Nilai-nilai pendidikan yang sekarang sedang ramai diperbincangkan oleh kalangan pendidik maupun pemerintah sebagai otoritas kebijakan adalah tentang pendidikan berbasis karakter. Sejauh ini sering kali perbincangan dan kebijakan yang diambil melepaskan diri dari sumber utama nilai-nilai kehidupan kita sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui.
Sejalan dengan pemikiran bahwa umat Islam harus mengambil nilai-nilai dasar dari Al-Qur'an, maka ayat-ayat.Nya adalah rujukan utama. Mari kita buka dan telaah sebuah kisah agung yang ada di dalam kitab suci umat Islam ini. Siapa yang tak kenal Nabi Musa? Ayat yang menceritakan kisah Nabi Musa adalah yang terbanyak mulai dari sebelum kelahiran hingga episode berhadapan dengan Fir'aun yang dzalim, serta perjalanannya mencari ilmu dengan Nabi Khidir.
Di dalam surah Al-Kahfi ayat 60-80 adalah pondasi kita untuk memahami nilai-nilai pendidikan berbasis karakter. Ada dua aspek yang dibahas yaitu tentang pelajar yang harus memiliki akhlak seperti kegigihan, sifat rasa ingin tahu, kesopanan, dan siap berguru kepada siapapun tanpa memandang pangkat dan derajat. Aspek lainnya adalah tentang guru yang harus memiliki akhlak sabar, metode yang tepat, berhati lembut, mengetahui latar belakang muridnya, pemaaf, bijak, dan mengajarkan kebenaran.
Hikmah Untukku Sebagai Pembelajar
Insight yang bisa kita dapatkan saat memperdalam ayat 60-80 di dalam surah Al-Kahfi ini adalah:
Pertama : Perjalanan untuk menuntut ilmu, dibuktikan dengan berjalannya Nabi Musa bersama muridnya (pembantunya) bernama Yusua bin Nun untuk berguru kepada Nabi Khidir.
Kedua : Keinginan yang kuat/bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, dibuktikan dengan terus berjalannya Nabi Musa untuk menuntut ilmu, meskipun tidak tahu tempatnya dan banyak rintangan, namun Nabi Musa tidak menyerah dan berkata akan terus berjalan sampai (walaupun harus) bertahun-tahun lamanya.
Ketiga : Perlunya bekal dalam bepergian terutama saat menuntut ilmu. Hal ini dibuktikan oleh Nabi Musa dengan membawa bekal berupa ikan dalam keranjang.
Keempat : Adab murid terhadap guru. Nabi Musa membuktikan dengan permintaan ijin kepada Nabi Khidir dengan pertanyaan yang sangat sopa santun yaitu, "Bolehkan aku mengikutimu?" Benar sekali ... Nabi Musa ketika menjadi murid Nabi Khidir artinya menjadi folloer -pengikut yang tunduk dan patuh kepada gurunya.
Kelima : Sabar dalam menuntut ilmu. Keletihan dan ketidaktahuan tempat yang akan dituju oleh Nabi Musa agar bisa berjumpa dengan Nabi Khidir tidak mematahkan semangat. Bahkan Nabi Musa sampai harus istirahat berkali-kali dalam perjalanan panjangnya itu. Hal ini dalah bukti bahwa Nabi Musa sabar dan terus memohon pertolongan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemurah agar diberikan jalan untuk menuntut ilmu.