Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Ramadhan Penuh Keajaiban di Kaki Gunung Ciremai Era 80-an

2 April 2023   08:56 Diperbarui: 2 April 2023   09:14 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teteh  berjalan-jalan di pematang sawah menikmati suasana Desa Tegaljugul. Dokumen pribadi.

Gunung Ciremai tampak gagah terpasak kuat di kejauhan. Saat mobil Colt T-120 berguncang menerjang jalan menanjak dan berbatu menuju sebuah desa di kaki gunung tertinggi di Jawa Barat itu. Aku masih berumur 10 tahun dan duduk di kelas 4 sebuah sekolah dasar di Jakarta Selatan. 

Keajaiban pertama yang aku rasakan adalah tampak orang-orang melintas berjalan kaki dengan punggung memanggul karung besar sekali. Terlihat santai saja sambil bercakap-cakap bahkan bercanda di jalanan yang menanjak tajam. Wooow ... Luar biasa.

Rumah kakek dan nenekku dari pihak ayah berada di Desa Tegaljugul, Jalaksana, Kuningan. Oya ... Aku biasa memanggil mereka dengan sebutan Apa dan Ibu. Jika di Jakarta tentu tak asing lagi kita dengan lampu listrik, televisi, dan kulkas, jangan harap menemukan tiga benda itu di rumah Apa yang menjadi tempatku menikmati bulan Ramadhan 1400 Hijriyah (bertepatan dengan 13 Juli - 11 Agustus 1980 Masehi). Ajaib ya ... Mereka bisa tetap happy dengan segala keterbatasan itu.

Kaka, Mas, dan Teteh di depan rumah Apa dan Ibu saat liburan sekolah dua belas tahun lalu. Dokumen pribadi.
Kaka, Mas, dan Teteh di depan rumah Apa dan Ibu saat liburan sekolah dua belas tahun lalu. Dokumen pribadi.

Nah ... Mobil yang mengantarku itu milik Aki dan Eni (sebutan untuk kakek dan nenekku dari pihak ibu). Mereka tinggal di pusat Kabupaten Kuningan dekat masjid raya dan alun-alun, bukan di desa. Sebelum berlibur di Desa Tegaljugul, aku berlibur di rumah mereka yang besar dan tentu saja sudah ada listrik. Jadi ... Saat berada di rumah Apa dan Ibu sungguh aku harus beradaptasi dengan keajaiban lainnya he3 ...

Mobil Colt T-100. Sumber: https://www.madjongke.com/ 
Mobil Colt T-100. Sumber: https://www.madjongke.com/ 

Oya ... Aku juga lihat ada mobil Colt T100 yang dijadikan angkutan pedesaan. Selain mengangkut orang ternyata di atas kap mobil juga ada sayuran yang akan dibawa ke pasar. Ajaibnya lagi di bagian pintu belakang pun masih digunakan orang bergelantungan -hanya berpegang pada semacam besi di ujung kap. Ya aaampuuun ... 

Akhirnya ... Sensasi naik angkutan pedesaan semi horor itu pun aku jalani bersama bibiku. Ia mengajakku ke pasar di kecamatan untuk membeli bahan-bahan membuat kue lebaran. Aku dipangku Bibi karena bagian dalam penuh sesak penumbang bergabung karung dan keranjang hasil bumi yang akan dijual di pasar. Kata Bibi karung itu berisi bawang, ubi, jagung, labu parang, dll. 

Nah ... Sepulang dari pasar berganti yang dibawa adalah tepung, gula, minyak goreng, kopi, dan Supermi. Atap mobil tak ada barang.  Ajaib yang ada adalah beberapa penumpang rela duduk di kap mobil demi segera bisa pulang ke rumah. Maklumlah mobil angkutan pedesaan ini sangat terbatas jumlah dan waktu operasinya.

Teteh  berjalan-jalan di pematang sawah menikmati suasana Desa Tegaljugul. Dokumen pribadi.
Teteh  berjalan-jalan di pematang sawah menikmati suasana Desa Tegaljugul. Dokumen pribadi.

Kembali ke suasana rumah Apa dan Ibu yang masih berlantai tegel, sebagian bersemen, bahkan dapurnya masih beralas tanah. Dua buah tungku kayu bakar dari susunan bata merah berbalut plesteran semen menjadi alat masak utama selain satu buah kompor minyak tanah yang jarang sekali digunakan. Ada langseng, panci, ketel, dan kuali yang hitam legam terkena jelaga setiap hari. Mungkin sudah dicuci dan disikat abu gosok dengan susah payah tapi tetap saja kembali menghitam. 

Adegan keren nan ajaib adalah cara menyalakan api di tungku kayu bakar itu. Bibi menyusun kayu dan masukkan sabut kelapa, lalu menyalakan korek api. Api kecil mulai membesar seiring hembusann angin dari pipa bambu yang ditiupkan Bibi. 

Tungku kayu bakar. Sumber: https://food.detik.com/ 
Tungku kayu bakar. Sumber: https://food.detik.com/ 

Air yang digunakan untuk memasak berasal dari sumur dengan timba -kerekan tali ban warna hitam. Letak sumur ada di bagian belakang rumah bersatu dengan kamar mandi tanpa atap dan tanpa pintu. Ketika aku akan mandi, pamanku menyiapkan dulu air dengan benda ajaib bernama timba. Ia menimba air dan memasukkannya ke dalam bak yang besar sekali. He3 ... Aku pernah iseng loh, masuk ke dalam bak mandi itu dan berendam di sana. Tentu saja pamanku mengomel tak karuan karena harus menguras bak mandi dan mengisinya kembali.

