Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Belajar Toleransi dari Kota Cirebon Sejak 5 Abad Lampau

3 April 2024   08:09 Diperbarui: 3 April 2024   08:33 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gowes santai keliling Kota Cirebon dan berpose di depan Keraton Kasepuhan. Sumber gambar dokumen pribadi.

"Mudik ke mana nih Teh Dewi?" tanya temanku, wong kito galo -Palembang. Temanku urang awak juga bertanya, "Teh Dewi ... Mudik ke Cirebon atau Solo?" Sedangkan temanku wong cherbon dan tiang grage dengan antusias bilang, "Ke Cirebon ya mudik tahun ini, ada halbil loh teman-teman fisika SMA."

Masjid Panjunan perpaduan arsitektur tradisional dengan ornamen piring keramik dari China. Sumber gambar dokumen pribadi.
Masjid Panjunan perpaduan arsitektur tradisional dengan ornamen piring keramik dari China. Sumber gambar dokumen pribadi.

Ya ... Begitulah bila sudah memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Selain ada yang berburu baju lebaran dan sibuk membuat kue, pastinya agenda mudik juga menjadi perbincangan hangat.

Aku dan keluarga tidak membeli baju baru, seperti cerita dalam artikelku yang terpilih HL ini: Nak, Lebaran Kali Ini Tidak Beli Baju Baru. Begitu pun dengan membuat kue, he3 ... Aku bukan tim dapur. Insyaallah kue tinggal pesan saja dari teman. Bahkan menu lebaran, lontong opor khas Solo, gudeg khas Yogyakarta, dan empal gentong khas Cirebon juga tinggal pesan dari teman yang punya bisnis kuliner.

Persiapanku lebih fokus untuk menuntaskan sepuluh hari terakhir bulan Ramadan di Jakarta. Rencananya ingin itikaf di masjid At-Tin dekat rumah. Semoga sehat  dan dimudahkan. Sangat berharap mendapatkan malam lailatul qadar, malam penuh keberkahan bagaikan seribu bulan, aamiin ...

Nah ... Rencana mudik ke Cirebon juga sudah didiskusikan bersama suami dan tiga anakku.

Ada apa di Cirebon? Kota dengan julukan Kota Udang ini memiliki banyak sekali keunikan yang membuatnya menarik. Namun, sayangnya masih banyak orang yang tidak mengetahui terutama tentang kehidupan masyarakat yang penuh toleransi dan sejarah akulturasi budaya di kota ini.

Gedung Balaikota Cirebon perpaduan arsitektur Eropa/kolonial dengan ornamen udang khas kota Cirebon. Sumber gambar dokumen pribadi.
Gedung Balaikota Cirebon perpaduan arsitektur Eropa/kolonial dengan ornamen udang khas kota Cirebon. Sumber gambar dokumen pribadi.

Teman-teman K-Ners bila bertandang ke Kota Udang, mulai dari Keraton Kasepuhan, Masjid Sang Cipta Rasa, Keraton Kanoman, Masjid Panjunan, Gua Sunyaragi, Kelenteng Tiao Kak Sie, Gedung BAT, Balaikota Cirebon, Makam Sunan Gunung Jati, Gedung Merdeka, dan Stasiun Kereta Api Kejaksan atau Parujakan akan berjumpa dengan perpaduan budaya Eropa/kolonial, China, Timur Tengah/Arab, dan tradisional Indonesia.

Artikelku tentang pengalaman keliling Kota Cirebon ada di sini: Gowes Keliling Kota Tua Cirebon Yang Menawan

Perpaduan budaya di Kota Cirebon sejak mulai berdirinya kota ini pada 1 Muharam 849 Hijriyah (berdasarkan Perda No.4 tahun 2024 tentang Hari Jadi Cirebon). Di Kota Cirebon tampak bangunan yang memiliki ciri berkembangnya kebudayaan dari Timur Tengah/Arab atau kebudayaan Islam dengan berdirinya banyak masjid. Umat Islam di Kota Cirebon yang menjalankan shalat di Masjid Keraton Kasepuhan (Masjid Sang Cipta Rasa) dan Masjid Panjunan akan menemukan ornamen keramik yang berasal dari China. 

Menurut sejarah Babad Cirebon, Sunan Gunung Jati (Walisongo) menikah dengan seorang putri dari China bernama Ong Tien Nio pada tahun 1540. Namun, putri yang telah beragama Islam ini meninggal empat tahun kemudian dan makamnya ada di petilasan Gunung Jati. Peninggalan kebudayaan China berupa Klenteng Tiao Kak Sie atau Vihara Dewi Welas Asih yang dibangun tahun 1595. Sampai saat ini terpelihara dengan baik serta digunakan sebagai tempat ibadah. 

Aku berpose di halaman luar Kelenteng  Tiao Kak Sie. Sumber gambar dokumen pribadi.
Aku berpose di halaman luar Kelenteng  Tiao Kak Sie. Sumber gambar dokumen pribadi.

Ada lagi bangunan yang mencerminkan toleransi di Kota Cirebon, yaitu Gereja Kristen Pasundan yang berdiri pada tahun 1788 telah ditetapkan sebagai cagar budaya sebagai gereja tertua di Kota Cirebon. Bangunan berbentuk segi enam ini mencirikan gaya arsitektur Eropa/kolonial. Begitu juga Gereja Santo Yusuf Cirebon berdiri sejak tahun 1878 memiliki ciri yang mirip. Gereja ini ditetapkan sebagai gereja Katolik tertua di Kota Cirebon.

Bila kita menggunakan kereta api dari Jakarta dan turun di Stasiun Kejaksan, maka itulah salah satu bangunan dengan gaya arstitektur Eropa/kolonial yang menjadi cagar budaya. Bangunan ini didirikan pada tahun 1911. Dari stasiun kita menuju ke arah timur akan bertemu dengan Gedung Balaikota yang juga menggunakan gaya yang mirip dengan stasiun, tetapi menggabungkan dengan ornamen udang di bagian fasade tepat di bawah lobby utama. Bila dilihat lebih jeli, bangunan ini sepertinya mengambil bentuk perahu atau kapal yang mencerminkan kota di pesisir Laut Jawa.

Artikel tentang budaya Cirebon ada di link berikut: Jejak Budaya Kota Cirebon

Nasi jamblang kuliner unik nan sedap melambangkan bhineka tunggal ika. Sumber gambar dokumen pribadi.
Nasi jamblang kuliner unik nan sedap melambangkan bhineka tunggal ika. Sumber gambar dokumen pribadi.

Kuliner yang juga beraneka macam dengan rasa yang lezat adalah ciri dari perpaduan budaya bahari dan pegunungan. Kota Cirebon berada di tepi laut Jawa, pesisir pantai utara dan dekat sekali dengan Gunung Ciremai. Tak heran bila di dalam masakannya ada hasil laut -seafood dan ada bahan pangan khas dari dataran tinggi. Kuliner yang terkenal adalah nasi lengko, empal gentong, tahu getrot, docang, serabi, es buah, olahan seafood, sirop Tjampolay, bubur ayam, dan emping melinjo.

Monggo mampir membaca artikel ini: Nasi Jamblang, Kuliner Unik Khas CIrebon

Tak hanya dalam bidang arsitektur dan kuliner saja semangat toleransi dari Kota Cirebon dapat menginspirasi kita. Coba perhatikan hasil karya indah batik khas Cirebon yang memiliki ciri khas tersendiri. Tidak hanya terkenal di negara Indonesia batik dengan motif mega mendung sudah merambah mancanegara. 

Aku, Mamah, dan tiga adik perempuanku menggunakan batik khas Cirebon. Sumber gambar dokumen pribadi.
Aku, Mamah, dan tiga adik perempuanku menggunakan batik khas Cirebon. Sumber gambar dokumen pribadi.

Motif mega mendung adalah akulturasi budaya China dan tradisional Indonesia. Keindahan motif ini terletak pada bentuk awan atau mega dengan variasi warna seperti biru dan merah. Kemudian berkembang dengan warna lain seperti hijau, coklat, ungu, kuning, dan hitam. Ternyata hasil kreatifitas para pengrajin batik ini menjadikan motif mega mendung hanya ada satu-satunya di Indonesia.

Batik Cirebon memiliki tiga ragam hias, yaitu batik keratonan, batik pesisiran, dan batik pedalaman. Nah ... Batik pesisiran ini yang terbuka terhadap pengaruh dari luar sehingga memiliki motif yang lebih beragam dan warna yang atraktif. Ragam hias yang dipilih adalah naturalis, seperti burung, bunga, dan daun.

Salah satu batik koleksiku dengan motif naturalis warisan dari Nenek. Sumber gambar dokumen pribadi.
Salah satu batik koleksiku dengan motif naturalis warisan dari Nenek. Sumber gambar dokumen pribadi.

Adapun batik keratonan dalam pemilihan warna lebih lembut seperti putih, hitam, sogan, atau krem. Motif yang digunakan adalah wadas (batu-batuan karang), naga, singa, kereta, sayap, ganggang, taman, pengantenan, dan hutan. Singa wadas adalah motif paling terkenal yang diambil dari ornamen bangunan di Keraton Kasepuhan.

Kota Cirebon juga memiliki warisan budaya berupa tarian yang unik yaitu tari topeng. Selain gerakannya yang khas, kostum yang digunakan juga sangat menarik. Kain batik yang digunakan adalah motif mega mendung sedangkan ornamen yang melengkapi topeng berasal dari akulturasi budaya China.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun