Kota Makkah adalah tanah suci bagi umat Islam. Rasululah Shalallaahu Alaihi Wassalaam lahir dan berdakwah pertama kali hingga tahun ke 13 kenabian juga di kota ini. Masjidil Haram dan Ka'bah sebagai titik pusat dan arah kiblat kaum muslimin saat mendirikan ibadah salat. Keberadaan masjid yang didalamnya bila melaksanakan salat akan mendapatkan pahala 100.000 kali lipat dibandingkan dengan di masjid lainnya tentu memiliki derajat tinggi bahkan tertinggi dalam pelaksanaan ibadah.
Ibadah tawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali juga sa'i berjalan sesekali berlari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwa adalah rangkaian tak terpisahkan dari ibadah haji. Dua tempat tersebut ada dalam kawasan Masjidil Haram. Air zamzam, Maqam Ibrahim, Hajar Aswad, Hijir Ismail, dan Multazam juga berada di dalam kawasan yang dimuliakan ini.
Saat aku melaksanakan ibadah haji pada tahun 2006 belum ada bangunan menara jam raksasa. Namun ... Saat aku melaksanakan ibadah umroh pada bulan April tahun 2018 suasana di kawasan Masjidil Haram sudah berubah drastis. Berdiri tinggi menjulang bangunan hotel, pusat perbelanjaan, dan Makkah Royal Clock Tower yang disebut sebagai bagian dari komplek Abraj Al-Bait. Entah mengapa aku merasa gamang dengan suasana baru ini ...
Aku dan suami adalah arsitek yang memiliki ketertarikan dengan Arsitektur Islam dan arsitektur lanskap yang ramah terhadap lingkungan atau disebut Eco Architecture. Saat kuliah di ITB medio akhir tahun 80-an hingga awal 90-an aku suka dengan rangkaian matakuliah sejarah dan kritik arsitektur. Aku juga mengambil mata kuliah Arsitektur Islam.Â
Salah satu kritik yang mewakili isi pikiranku datang dari Gunawan Mohammad dalam Catatan Pinggir-nya. Irfan al-Alawi, direktur pelaksana Islamic Heritage Research Foundation di London kepada The Guardian menyebut pembangunan tersebut sebagai "It is the end of Mekkah". (Sumber: wikipedia.org).Â
Mengapa kawasan Masjidil Haram yang sejatinya adalah pusat -inti- magnet dari segala aktifitas kota menjadi kehilangan jati dirinya? Identitas sebagai kota pusat peribadatan bagi umat Islam sedunia dengan titik fokusnya adalah Ka'bah seakan ditenggelamkan oleh bangunan yang tingginya lebih dari 600 meter ini.
Menurut pendapatku sejatinya di Kota Makkah dan kawasan Masjidil Haram bangunan yang paling megah dan menjadi inti dari perkembangan kota adalah Ka'bah.Â
Masjidil Haram beserta menaranya menjadi bangunan tertinggi. Kebijakan perencanaan kawasan dan berbagai bangunan pendukungnya harusnya mengacu kepada ketinggian menara masjid, tak boleh melebihinya. Bukit batu dan lanskap Kota Makkah yang khas juga tak seharusnya dipapas begitu saja demi berdirinya bangunan baru.Â
Sayang sekali sekarang Masjidil Haram dan Ka'bah malah dikelilingi bangunan komersial. Harusnya dibuat area terbuka di mana para jamaah Haji maupun umroh sudah bisa melihat bangunan masjid dari kejauhan bukannya terhalang oleh bangunan lain.
Kenanganku saat menunaikan ibadah haji masih ada bangunan rumah tempat Nabi Muhammad dilahirkan. Bangunan itu dijadikan perpustakaan umum. Kini bangunan tersebut sudah tiada ... So Sad ... Rasaku ini juga diungkapkan oleh Sami Angawi seorang pakar Makkah dan pendiri pusat penelitian Haji dan Umroh. Dia tak lagi menginjakkan kaki di kota kelahirannya ini sejak tahun 2009 karena merasa tidak nyaman dan tidak sepakat dengan konsep perkembangan kotanya. Dia tak senang dengan cara Makkah bertransformasi yang kerap menggusur bangunan/tempat bersejarah.
Tentu sejarah perkembangan Islam tak lepas dari kota ini ... Sayang sekali jika itu dihilangkan begitu saja. "Saya mencintai Makkah dan tak tahan melihat Kota Nabi ini dihancurkan," kata Angawi. Satu lagi bangunan yang hilang tanpa jejak adalah Benteng Ajyad yang dibangun pada 1781 oleh Kerajaan Turki Utsmani. Bangunan bersejarah ini digusur pada tahun 2002.Â
Sejatinya jamaah haji yang melaksanakan puncak ibadah benar-benar merasakan bahwa 'super big clock' jam raksasa yang sesungguhnya bukanlah 'Makkah Royal Clock'. Sehari sebelum ke Arafah jamaah haji akan melakukan mabit semalam di Mina jika mengikuti sunnah Rasulullah. Tepat setelah salat subuh yang ditandai dengan terbitnya fajar di ufuk Timur, jamaah haji akan bergerak menuju Arafah dengan berjalan kaki. Pengalamanku berjalan kaki pp dari Makkah - Mina - Arafah - Mudzdalifah - Mina - Makkah ada di sini.Â
Jam raksasa di depan Masjidil Haram itu bukanlah penentu waktu rangkaian ibadah haji. Jam buatan manusia: yang bisa saja alpa atau salah patut dipertanyakan maksud dan tujuan pembuatannya. Betapa Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa telah memilih jam super raksasa yang sesungguhnya yaitu matahari sebagai acuan tak tergoyahkan dalam menentukan waktu rangkaian ibadah haji. Wukuf di Arafah dari dzuhur hingga maghrib saat matahari terbenam, selepas itu dilanjutkan mabit semalam di Mudzdalifah hingga salat subuh.Â
Tak ada atap dan dinding pembatas antara diri ini dengan alam ciptaan-Nya. Tubuh bersentuhan dengan pasir nan lembut, berselimut dinginnya hawa gurun, beratap langit dihiasi milyaran bintang. Ini adalah hotel terbaik versi Illahi Rabbi. Pakaian ihram dua lembar untuk laki-laki mencerminkan kelak ketika kita kembali kepada Allah Yang Maha Pencipta lagi Mahamulia juga hanya dengan lembaran kain seperti itu.Â
Semua atribut dunia, pangkat, jabatan, harta kekayaan, keturunan, dan kegagahan tubuh telah ditanggalkan semua. Di sini jiwa dan raga benar-benar bergerak ditentukan oleh kuasa-Nya melalui perhitungan pergeseran matahari dari sejak terbit di timur hingga terbenam di barat.Â
Sekali lagi ... Bila kita menyadari penuh rangkaian puncak ibadah haji, maka tak akan ada lagi kesombongan dan berbangga diri di hadapan sesama. Tak lagi bisa semena-mena melanggar perintah dan larangan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Siapa diri ini? Hanya hamba yang senantiasa berharap ketika harus pulang menghadap dipanggil-Nya dengan seruan terindah: "Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al FAjr 89:27-30).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H