Pamanku baik sekali hatinya walau keponakan yang tak tahu diri sudah membuatnya capek. Ia tetap semangat memanjat pohon kelapa untuk menyenangkan hatiku yang kepingin banget buka puasa dengan kelapa muda. Bibiku tak kalah baiknya, bahkan cenderung memanjakanku. Ia membuatkan makanan ajaib yaitu cincau dari daun cincau yang tumbuh di pinggiran kolam ikan milik Apa. Ikan mujair dan gurame  dari kolam di depan rumah juga disajikan untuk hidangan buka puasaku. 

Waaahhh ... Lahap sekali aku berbuka dengan segala makanan dan minuman yang terasa lebih enak dibanding di Jakarta. Mau tahu makanan ikan peliharaan Apa? Selain daun talas yang dicincang, ternyata ada toilet jongkok di pinggir kolam. Kotorannya mengalir jatuh bebas ke dalam kolam. Aneh bin ajaib ... Ikan-ikan itu berebut menyantapnya. Entahlah ... Mungkin itu yang membuat ikannya terasa sedap ketika disantap. 

Baca kisah saat balita aku tenggelam di kolam ikan milik Apa di sini: Gadis Cilik di Atas Pohon Mangga

Patromaks lampu ajaib. Sumber: https://pakuanpos.com/
Patromaks lampu ajaib. Sumber: https://pakuanpos.com/

Satu lagi keajaiban yang ada di rumah Apa dan Ibu adalah patromaks.  Menyalanya lampu petromaks itu seperti sulap ... Kok bisa? Kaos lampu yang kempes dan terbuat dari bahan yang seperti jala-jala jadi genduuut dan taaaraaa menyala terang ... Amazing! Aku suka wangi spirtus berwarna biru dengan rasa dingin bila disentuh jari jemari dan ditiup.

Petromaks hanya untuk menerangi ruang makan dan ruang tamu.  Sementara di kamar tidur,  Apa  memakai lampu teplok minyak tanah. Hmmmm ... Kamu yang pernah mengalami pasti tak pernah lupa bau khas nya yang menempel dibaju dan semua kain-kain di kamar. Bila kebelet pipis pada malam hari masih oke lah pakai obor ke bagian belakang rumah. Akan sangat menyeramkan jika kebelet buang air besar, karena letaknya ada di dekat kolam ikan jauh dari rumah. Jadi berharap jangan sampai kebelet malam hari supaya tidak merepotkan seisi rumah.

Ibu dan Bibi akan menemaniku shalat tarawih di masjid desa yang juga diterangi dengan patromaks. Kami berjalan membawa obor untuk sampai di sana. Jalannya naik turun dan masih berupa susunan batu alam. Harus berhati-hati agar tidak tergelincir. Udara malam yang dingin dan angin semilir membuatku sering tertidur di atas sajadah sebelum shalat berakhir. 

Saat sahur berat sekali mata ini terbuka. Berkemul selimut dan melanjutkan mimpi tentu lebih asyik ... Tapi Ibu dengan sabar dan membangunkanku. "Neng ... Gugah yuk! Urang sahur. Aya susu haneut. Aya Supermi. " Duuuhhh ... Mie instan dengan model iklan Ira Maya Sopha  'Saya Suka Supermi' sangat menggoda selera. Iklan itu sering aku tonton di rumah Aki yang sudah punya televisi. 

Bibi membuat dadar telur super enak sedunia. Entahlah sampai sekarang aku belum pernah bisa membuat dadar telur serupa itu. Ternyata rahasianya adalah Bibi menaburkan bumbu penyedap Sasa. Waduh ... Aku tidak pernah masak pakai bumbu penyedap he3 ... Begitupun mie instan ternyata menggunakan penyedap rasa. Wuuuiiihhh ... Pantas saja enak dan bikin aku ketagihan.

Iklan Sasa. Sumber: https://www.facebook.com/iklanjadul/posts/sasa-1979
Iklan Sasa. Sumber: https://www.facebook.com/iklanjadul/posts/sasa-1979


 ...


Sejarah Desa Tegaljugul


Sebelum menjadi nama Sidamulya seperti sekarang ini, dulu bernama Desa Tegaljugul. Nama Tegaljugul berasal dari dua kata yaitu 'Tegal' yang berarti 'Lapangan Luas' dan 'Jugul' yang berarti 'Utusan'.

Kisah ini berkaitan dengan utusan yang dikirim dari masing-masing desa di wilayah kawasaan Kerajaan Pajajaran untuk mengantar Puteri Dyah Pitaloka yang akan dinikahkan kepada Hayam Wuruk, yaitu Raja Majapahit. Tetapi pada saat itu terjadi Perang Bubat, dan pada saat selesai purang bubat Jugul dari wilayah desa kami bisa pulang dengan selamat. Maka untuk memperingati kejadian tersebut oleh sesepuh desa menamakan desa tersebut dengan nama 'Tegaljugul'.

Wilayah desa Tegaljugul yang terletak pada ketinggian 645 mdpl ini meliputi area persawahan di sebelah timur dan selatan, kawasan kebun di sebelah utara dan barat. Perbatasan desa adalah:

  • Sebelah timur: Desa Babakan Mulya
  • Sebelah utara: Desa Babakan Mulya
  • Sebelah barat: Gunung Ciremai, Desa Babakan Mulya, Desa Sukamukti
  • Sebelah selatan: Desa Sukamukti dan Desa Gandasoli

Hasil pertanian unggulan dari Desa Tegaljugul antara lain: bawang merah, bawang daun, ubi jalar, ketela pohon, kacang buncis, kacang panjang, tomat, cesim, padi, cabe rawit, cabe keriting, cabe hijau, jagung, dan kentang.

Sumber: https://profilbaru.com/Sidamulya,_Jalaksana,_Kuningan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun