Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berhaji Selagi Muda (Menjadi Tamu Allah yang Mahamulia)

13 Juni 2022   12:02 Diperbarui: 13 Juni 2022   17:28 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelataran luar Masjidil Haram ramai lalu lalang jamaah haji. Dokumen pribadi.

Bersyukur atas rahmat dan karunia Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa. Sujudku pada sepertiga malam dengan melangitkan doa-doa terbaik agar diundang dan dimampukan untuk menunaikan Rukun Islam kelima, yaitu ibadah haji dapat dilaksanakan saat masih muda. 

Pelataran luar Masjidil Haram ramai lalu lalang jamaah haji. Dokumen pribadi.
Pelataran luar Masjidil Haram ramai lalu lalang jamaah haji. Dokumen pribadi.

Ketika aku lulus kuliah di usia 23 tahun, tahun 1993 terbersit keinginan untuk menunaikan ibadah haji. Hal ini terinspirasi dari kisah inspiratif Bapa yang berhaji dengan tugas sebagai dokter kloter saat aku kuliah pada tahun 1991. Menarik sekali beragam pengalaman beliau yang membuatku punya keinginan kuat untuk segera berhaji. Inspirasi lain datang dari Mamah yang menunaikan haji sebelum Bapa karena berkesempatan berangkat bersama kakanya sebagai mahrom. Mamah waktu itu berusia 38 tahun pada tahun 1988. Tapi saat itu belum bisa terwujud keinginanku.

Alhamdulillah ... Tiga belas tahun kemudian, pada bulan November 2006,  aku dan suami berkesempatan menunaikan ibadah haji. Saat itu aku berusia 36 tahun. Pengalaman ibadah haji sungguh penuh hikmah. Bawalah bekal 3S: Sabar - Syukur - Semangat. Kita adalah tamu dari Allah Yang Mahamulia lagi Maha Pengampun, maka jadilah tamu yang baik - bila memungkinkan jadilah yang terbaik. Tentu dengan tujuan membawa keberkahan haji mabrur.

Menyelamlah dalam kebeningan hatimu 'qalbun salim' ... Lalu temukan bahwa Tuhamu akan menyambut dengan Cahaya kasihsayang-Nya di tanah suci-Nya. Aku hanyalah setitik debu di lautan pasir gurun. Ujian ketika proses pemberangkatan dari Bandara Soekarno Hatta yaitu delay pesawat Saudi Airlines selama 24 jam . Kejadian ini sungguh membutuhkan kesiapan mental berupa kesabaran dan fisik karena kami hanya bisa duduk isitrahat di ruang tunggu. Petugas maskapai memberikan keterangan bahwa kami tak boleh meninggalkan bandara. Ada snack dan makanan serta minuman untuk kami. Namun ... Bisa dibayangkan saat itu koper besar sudah berada diantrian bagasi pesawat. Kami hanya menenteng satu tas kecil yang berisi peralatan penting saja seperti mukena, Al-Qur'an, buku doa, dan kain ihrom untuk jamaah laki-laki. Satu tas selempang berisi uang tunai riyal/rupiah, paspor, kartu identitas, dan dokumen penting lainnya. Jadi ... Selama 24 jam kami tak berganti pakaian. Kisah lengkapnya ada di sini.

Keikhlasan atas ketentuan-Nya dan ridho atas apa yang terjadi menimpa diri ini. Pesawat kloter sebelumnya mengalami kendala teknis di atas langit Singapura dan harus kembali ke Jakarta. Nah ... Pesawat yang seharusnya untuk kloter kami, malah digunakan untuk mengangkut kloter sebelum kami. Jadilah kami menanti perbaikan pesawat rusak tersebut yang  sukucadangnya harus didatangkan dari Jeddah.

Setelah pesawat kembali normal, kami pun berangkat menuju bandara King Abdul Aziz Jeddah Saudi Arabia. Total waktu keberangkatan dari embarkasi Bekasi, boarding, dan delay di bandara Soekarno Hatta, penerbangan Jakarta - Jeddah, urusan administrasi di bandara King Abdul Aziz  bisa mencapai 2 x 24 jam. Subhanallah ... 

Setelah berbagai proses administrasi terpenuhi, kami menuju Makkah menggunakan bis. Penginapanku ada di daerah Ma'la tak jauh dari pemakaman di mana Bunda Khadijah dimakamkan. Pembagian kamar sudah ditentukan oleh panitia haji. Aku satu kamar bertiga, ada juga yang berenam dan berdelapan sampai sepuluh orang. Jamaah perempuan terpisah dengan jamaah laki-laki walaupun suami istri. Waaahhh ... Selama ibadah haji 40 hari ya sabar saja tidak sekamar dengan suami atau istri.

Sekitar 2 kilometer jaraknya menuju Masjidil Haram dan itu aku tempuh dengan berjalan kaki pulang pergi. Masyaallah ... Allah berkahi kesehatan dan kemudahan segala urusan ibadah di masjid yang pahala salatnya telah dijanjikan Allah sebesar 100.000 kali lipat dibandingkan masjid lainnya.

Jalan yang biasa aku lalui dari penginapan menuju Masjidil Haram. Di depan pemakaman Ma'la banyak merpati jinak. Dokumen pribadi.
Jalan yang biasa aku lalui dari penginapan menuju Masjidil Haram. Di depan pemakaman Ma'la banyak merpati jinak. Dokumen pribadi.

Airmataku tak dapat dibendung saat pertama kali memandang Baitullah, Ka'bah dan jutaan hamba-Mu Ya Allah Yang Mahaagung lagi Maha Terpuji. Puji syukur aku panjatkan, dzikir dan doa-doa juga ayat-ayat suci Al-Qur'an sekuat tekad dan tenaga aku terus lantunkan. "Barangsiap bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia." (QS. An-Naml 27:40).

"Subhanallah wal hamdulillah walailahailallah allahu akbar lahawla wala quwata illabilahi aliyul'adzim."

Suasana pelataran Ka'bah sebelum shalat dimulai. Dokumen pribadi.
Suasana pelataran Ka'bah sebelum shalat dimulai. Dokumen pribadi.

Memuji Illahi Rabbi sambil bertawaf tujuh kali putaran layaknya para malaikat yang terus bertasbih mengelilingi Arsy-Nya. Aku hanyalah setetes embut dalam pusaran lautan cinta Allah Yang Mahalembut lagi Maha Pemurah. Langkah perlahan mengelilingi Ka'bah sesekali di Multazam (titik sejajar Hajar Aswad) kulambaikan tangan istilam dan mengecupkan, bagai benar-benar menciumnya seperti Nabi Muhammad melakukannya.

Sungguh luar biasa getaran gelombang cinta Allah Yang Mahasuci lagi Maha Pencipta dengan diri ini, seorang hamba yang papa yang haus akan limpahan kasihsayang dan ampunan-Mu. Terasa sekali saat melakukan sa'i berjalan dan sedikit berlari kecil antara bukit Shafa dan bukit Marwa. Teringat aku akan kisah Bunda Hajar yang berjuang menggapai kasihsayang Allah Yang Maha Pemberi Karunia agar diberikan air bagi ananda tercinta Ismail bayi. Banjir airmata lagi ... Jilbab putihku basah karena berkali-kali kuusapkan menyeka derasnya derai airmata.

Begitulah Bunda Hajar mengukir sejarah di atas tanah tandus, panas terik, tak berpohon, tak berpenghuni, tak ada air setetes pun, juga tak ada manusia lain selain dia dan anaknya tercinta. Subhanallah ... Semangat perjuangan seorang ibu bagi kehidupan dan kemanusiaan telah terukir dengan tetes keringat dan lantunan doa-doa yang menembus langit hingga ke Singgasana Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Aku sungguh menikmati suasana di kota kelahiran Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam selama menuju waktunya puncak indah haji, yaitu wukuf di Arafah. (bersambung ...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun