikit saya cuma ambil sedikit dari harga saya beli"
Dari itu juga jadi bukti tersendiri untuk saya, kalau mau kaya sebenarnya jangan cuma dilihat dari materi, tapi juga dari hati. Pakdhe bisa jadi panutankan, dengan pekerjaan yang terbilang diangap rendahan tapi beliau juga secara tidak langsung, namun juga langsung membantu menghidupi warga disekitar rumahnya. Masih banyak orang yang punya kepribadian seperti pakdhe.
Saya juga berandai-andai untuk semua pengkulak tidak hanya melihat untung, tapi juga sembari melihat keadilan dari apa yang salah selama ini. hmmm Bagaimana? jadi tertarik nggak jual sayur keliling? Semoga bermanfaat, sekian dari saya, Terimakasih. Salam sejahtera untuk kita dan negara. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H