Bentang pantai yang luas membuat mataku tak lekang menatap kilau pasir putih di pantai Pulsa. Ombak sesekali menyambar kaki dan akupun terpekik girang.Â
Basah ujung gamis tak menjadi masalah. Riang benar anakku, Teteh Maryam Aliyya Al Kindi berlari menuju bukit karang kecil. Dari info yang aku dapat sih ... Kita bisa melihat panorama cantiknya pantai Pulsa dari atasnya.
Kuy lah Teh! He3 ... Akupun ikut berlari kecil. Sampai di celah karang dengan anak tangga dari bebatuan. 'Bentar Teh! Tunggu ya ... Â Ibu tarik nafas dulu'. Maklum kan umur 50 tahun lawan anak umur 13 tahun yang lincah. Mana tahan ? Ha3 ... Akhirnya sampai juga di puncak bukit.Â
Wooowwww ... Masya Allah. Benar-benar cantik. Lautan luas terbentang. Gradasi putih, biru muda, biru tua tampak jelas. Ombak berkejaran dan pecah di pantai menumbuk karang. Suara deburnya sangat indah terdengar. Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Kuasa menunjukkan kebesaran-Nya di negeri tercinta Indonesia.Â
Wonderful Indonesia. Pantas disandang karena tak kalah dengan objek wisata mancaranegara. Hanya saja ... Pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu membenahi berbagai kekurangannya.Â
Misalnya kelestarian alam, kebersihan, kenyamanan, keramahan, kemudahan akses, transportasi publik, akomodasi, dan tentu tak kalah pentingnya adalah promosi wisata.
Langit biru cerah berhias awan putih menambah indah pemandangan. Pantai ini bernama asli pantai Pulang Sawal atau pantai Pulsa. Tapi ternyata lebih terkenal dengan nama pantai Indrayanti. Ooohhh ... Pantai Indrayanti toh! Ha3 ... Aku baru ngeh setelah searching di Google.
Loh! Kok ada dua nama ? Ternyata nama Indrayanti bukan nama resmi pantai ini. Tapi itu nama sebuah restoran milik pa Indra dan bu Yanti. Restoran ini cukup terkenal, bahkan akhirnya jadi sangat akrab di kalangan wisatawan. Jadilah merujuk pada nama restoran Indrayanti menjadi nama pantai ini. Unik ya ...
Matahari semakin tinggi. Udara cukup panas, namun tetap segar ditemani semilir angin yang menyapu wajah. Hhhmmm ... Haus pastinya karena berkeringat.Â
Teteh meminta istirahat sebentar di sebuah warung untuk membeli kelapa muda gelondongan. Sedap nian rasa air alami membasahi kerongkongan. Alhamdulillah ...Â
Perjalananpun berlanjut ... Aku mengemudikan lagi Mobilio menuju kota Solo. Teteh tetap setia menjadi co-driver. Asyik mengobrol sepanjang jalan yang rimbun pepohonan. Kontur jalan berkelok hingga perbatasan Gunung Kidul.Â
Aku memilih rute jalan yang sepi bermodal Google Map. Melalui perkampungan namun jalan tetap mulus. Itulah kelebihannya Pemerintah DIY. Sampai ke pelosokpun jalannya nyaman untuk dilalui.
Sampailah kami di Musafir Guest House. Rumah Eyang kami ini telah direnovasi dan direvitalisasi. Dari rumah tinggal menjadi penginapan syariah. Letaknya di jalan Dewi Sartika no. 8 Solo. Monggo pinarek bagi kompasiners yang berlibur di kota Solo.
Sssttt ... Liputan rumah eyang kami akan segera menyusul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H