Baru saja pagi jelang siang ini aku menyelesaikan tugas mengajar. Mata kuliah yang aku ampu pesertanya adalah mahasiswa semester dua. Mereka sangat antusias ketika materi pembahasan kali ini terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi untuk komunikasi pemasaran.Â
Ada dua buku yang aku jadikan rujukan yaitu: (1) Komunikasi Pemasaran Era Digital karya Ilham Prisgunanto, dan (2) Digital Marketing di Era 4.0 karya Riadhus Sholihin.
Perkembangan era digital ditandai dengan maraknya program studi dan pendidikan ilmu komputer, informatika, sistem informasi, dan manajemen informatika yang memang syarat dan menjadi suatu yang penting pada saat ini.Â
Di kampus Universitas Catur Insan Cendekia (UCIC) Cirebon, tempatku mengajar ada program studi tersebut, selain program studi manajemen dan manajemen bisnis.
Kondisi Konsumen Era Digital
Pada era digital, sejatinya modal dasar masyarakat adalah informasi itu sendiri, bukan kepemilikan akan kapital lagi. Meski peralihan orientasi ini tidak total ekstrim, melainkan secara perlahan-lahan tetapi pasti.Â
Seperti yang diungkapkan oleh Pickton, "Semua elemen-elemen promosi dari bauran pemasaran (marketing mix) yang melibatkan proses komunikasi antara organisasi (perusahaan) dan target audiens melalui berbagai media yang berpengaruh kepada performa pemasaran."Â
Pemasaran harus sadar atau ingat bahwa pelanggan tidak semuanya sama dan mirip, mereka berbeda dalam demografi, sikap, kebutuhan, lokasi, afiliasi sosial.Â
Pelanggan terefleksi secara signifikan dalam perubahan sikap melalui sarana media massa atau media sosial mana yang terefektif dalam promosi, misalnya melalui e-mail, facebook, twitter, instagram, tik tok, atau lainnya.
Mari kita coba refleksikan pada diri sendiri tentang beberapa tahapan yang berkaitan dengan perilaku konsumen. Kita akan melakukan tahap perolehan dengan mencari dan membeli, misalnya mencari produk pisang di pasar tradisional untuk dibuat kolak sebagai menu ifthor di bulan Ramadan.Â
Lalu kita membeli pisang tanduk di sebuah lapak yang memiliki jumlah jenis pisang terbanyak dan harga termurah. Setelah itu kita akan menggunakan pisang sebagai bahan utama membuat kolak, dicampur dengan kolang kaling, ubi jalar, dan singkong.Â
Tak lupa menambahkan gula jawa atau gula aren, gula pasir, santan, dan vanila atau daun pandan. Kita akan mengevaluasi, apakah pisang tanduk yang kita beli ini sudah matang sempurna? Warnanya kuning tua dan harum. Maniskah rasanya?Â
Bila pisang tanduk yang kita beli sesuai dengan kebutuhan dan sesuai harapan, tentu ada rasa puas. Kita bisa memiliki penilaian, jika nanti akan membeli pisang maka akan membeli di lapak tersebut.
Tentu saja analogi membeli pisang tanduk tersebut bisa digunakan untuk berbagai produk dan jasa yang kita butuhkan.
Kita saat ini, di era digital tidak hanya belanja di pasar tradisional atau pasar modern yang onsite. Konsumen saat ini juga berbelanja, membeli produk dan jasa melalui media digital. Platfor ecommerce sudah tidak asing lagi bahkan oleh anak-anak.
Sebagai contoh, anakku Teteh yang duduk di bangku kelas X SMA membutuhkan sebuah buku tentang K-Pop dan Korean Artist. Dia kemudian melakukan pencarian di internet. Hingga menemukan toko online yang menjual barang yang dibutukannya.Â
Teteh melakukan pemesanan barang, membayar secara digital melalui e-wallet, dan menunggu datangnya barang yang diantarkan oleh kurir. Setelah barang diterima saat unboxing akan melakukan rekan video atau foto untuk disampaikan kepada penjualnya sebagai bukti barang sesuai dengan yang dipesan.Â
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Nah... Kita cek lagi nih tentang faktor apa saja yang bisa mempengaruhi perilaku konsumen. Ada faktor budaya di mana kita tinggal. Ya ... Tentu saja di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman suku, bahasa, agama, letak geografis akan mempengaruhi perilaku konsumen.Â
Aku berasal dari suku sunda yang senang makanan dengan rasa asin gurih. Tentu berbeda dengan suami yang berasal dari suku jawa, dia lebih suka rasa manis gurih. Atau aku akan membeli mukena dan sarung untuk shalat sebagai umat Islam.
Selain itu ada lagi pengaruh dari faktor sosial berupa keanggotaan dalam kelompok sosial, keluarga, dan kedudukannya di dalam masyarakat. Namun, tak lepas juga dari faktor pribadi atau individual seperti usia, gender, pekerjaan, dan jumlah penghasilan.Â
Aku seorang dosen tentu membutuhkan buku teks dan alat kerja berupa laptop. Lebih penting membeli produk tersebut dibanding membeli sepatu atau tas untuk pesta.Â
Aku akan memilih tas yang dapat digunakan membawa laptop dan buku. Begitu juga sepatu nyaman seperti sepatu sport atau sneaker agar dapat digunakan mobilisasi sehari-hari ke kampus menggunakan transportasi publik.Â
Aku harus jalan kaki ribuan langkah dan naik turun tangga. Tentu tidak mungkin menggunakan sepatu berhak tinggi. Ada lagi faktor lain yang juga penting yaitu psikologi, yang terdiri dari motivasi, persepsi, dan kepercayaan diri.
Setelah mengenali tentang faktor perilaku konsumen, kita akan mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan itu berlangsung. Ada 5 tahap yang dilakukan yaitu:Â
(1) Pengenalan kebutuhan, rasa membutuhkan sesuatu disebabkan dorongan untuk membeli, apabila mendapat pengaruh dari luar diri konsumen;Â
(2) Pencarian alternatif informasi, intensitas upaya konsumen untuk mencari informasi tentang produk yang dibutuhkan,Â
(3) Penilaian terhadap berbagai macam informasi yang terkumpul dan menggunakan informasi itu untuk bahan pertimbangan dan menjatuhkan pilihan pada produk tertentu;Â
(4) Keputusan untuk membeli biasanya yang paling banyak atribut yang dianggap sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen;Â
(5) Evaluasi setelah pembelian, apakah akan membeli lagi produk yang sama atau disebut pembelian ulang.
Memanfaatkan Integrated Marketing Communication (IMC) di Era Digital
Karakteristik komunikasi di era digital dengan menggunakan media digital adalah interaktif, waktunya sangat cepat, lebih dari komunikasi searah, dan lebih memuaskan dalam berkomunikasi.
Pemanfaatan multimedia dalam komunikasi pemasaran era digital sangat penting. Multimedia dapat didefinisikan dengan kombinasi dari beraneka format termasuk teks, gambar, animasi, naratif, video, dan musik ke dalam medium yang tunggal.Â
Biasanya aplikasi multimedia dapat digunakan untuk mengkomunikasikan dan memberikan informasi dari perusahaan tentang produk yang mereka hasilkan. Seperti cara mengunakan produk atau laporan perkembangan perusahan baik program maupun kegiatan yang sudah dilakukan.
Pemasaran yang dilakukan secara digital tidak jauh berbeda dengan pemasaran yang dilakukan di dunia nyata. Namun, pemasaran melalui digital lebih kompleks karena membuka batasan ruang dan waktu sehingga persaingan secara otomatis akan datang dari berbagai tempat.Â
Hilangnya interaksi secara langsung atau tatap muka antara penjual dan pembeli secara tidak langsung menurukan tingkat kepercayaan dari kedua belah pihak.Â
Benar sekali uraian di atas. Semalam aku berdiskusi dengan suami, intinya mengapa dia lebih suka memilih cara pembayaran COD untuk barang yang dibeli secara online. Alasannya adalah agar tidak tertipu. Waaahhh ... Menarik sekali. Ternyata dia pernah merasa tidak puas alias kecewa karena produk yang dibeli tidak sesuai dengan yang ditawarkan di toko online.Â
Ada lagi yang lebih parah, di mana barang yang dipesan tidak diantar, alias zonk atau dibohongi. Padahal sudah bayar. Atas kejadian tersebut, sekarang kalau membeli barang hampir selalu memilih bayar di tempat/rumah.
Selain hal negatif seperti contoh di atas, tentu saja banyak hal positif yang kita dapatkan dari pemasaran di era digital ini. Seperti tidak perlunya toko fisik. Sewa toko juga tidak murah.Â
Aku pernah melakukan survei atau kunjungan industri bersama mahasiswa FEB UCIC di workshop S3Shop Sumedang dan mempelajari bagaimana ownernya memanfaatkan secara maksimal toko online.Â
Saat itu aku juga mengikuti langsung admin seller sedang live tik tok. Keren sekali! Ada dua studio yang digunakan sebagai tempat pemasaran secara digital.Â
Aku juga pernah menjadi co-founder dari toko online yang memasarkan produk ayam kampung olahan di Bandung. Penjualan produk yang dilakukan secara online melalui tokopedia dan shopee ini sangat berkembang terutama di masa pandemi Covid-19. Namun, ada kendala pada saat ini, yaitu produk yang dijual tidak lagi kompetitif karena konsumen sudah bisa membeli secara onsite.Â
Beberapa produk makanan mengalami penurunan pembelian melalui online. Sedangkan untuk fashion mengalami peningkatan. Hal ini terbukti ketika aku mendatangi Thamcit pusat grosir fashion yang besar di Jakarta, ada toko yang tutup dan ada juga yang kreatif memadukan pemasaran onsite dengan pemasaran secara digital.
Lebih parah lagi, mal dekat rumahku dan beberapa mal lainnya di Jakarta banyak yang sudah tutup permanen tokonya. Mereka tidak lagi menyewa toko dan beralih dengan pemasaran secara digital.
Lain halnya dengan restoran atau cafe yang secara kreatif menggunakan media sosial seperti instagram untuk mempromosikan produknya. Mereka membuat konten multimedia yang ditayangkan di media sosial.Â
Konsumen bisa melihat dan mencari informasi terkait lokasi, menu makanan, harga, dan suasananya. Ada juga review dari konsumen yang telah berkunjung ke sana. Keputusan pembelian bisa dipengaruhi oleh konten dan review.
Baca artikel terkait di link berikut: Berburu Kuliner Jadul dan Kekinian di Kawasan UGM Yogyakarta
Hal ini dipergunakan juga oleh hotel atau jasa lainnya. Ada influencer atau brand ambassador yang menjadi bagian dari pemasaran secara digital melalui media sosial.Â
Aku pernah melihat tayangan dari Maudy Ayunda yang memasarkan produk lampu dan fashion. Follower instagram yang berjumlah jutaan dan persona yang ditampilkan Maudy tentu saja membuat konsumen bisa terpengaruh.Â
Ada juga merek yang memanfaatkan tayangan podcast atau showbiz di televisi dengan meletakkan produknya di meja sebagai properti. Seakan tidak langsung melakukan promosi ketika artis atau penyiarnya menggunakan produk tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H