Meriah sekali panggung Kompasianival 2016. Â Para pembicara hebat berbagi inspirasi.
Aku berjalan berkeliling ruangan dan terdampar dengan manis di samping seorang mama dari Papua. Namanya Fransiska. Ia datang bersama sepuluh orang lainnya untuk ikut meramaikan acara keren para kompasianer. Mama duduk bersila sambil menganyam sebuah tas dari kulit kayu. Aku asyik memperhatikan kelincahan tangannya sambil mengajaknya ngobrol santai.
Ngobrol bareng Mama yang ketua posyandu ini seru loh! Ia bercerita bahwa pemuda Timika Papua sudah banyak yang kuliah di Yogyakarta dan Bandung. Ia pun ingin mereka kembali ke kampung halaman untuk membangun tanah Papua. Mama juga merasa senang bisa datang ke Jakarta, ini untuk pertama kalinya. Anyaman tas yang dibuatnya adalah berkah, selain bisa untuk menghidupi keluarga juga bisa menjadi jalan baginya diundang ke berbagai tempat.
Sedang asyik-asyiknya kita berdua ngerumpi. Tetiba Ibu Retno Menteri Luar Negeri duduk juga di depan Mama. Ibu Retno bertanya seputar berbagai kerajinan yang sedang dibuat oleh Mama dan teman-temannya. Antusias sekali Menteri Luar Negeri ini memperhatikan penjelasan yang disampaikan. He3 ... Aku senang bisa berada di dekat Ibu Retno yang bersahaja.Â
Oya ... Aku sempat berkenalan dengan seorang penulis buku Mr. Kal Muller. Ia menulis buku Mengenal Papua. Buku yang ditulis tahun 2008 ini berisi tentang informasi geologi, geografi dan iklim serta keanekaragaman kehidupan di Papua. Â Hal menarik lainnya dari buku ini adalah sisi lain dari Papua yaitu tentang dari Afrika ke New Guinea, migrasi dari Asia (orang) Austronesia menjadi (orang) Melanesia (budaya Lapita).Â
Mr. Muller juga mengulas perbandingan antara pesisir dan dataran tinggi, tahapan awal perdagangan di wilayah pesisir (kontak dengan Dongson, Majapahit, dan Tidore). Buku ini memberikan gambaran bahwa sudah sepatutnya apabila orang Papua bangga pada pencapaian nenek moyang mereka. Tidak semestinya jikalau masih ada orang Papua yang memiliki rasa rendah diri hanya dikarenakan sebagain besar orang Papua, sampai saat ini masih mengalami kehidupan yang tertinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H