Menularkan hobi membaca kepada anak-anak penting dilakukan. Jangan hanya menyuruh loh! Namun ... Orangtua harus memberikan teladan dan contoh yang baik.Â
Teteh, anakku bungsu sudah senang membaca buku sejak balita. Malah sebelum bisa membaca, dia senang melihat-lihat buku bergambar dan tetiba menirukan kalimat yang biasa aku bacakan.Â
Waaahhh ... Sempat kaget, aku kira sungguh-sungguh sudah bisa membaca, ternyata Teteh mengulang kembali ingatannya terkait jalan cerita di buku favoritnya. Teteh sungguh memiliki ingatan yang kuat.Â
Aku berusaha membangun budaya literasi sejak dini bersama anak-anak.Â
Buku berjudul Si Anak Kuat menceritakan tentang Amelia. Kisah dalam buku ini menggambarkan Amelia sebagai anak yang memiliki mimpi-mimpi hebat untuk kampung tercintanya. Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku ini adalah mahkotanya. "Kau anak paling kuat di keluarga ini. Amel. Itu benar sekali. Bukan kuat secara fisik, tapi kuat dari dalam. Kau adalah anak yang paling teguh hatinya, paling kokoh dengan pemahaman yang baik."
Buku yang terdiri dari 397 halaman ini diterbitkan oleh Republika tahun 2018. Ada 33 bab, prolog, dan epilog di mana Tere Liye mengangkat tema anak dengan latar belakang perkampungan di Sumatra era tahun 80-an. Serial ini yang terdiri dari 5 buku yaitu Si Anak Pintar, Si Anak Cahaya, Si Anak Pemberani, Si Anak Spesial, dan Si Anak Kuat. Menurutku buku ini keren sekali dan penting dibaca oleh anak-anak di Indonesia. Teteh membeli serial ini di Gramedia supaya dapat yang asli ... Bukan buku bajakan.
Lucu sekali Amel ini ... Dia merasa tidak nyaman menjadi anak bungsu. Ada keinginan yang begitu menggebu dalam dirinya, dia imau berubah menjadi anak sulung saja he3 ... Ya ... Amel ingin menjadi Eli, kakak nomor satu. Dia bosan menjadi anak bungsu karena tidak selalu menyenangkan seperti yang sering orang-orang pikirkan tentang anak bungsu.
Aku terkesan dengan cerita di halaman 107, ketika Wak Yati mengatakan, "Lagi pula, dengan tetap tinggal di kampung, bukan berarti seseorang tidak bisa melakukan hal besar. Karena besar kecil sebuah perbuatan tidak semata-mata dilihat dari ukuran kasatmata, melainkan juga diukur dari hal yang tidak terlihat. Ketika kau menolong seorang anak yang kelaparan misalnya. Mungkin itu perbuatan kecil, hanya satu anak, apalah artinya. Tetapi bagi anak itu, jelas perbuatan besar. Dia diselamatkan dari laparnya. Kaidah agama bilang, menyelamatkan satu orang sama dengan menyelamatkan seluruh orang di dunia ..."
Konflik dalam buku ini terkait dengan perkebunan kopi yang hancur terkena banjir bandang. Amel sedih sekali. Apakah semua akan berakhir begitu saja? Penasaran banget loh kalau tidak selesai membaca tuntas buku ini. Teteh kebetulan membeli buku untuk mengisi liburan jadi bisa segera membacanya dan begitu selesai bilang, "Seru banget bukunya!"Â
Membaca buku ini aku melihat karakter Teteh yang teguh pendirian seperti Amel. Ketika Teteh ingin menghafal Al-Qur'an 30 juz, masyaallah ... Sungguh kuat tekadnya walau penuh tantangan. Tak surut dengan sulitnya menghafal ayat demi ayat, kadang hingga larut malam. Airmata pun sering tumpah bila berjumpa rintangan seperti ayat yang belum bisa dihafal padahal sudah diulang berkali-kali. Sedih menyergap saat sakit, hingga waktu untuk menghafal tidak bisa optimal, subhanallah ...Â
Bersyukur ustadzah pembimbing Teteh di SMP Quran Al-Ihsan Kebagusan sangat sabar dan selalu memotivasi bahwa belajar Al-Qur'an adalah utama bagi seorang muslim. Â Alhamdulillah ... Hanya atas karunia dan kasih sayang Allah Yang Mahakuasa lagi Maha Pemurah, Teteh dapat menyelesaikan ziyadah setoran hafalan Al-Qur'an 30 juz di usia 14 tahun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H