Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menyusuri Jejak Sejarah di Jalan Malioboro

19 Januari 2024   12:08 Diperbarui: 19 Januari 2024   12:08 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Latar foto adalah Kampoeng Ketandan Malioboro. Sumber gambar dokumen pribadi.

Malioboro merupakan salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Ini menunjukkan sebuah poros imajiner Keraton Yogyakarta. Asal kata Malioboro adaalah 'Malyabhara' yang artinya adalah karangan bunga. Ada juga yang berpendapat, kata ini berasal dari nama kolonial Inggris 'Marlborough' yang pernah tinggal di Yogyakarta medio 1811 - 1816 M.

Tugu Yogyakarta lambang semangat rakyat melawan penjajah. Usianya sudah lebih dari 3 abad. Sumber gambar dokumen pribadi.
Tugu Yogyakarta lambang semangat rakyat melawan penjajah. Usianya sudah lebih dari 3 abad. Sumber gambar dokumen pribadi.

Sebuah kampung yang diberi nama 'Kampoeng Ketandan' telah 18 kali menjadi tempat diselenggarakannya Pekan Budaya Tionghoa. Bagian dari perayaan Cap Go Meh Imlek ini ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan. Selain ada penampilan budaya, kuliner dari ratusan UMKM juga memeriahkan kegiatan ini.

Selesai berbelanja, Teteh mengajak berkunjung ke pusat kota dan berfoto dengan latar belakang berbagai bangunan kolonial penuh sejarah. Ada gedung Kantor Pos, kantor Bank Indonesia (BI), dan Bank Negara Indonesia (BNI).  Istana Kepresidenan atau Gedung Agung, dan tak ketinggalan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat lengkap dengan alun-alun utara. Tak lupa mampir juga di Masjid Gedhe Kauman.

Bangunan lain yang tak kalah menarik adalah Benteng Vredeburg yang dibangun pada tahun 1767 M. Benteng yang masih tampak kokoh ini erat kaitannya dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M. Saat itu Belanda memang menerapkan strategi ikut campur dan mengawasi dengan seksama -waspada terhadap gerak-gerik raja-raja Jawa. Rupanya dengan membangun benteng ini, Belanda berupaya agar bisa berjaga-jaga jika Keraton berpaling tidak lagi menjalin hubungan baik atau balik memusuhi.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun