Akhir pekan tak ada salahnya teman-teman K-Ners meluangkan waktu sejenak untuk rehat. Memberi nutrisi pada jiwa dan raga dengan liburan. Lokasi liburan yang biasanya aku pilih adalah Bandung. Mengapa? Satu alasannya adalah dekat. Iya, kita bisa berkendara mobil dari Jakarta tak lebih dari tiga jam atau naik kereta bisa menjadi alternatif. Bahkan, beberapa teman senang menggunakan Woosh yang kurang dari satu jam sudah sampai Bandung.
Kemana Saja di Bandung?
Taman Hutan Rakyat (Tahura) Dago
Pertama, langkahkan kaki menyusuri rimbunnya Taman Hutan Rakyat (Tahura) Dago. Pepohonan hijau, wangi dedaunan, kicau burung, gemercik air, dan udara sejuk berpadu dengan hangat sinar mentari pasti membuat suasana hati akan damai dan tenang.Â
Tahura tidak hanya menjadi penyangga lingkungan bagi Bandung. Kawasan ini menyimpan jejak sejarah yang tak kalah menarik. Kita bisa mengunjungi Gua Jepang dan Gua Belanda yang terpelihara baik. Oya ... Ada banyak monyet yang hidup di hutan ini. Tingkah mereka kadang absurd dan kocak. Bergelantungan dari satu dahan ke dahan pohon, sesekali berjalan di sela semak belukar, lalu nangkring di atap sebuah warung sambil memakan jagung. Ha3 ... Aku sampai tertawa geli melihatnya.
Artikel lengkapnya pernah aku tulis di sini: Eksotika Tahura Dago
Oya ... Siapkan air minum yang cukup ya, agar kegiatan trackingnya tetap sehat. Tak lupa gunakan pakaian yang nyaman dan sepatu yang sesuai.
Bukit Bintang dan Sesar atau Patahan Lembang
Kedua, masih jalan-jalan di alam terbuka nih. Aku penasaran dengan Bukit Bintang yang menyimpan jejak geologis Sesar atau Patahan Lembang. Ternyata letaknya tak jauh dari rumahku di daerah Jatihandap Bandung. Rumah itu ditinggali oleh anak-anak yang sedang kuliah di ITB.Â
Aku dibonceng suami sekitar satu jam menuju ke Bukit Bintang. Waaahhh ... Terpesona deh melihat pemandangan kiri kanan dari yang tadinya padat pemukiman penduduk, hingga di atas melihat perkebunan sayuran. Petani lalu lalang menuju kebun dan ada yang membawa hasil sayurannya. Kabut masih menyelimuti dan sinar matahari belum lagi mampu mengusir dinginnya udara pagi.
Supraiseee ... Sungguh tidak menyangka, saat lelah mendaki ternyata ada sebuah warung di tepi jalan setapak. Waaahhhh ... Aku sejenak mlipir dan mengisi ulang air minum di tumbler yang sudah kosong. Setelah nafas kembali normal, aku lanjutkan lagi berjalan melewati tanjakan yang lumayan terjal.
Akhirnya sampai juga di tepi jurang yang menjadi spot foto keren dengan latar gunung-gunung yang mengelilingi Bandung. Aku juga naik ke atas sebuah bukit yang ada patok penanda sebagai lokasi tertinggi.
Kawasan Kota Tua BragaÂ
Ketiga, tak lupa mampir kuliner dan berburu foto di Kawasan Kota Tua Braga. Kawasan yang juga penuh sejarah ini sangat menarik. Keunikan apa sih yang ada di Braga? Aku dan Teteh senang berjalan kaki menyusuri koridor dengan suasana jadul alias nuansa kolonial. Bangunan di sepanjang Braga masih banyak yang terpelihara dengan baik walau umurnya sudah ratusan tahun. Ada sebuah toko kue legendaris dan cafe yang menjadi langganan kami.
Selain itu ada pelukis yang menjajakan karya di tepi jalan. Senang deh berfoto di sini karena latarnya itu membuat hasilnya jadi cantik. Ada satu bangunan menarik yang bertuliskan Gas Block 1930 yang dirancang oleh R.L.A. Schoemaker. Saat ini berfungsi sebagai hotel dan restoran. Kepingin deh kapan-kapan menginap di sini dan merasakan menjadi seperti para noni Nederland itu pada masa lampau.
Artikel lengkapnya sudah aku tulis di sini: Jalan-Jalan Seru di Braga Bandung
Congo Gallery and Cafe Dago Pakar
Keempat, aku pernah mampir kuliner juga nih di sebuah restoran yang unik. Namanya Congo Gallery and Cafe di kawasan Dago Pakar. Suasana alam yang dirancang apik oleh pemilik Congo ini membuatku betah berlama-lama berada di sini.
Kayu jati utuh yang super lebar dan besar dijadikan meja dan kursi. Pohon-pohon yang tumbuh tidak ditebang, melainkan dijadikan bagian dari tata ruang dan landscape bangunan. Ada beberapa mobil antik yang dipajang sebagai daya tarik bagi pengunjung. Aku menikmati sajian secangkir kopi dengan aneka kudapan.
Ya ... Sungguh sensasi yang beda karena udara sejuk dan angin semilir yang bebas mengalir melewati jendela lebar di kiri kanan ruangan. Bahkan di bagian bawah dibuat seperti pendopo tanpa dinding. Menu yang bisa dipilih juga beragam, seperti T-Bone panggang (steak), Dory dan buntut bakar (grilled), gindara, ayam, dan iga panggang yang sedap. Minumannya bisa dipilih Fruit Punch, ice green tea, dan milkshake choco, favorit Teteh nih ...
Kebun Teh dan Situ Patenggang Ciwidey
Kelima, aku sengaja mengajak Teteh tidak tidur di hotel, tetapi kemping perkebunan teh di tepi Situ Patenggang. Lokasi yang unik dan pastinya bikin kepingin balik lagi ke sini. Sebelum menuju lokasi kemping, aku mampir dulu ke Kawah Putih di Gunung Patuha Ciwidey. Kawah yang penuh misteri ini menyimpan kisah tentang terbentuknya Bandung di masa lalu.
Sebagaimana kisah gunung Tangkuban Perahu dan beberapa lokasi lainnya di Bandung, aku lebih percaya data dari para ahli geologi, He3 ... Padahal kan kadang mitos atau legenda itu lebih sering diceritakan berulang-ulang, dari mulut ke mulut. Namun, tentu saja tidak ilmiah.
Teteh senang sekali bisa kemping, menikmati udara super dingin di tepi Situ Patenggang. Malam hari sempat membuat api unggun yang sudah disediakan oleh pengelola dengan alas sebuah wajan besar terbuat dari besi. Ternyata model api unggun seperti ini agar tidak terjadi kebakaran akibat bara yang tersisa. Pagi hari kabut tebal menyelimuti kawasan ini.Â
Artikel terkait telah aku tulis di sini: Kawah Putih Ciwidey yang Legendaris
Setelah shalat subuh, Teteh aku ajak berkeliling kebun teh dan berlayar di Situ Patenggang menggunakan perahu. Asyik sekali bisa melihat pemandangan indah perkebunan teh yang hijau dan gunung-gunung di kejauhan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H