Bandung Tour on Bus berwarna merah cerah serasi benar dengan kostum Teteh Maryam Aliyya Al Kindi pagi itu. Sebelum Covid-19 menjadi wabah pademi di Indonesia, kami sempat berjalan-jalan keliling kota Bandung naik Bandros. Murah meriah loh! Udara Bandung yang sejuk dan cerahnya langit menemani perjalanan kami sekitar 1 jam.Â
Bandung memang kota yang selalu membuat kangen. Kulinernya maknyuuuussss. Tempat wisatanya keren. Banyak bangunan peninggalan masa kolonial yang masih terpelihara. Seperti Gedung Sate tempat berkantornya Gubernur Jawa Barat, hotel Savoy Homan, gedung Bank Indonesia, kawasan jalan Braga, dan jalan Asia Afrika.Â
Bis terbuka ini bertarif Rp. 20.000,- saja untuk berkeliling dengan rute Halte Alun-Alun Bandung sampai  Museum Geologi. Pemandu wisata menjelaskan berbagai lokasi dan bangunan yang kami lewati. Nama-nama unik juga sangat menarik. Seperti nama makanan bandros, cilok, batagor dan colenak. Ha3 ... Teteh tertawa-tawa saat dijelaskan ternyata nama-nama itu adalah singkatan.Â
Setelah puas berkeliling kota, kami turun di Museum Geologi. Museum yang didirikan pada 16 Mei 1928 menjadi destinasi wisata sambil belajar yang mengasyikkan. Gedung berarsitektur kolonial ini indah sekali. Dinding dicat putih bersih. Langit-langit gedung yang tinggi membuat kesan gagah. Bukaan jendela besar menjadikan sirkulasi udara dan pencahayaan alami didapat dengan maksimal.Â
Koleksi unik dan menarik membuat Teteh senang berlama-lama di museum ini. Kami pun berkeliling dari satu ruangan ke ruangan lain dengan nyaman. Ada ruangan yang memajang fosil dinosaurus. Sejarah perkembangan bumi pada masa dinosaurus terlihat di dinding dan sangat informatif. Wah ... Belajar jadi seru nih!
Ruangan lain yang kami datangi berisi koleksi batu-batu mulia. Betapa kaya sumber daya alam Indonesia. Ada juga sejarah perkembangan penduduk di Indonesia sejak jaman purba hingga saat ini. Teteh tertarik dengan koleksi barang-barang temuan dari berbagai tahun. Seperti guci, keramik, gerabah, alat dari besi, juga tengkorak manusia. Oya ... Tiket masuk museum sangat terjangkau. Pelajar dan mahasiswa hanya membayar Rp. 2.000,- saja. Di pojok kiri bangunan ada toko kecil yang menjual cenderamata.
Hari beranjak siang. Kami melanjutkan perjalanan dengan angkutan kota menuju masjid Salman ITB. Kami melaksanakan shalat dzuhur dan lanjut makan siang di kantin Salman. Nah ... Kantin ini legendaris sejak aku kuliah di tahun 1989 menjadi favorit mahasiswa untuk menuntaskan rasa lapat. Masakannya beragam pilihan. Pastinya sesuai dengan kantong mahasiswa.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI