Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sunrise di Pantai Kejawanan Cirebon

13 Desember 2020   10:33 Diperbarui: 13 Desember 2020   10:54 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berlayar di lepas pantai Kejawanan Cirebon | dokpri

Adzan Subuh telah berkumandang. Bergegas aku melaksanakan ibadah bersama anak bungsuku dan para sepupunya yang perempuan. Sedangkan suami mengajak dua jagoanku dan para sepupu laki-lakinya ke masjid untuk shalat berjamaah.

Sepagi itu kami bersemangat berburu sunrise ... Matahari terbit di pantai Cirebon. Iya loh! Harus pagi sekali. Agar mendapat momen terbaik.

Kisah jalan-jalan ini kami lakukan saat liburan tahun 2018. Bukan saat wabah pandemi Covid-19. Semoga hadirnya foto-foto di artikel ini bisa menghibur K-ners yang memutuskan untuk tetap stay at home saat liburan Desember. Pemerintah mengumumkan kasus terpapar virus ini terus merayap -memanjat naik. Jadi berlibur ditunda saja dulu.

Yuk! Bagikan cerita jalan-jalan teman-teman di Kompasiana.Com. 

Sunrise di pantai Kejawanan Cirebon | dokpri
Sunrise di pantai Kejawanan Cirebon | dokpri
Pantai Kejawanan termasuk dalam wilayah Kota Cirebon, tepatnya di Kecamatan Lemahwungkuk . Menurut kabar, pantai ini biasa ramai dikunjungi wisatawan pada akhir pekan di senja hari. Nah ... Kami malah ingin suasana pantai yang sepi. Jadi dipilihlah waktu pagi hari dan bukan akhir pekan. Yes! Alhamdulillah ... Pantai sepi.

Kami menyewa kapal motor. Murah meriah satu orang Rp. 20.000. Ternyata matahari terbit di pantai ini indah sekali.

Perahu nelayan berlayar di pantai | dokpri
Perahu nelayan berlayar di pantai | dokpri
Bendera merah putih di kapal nelayan | dokpri
Bendera merah putih di kapal nelayan | dokpri
Matahari terus meninggi. Kami ditawari untuk menambah ongkos kapal jika ingin berputar sampai ke dekat Pelabuhan Tanjung Mas. Waaahhhh ... Tawaran menarik. Kuy lah! Perahu melaju mendekati deretan kapal-kapal besar. Masya Allah ... Dari sisi ini kami bisa melihat gunung tertinggi di Jawa Barat di kejauhan. Gunung Ciremai tampak gagah dan kokoh berlatar langit yang mulai membiru.

Gunung Ciremai di kejauhan tampak gagah dan kokoh. | dokpri
Gunung Ciremai di kejauhan tampak gagah dan kokoh. | dokpri
Kapal-kapal besar di Pelabuha Tanjung Mas Cirebon | dokpri
Kapal-kapal besar di Pelabuha Tanjung Mas Cirebon | dokpri
Kaka dan Mas menemani berlayar | dokpri
Kaka dan Mas menemani berlayar | dokpri
Aku dan suami yang hobinya fotografi | dokpri
Aku dan suami yang hobinya fotografi | dokpri
Setelah selesai dan kembali mendarat kami melanjutkan berkunjung ke Keraton Kasepuhan Cirebon. Mumpung udara cerah dan langit pun tampak biru. Keren buat foto-foto. Waktu mengajak Teteh si bungsu dan sepupunya, mereka jadi foto model. Kali ini mengajak Kaka Ibrahim Rasyid ridho Rusydi dan Mas Muhammad Hafizh Haidar Hanif. 

Kaka berpose dengan meriam di halaman keraton | dokpri
Kaka berpose dengan meriam di halaman keraton | dokpri
Di halaman keraton, Mas berpose di depan patung macan putih dengan alas dari karang laut | dokpri
Di halaman keraton, Mas berpose di depan patung macan putih dengan alas dari karang laut | dokpri
Tunggul tunggal dari karang laut di depan keraton | dokpri
Tunggul tunggal dari karang laut di depan keraton | dokpri
Gapura Lonceng tempat favoritku berpose | dokpri
Gapura Lonceng tempat favoritku berpose | dokpri
Hari menjelang dzuhur. Kami menuju Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada di kawasan keraton. Berhadapan dengan alun-alun keraton di sisi Barat. Keraton di sisi Utara dan pasar (sekarang menjadi foodcourt) di sisi Timur. Pola kawasan khas dari Keraton Kesepuhan ini di adopsi oleh Kerajaan Islam Mataram atau Kesultanan Mataram. 

Gerbang dengan material batu bata merah di Masjid Sang Cipta Rasa dengan hiasan kaligrafi di atasnya | dokpri
Gerbang dengan material batu bata merah di Masjid Sang Cipta Rasa dengan hiasan kaligrafi di atasnya | dokpri
Masjid yang dibangun pada tahun 1480 Masehi. Masa penyebaran agama Islam oleh Wali Songo Sunan Gunung Jati di wilayah pulau Jawa, khususnya wilayah Cirebon hingga Banten. Menurut kisahnya, arsitek masjid ini adalah Sunan Kalijaga. Pembangunan dibantu oleh 500 orang dari Majapahit, Demak dan Cirebon.

Keunikan masjid ini adalah atap susunnya tidak memiliki memolo atau kemuncak. Sebagaimana lazimnya masjid di pulau Jawa. 

Ruang utama masjid digunakan untuk shalat berjamaah. Kayu jati utuh menjadi material utama | dokpri
Ruang utama masjid digunakan untuk shalat berjamaah. Kayu jati utuh menjadi material utama | dokpri
Dinding bangunan menggunakan material utama batu bata merah. Jumlah pintu menuju ruang utama ada sembilan. Melambangkan Wali Songo. Tiang-tiang penyangga atap di ruang utama masjid menggunakan kayu jati utuh yang besar. Namun karena dimakan usia, sekarang ada penambahan tiang penyangga dari besi agar tidak runtuh. 

Ruang utama masih digunakan untuk shalat berjamaah dan dikumandangkannya adzan pitu. Yaitu muazin berjumlah tujuh orang. Satu lagi khasnya masjid ini, ketika shalat jumat khutbahnya selalu menggunakan bahasa Arab.

Di selasar masjid terdapat sekat dari kayu jati dengan ukiran kaligrafi. Jamaah perempuan shalat di sini. | dokpri
Di selasar masjid terdapat sekat dari kayu jati dengan ukiran kaligrafi. Jamaah perempuan shalat di sini. | dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun