Selain perjalanan itu sendiri membutuhkan persiapan fisik dan mental yang baik, kadang ada saja rintangan, kendala, atau hal yang tidak menyenangkan. Namun, aku berusaha menjadi teladan bagi anak-anak agar menjadikan semua itu sebagai tantangan dan peluang untuk mendulang amal kebajikan. Berdzikir, berdoa, dan senantiasa menjaga shalat dalam perjalanan adalah bekal yang mampu membuat kami mendapatkan kekuatan, kesabaran, dan semangat untuk melakukan perjalanan.
Satu lagi yang rutin kami lakukan sebisa mungkin dalam perjalanan wisata alam ada silaturahmi dengan kerabat. Â Sejatinya orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya dengan berusaha terlebih dahulu melakukan apa yang ingin anak-anaknya kelak juga lakukan. Contohnya saat silaturahmi aku memberikan senyum, menyapa, memberi salam, berjabat tangan (bila dengan keluarga berpelukan), membawa buah tangan/kado/hadiah, lalu kami mengobrol. Bila menjenguk orang sakit, aku mengajak anak-anak juga mendoakannya agar segera pulih dan sehat kembali. Sedangkan ketika mengunjungi orang yang wafat, aku ajarkan untuk mendoakan dan kalau memungkinkan ikut menyolatkan jenazah.
Mulanya anak-anakku bila bertemu orang baru saja dikenalkan mereka cenderung malu-malu, bahkan anak bungsuku, Teteh seringkali tak mau menyambut tangan orang yang mengajaknya bersalaman. Pengalaman heboh sering terjadi, mereka resah dan gelisah, lalu rewel, atau marah minta segera pulang. Namun, lama kelamaan sejalan makin intensif program wisata alam dan silaturahmi ini berjalan, alhamdulillah mereka makin enjoy dan bisa menikmati suasana.
Oya ... Anak-anakku memang cenderung lebih senang bila silaturahminya ke rumah kerabat dekat. Ikatan kekerabatan yang dekat ini memang membuat suasana lebih nyaman, cair, dan menyenangkan. Mereka bisa bermain dan berkomunikasi lebih intensif apalagi ada sepupu yang usianya berdekatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H