Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Problematika Motivasi Kerja dan Agilitas dalam Era Digital

3 Juni 2024   11:27 Diperbarui: 4 Juni 2024   09:41 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Senin pagi yang penuh semangat. Kicau burung di pucuk pohon tanjung terdengar riang. Matahari bersinar dan memberikan rasa hangat di hati. Hari ini akan penuh dengan kebaikan, aamiin ... Yuk! Semangat.

Mengapa motivasi itu penting dalam kehidupan kita? Terutama di dalam dunia bisnis dan kewirausahaan. Sebagai pengusaha baik pemula maupun yang sudah kawakan, akan berhadapan dengan masalah atau problematika motivasi kerja dari para karyawan di tempat kerja.

Lebih kurang 72% populasi di Indonesia mulai tahun ini diisi oleh usia muda, yang kita kenal dengan sebutan era bonus demografi, yakni kaum muda dengan idealisme yang bergerak lebih cepat dengan cara yang berbeda-beda.

Tak mungkin kita terjebak di masa lalu dengan mempertahankan cara-cara lama. Belum lagi membawa cara berpikir lama yang selalu merujuk pada kesuksesan di masa lalu. Padahal, saat ini dan ke depannya, semangat eksperimental menjadi salah satu variabel penting inovasi, bekal menang di masa depan. Eksperimental adalahs alah satu hal penting untuk menempa kemampuan agilitas kita.

Agilitas merujuk pada pola pikir (mindset) dan semangat atau motivasi. 

Agile adalah pola pikir, sekumpulan sikap yang mendukung lingkungan kerja yang gesit. Ini termasuk rasa hormat, kolaborasi, peningkatan dan siklus pembelajaran, kebanggaan dalam kepemilikan, fokus pada penyampaian nilai, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan.

Era Digital adalah Era Berjejaring

Mendadak serba daring, hingga lupa membangun esensi dasarnya. Sebuah hal yang tak baik bagi keberlanjutan. Bertemu para sesepuh media beberapa waktu lalu, juga dengan beberapa kawan pendidik yang banyak bercerita bahwa model bisnisnya baru saja meng-online-kan aktivitasnya, tidak secara fundamental mengalihkannya secara daring.

Ya ... Benar sekali, hal tersebut dirasakan juga oleh aku dan para mahasiswa di kampus. Mendadak kuliah online menggunakan Zoom dan G-Meet. Konsultasi melalui chat di WhatsApp. Webinar online dengan narasumber dari berbagai kota dan bahkan luar negeri. Antara percaya dan tidak percaya ... Nyatanya hal tersebut telah dilakukan pada saat mulai pandemi Covid-19.

Cara kerja memang sudah berubah total, sebagian besar individunya sudah kadung menikmati perubahan ini. Namun, belum banyak juga individu atau usaha dan atau institusinya yang siap, terlebih jika ada generation gap di sana.

Transformasi digital memang bukan sekadar peralatan baru dengan penggunaan teknologi digital semata. Ada tantangan berat dalam proses transformasinya, budaya! Benar sekali. Ada 60% institusi memandang budaya organisasinya menghambat proses ini. Hasil penelitian tahun 2020 ini berlangsung di negara maju loh! Coba bayangkan bagaimana di negara Indonesia tercinta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun