Kali tantangan Samber THR Kompasiana ini cukup membuat ketar-ketir bukan karena tema tentang hobby atau aktivitas favorit. Tetapi dua hari ini aku sedang dalam perjalanan dari dan keluar kota he3 ... Kapan nulis dan tayangnya ya?
Selesai tarawih tadi malam aku search Google mencari definisi kata hobi di KBBI. Dijelaskan bahwa hobi adalah sebuah kesenangan istimewa yang dilakukan di waktu senggang disebut hobi. Yup! Kesenangan istimewaku salah satunya adalah bersepeda/gowes.
Mengapa Suka Gowes?
Beberapa teman bertanya, "Teh Dewi hobi gowes sejak kapan?" Secara akhir-akhir ini memang semakin marak ya orang-orang tetiba menjadi goweser he3 ...
Aku bilang, "Kalau gak salah sih sejak usia taman kanak-kanak, he3 ..." Iya loh! Waktu itu aku dibelikan sepeda roda 3 dan aku senang sekali gowes keliling halaman rumah. Saking senangnya setiap hari selalu gowes, walau pernah jatuh hingga kepalaku bocor karena jatuh terbentur besi. Harus dijahit dong ... Tetapi tetap tidak kapok.Â
Aku semakin senang saat mahir bersepeda roda dua. Saat duduk di bangsu SD, sepeda balap milik adikku lebih sering aku yang pakai untuk gowes pada akhir pekan. Pernah beberapa kali jatuh dan terluka ketika sedang gowes. Seperti masuk ke selokan atau terpeleset di jalan yang licin, tak juga membuatku gentar. Hobi gowes jalan terus.Â
Nah ... Waktu SMP dan SMA, aku tak hanya puas hanya berkeliling mengitari jalanan komplek. Sesekali jiwa petualanganku muncul, maka kakiku mengayuh sepeda sendirian menyusuri gang sempit perkampungan atau jalan raya yang tak begitu ramai. Biasanya mulai selepas shalat subuh sampai jelang jam sepuluh, aku gowes hingga banjir peluh ... Sungguh seru!
Bulan Ramadhan saat puasa pun tak menghalangiku untuk tetap gowes, he3 ... Alhamdulillah.
Sempat jarang gowes ketika kuliah di ITB karena aku tidak begitu suka dengan jalan yang terlalu naik-turun di Bandung. Tapi ketika liburan kuliah ke rumah orang tua di Cirebon, pastilah aku gowes untuk menghibur diri juga menghilangkan kepenatan segala tugas studio dan ujian.Â
Setelah lulus kuliah, lalu bekerja, dan berumahtangga di Jakarta, hobi gowes kembali bisa dilakukan dengan nyaman. Lebih seru lagi ternyata suamiku memiliki hobi gowes juga. Wooow ... Paket komplit ini Mah. Klop deh! Anak-anakku ternyata senang juga gowes, ketularan Ibu dan Bapa nih ...
Baca juga : Asyik Gowes di Kawasan Kota Tua Semarang Nan Apik
Sampai sekarang hobi gowes masih aku jalani dengan memilih tempat yang lebih aman. Agak ketar-ketir juga kalau harus bersepeda di jalan raya Jakarta yang padat dan berpolusi. Aku senang gowes santai saja, makanya tidak ikut komunitas apapun. Beberapa kali aku sengaja membawa sepeda keluar kota sambil traveling atau silaturahim. Jika tak sempat membawanya, aku meminjam dari hotel atau penyewaan sepeda.
Apa Manfaat Gowes Bagi Kesehatan?
Gowes menjadi alternatif olahraga yang cocok saat pandemi, karena rendahnya kontak dengan kerumunan. Selain itu, gowes secara rutin juga memiliki banyak manfaat baik bagi kesehatan fisik dan juga mental. Ada 8 manfaat gowes, yaitu:
- Meningkatkan kekuatan otot.
- Mengontrol berat badan.
- Menjaga kesehatan jantung.
- Menstabilkan diabetes.
- Menurunkan risiko depresi.
- Meningkatkan sistem imun tubuh.
- Menurunkan risiko penyakit jantung dan kanker.
- Membantu mengatasi insomnia.
Stres bisa datang sewaktu-waktu kepada siapa saja. Tekanan pekerjaan atau masalah kehidupan yang belum terselesaikan dapat menjadi pemicu stres. Selain menerapkan anjuran Rasulullah shalallaahu a'laihi wassalaam  'jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu', tak ada salahnya mencoba gowes untuk menghilangkan stres.
Ada Apa Saja Koleksi Sepedaku?
Jenis-jenis sepeda kepunyaanku saat ini ada sepeda gravel, lipat, gunung, dan city bike. Aku coba kenalkan apa ciri-ciri sepeda yang biasa aku pakai di antaranya:
- Pertama city bike. Sepeda paling nyaman sih menurutku. Jenis ini banyak digunakan oleh kaum urban masa kini. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sering menggunakan jenis sepeda city bike pulang dan pergi dari rumah di Lebak Bulus menuju Balaikota. City bike dikenal sebagai urban bike atau commuter bike. Sesuai namanya, city bike didesain untuk digunakan di perkotaan. Kenapa begitu? Karena ban yang digunakan cukup ramping serta khusus melewati jalanan mulus dan tak banyak lubang. Juga didesain untuk perjalanan jarak pendek dengan medan yang rata. Cara penggunaan city bike relatif lebih sederhana dibandingkan tipe lainnya.
- Kedua sepeda gunung. Sebutan lain untuk sepeda gunung adalah All Terrain Bike /ATB atau Mountain Bike /MTB). Sepeda yang biasa digunakan dalam medan berat ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970 oleh pengguna sepeda di perbukitan San Fransisco. Ciri-cirinya adalah ringan, bentuk kerangka terbuat dari baja, aluminium atau komposit serat karbon (carbon fiber reinforced plastic), menggunakan shock breaker (peredam goncangan). Ban yang dipakai memiliki kemampuan untuk mencengkeram tanah dengan kuat. Sepeda gunung memiliki 18-30 gear pindah yang berguna mengatur kecepatan dan kenyamanan dalam mengayuh pedalnya.
- Ketiga jenis gravel. Sesuai namanya sepeda gravel ini bisa diajak cepat melewati jalanan gravel alias kerikil/tanah. Bentuknya khas road bike, tapi bisa menerima ban lebar hingga 40 mm atau lebih sedikit dan memakai disc brake ala sepeda off road.Â
- Keempat jenis lipat. Diberi nama sepeda lipat ya memang ini sepeda dapat dilipat menjadi lebih ringkas dengan dilengkapi engsel pada rangkanya. Keunggulannya bisa dibawa ke dalam angkutan umum, disimpan di apartemen ataupun kantor. Tentunya sepeda biasa yang berukuran besar tidak diizinkan. Sepeda lipat mulai populer di Indonesia sejak maraknya komunitas pekerja bersepeda atau kalangan penglaju. Rute pendek ditempuh dengan sepeda sementara rute jauh tetap menggunakan angkutan umum. Nah ... Sepeda jenis ini sering sekali aku bawa keluar kota, karena ringan dan masuk bagasi mobil pun muat ha3 ...
Baca juga : Gowes Sambil Menikmati Indahnya Pusat Kota Jakarta
Bagaimana Etika Bersepeda Yang Baik dan Benar?
Kata sepeda dan bersepeda sepertinya sedang naik daun ya teman-teman K-Ners. Sebagai penyuka sepeda dan penikmat bersepeda, aku ingin berbagi pengalaman. Bahwa apapun yang kita lakukan sejatinya harus memenuhi standar etika yang berlaku di masyarakat.
Tidak mentang-mentang sepedanya berharga puluhan bahkan ada yang lebih dari seratus juta, lalu menjadi semena-mena. Apa saja etika yang harus dimiliki oleh pesepeda? Yuk! Kita simak dan jalankan ya ...Â
- Hargailah pengguna jalan yang lain, baik kendaraan yang lebih besar maupun pejalan kaki.
- Patuhi rambu-rambu lalu lintas.
- Gunakan pengaman seperti helm dan pelindung lutut untuk meminimalisir resiko kecelakaan.
- Menjaga jarak dan tidak bergerombol saat bersepeda bersama, agar tidak terjadi kemacetan atau saling bersenggolan yang dapat menimbulkan kecelakaan.
- Parkir sepeda di tempat yang telah disediakan.
Bersepeda di pegunungan atau di area khusus juga tetap harus mentaati peraturan yang ada. Tentu untuk kenyamanan semua. Bukankah pengguna area publik tidak hanya diri kita sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H