Cerita yang tercecer saat silaturahim ke kota Solo 'Spirit of Java'. Aku mengunjungi beberapa keluarga yang tinggal di daerah Kauman Solo. Ternyata sungguh asyik berjalan di lorong perkampungannya yang masih menyimpan nuansa kuno.Â
Bahan bangunan di lorong Kauman masih menggunakan tegel berwarna kuning dengan deretan beberapa pintu dan jendela dengan ventilasi tipis di atasnya. Ada kursi besi yang sengaja di taruh di lorong ini untuk duduk pejalan kaki yang lelah saat menyusuri perkampungan Kauman. Ada juga bangunan yang telah dialih fungsikan menjadi toko Batik. Nuansa batu kali sebagai ornamen dinding luar masih dipertahankan.Â
Mulanya kawasan Kauman diperuntukan bagi keluarga ulama kerajaan. Letaknya berdampingan dengan Masjid Agung Surakarta. Uniknya ... Kauman juga dekat dengan pasar batik yang legendaris. Pasar Klewer menjual batik yang produksinya berasal dari Kauman dan Laweyan.Â
 Naik becak di Solo lebih asyik loh! Bisa masuk ke perkampungan, juga tidak menimbulkan polusi.Â
Â
Kauman tidak lepas dari sejarah perkembangan Keraton Surakarta. Keraton dibangun pada tahun 1744 oleh Susuhan Pakubuwana II. Tampak depan keraton bagian dalam bernuansa warna biru. Bila kita masuk ke halaman dalam akan ada ruangan yang dijadikan museum. Menara bernama Panggung Sanggabuawana berdiri kokoh di sudut kiri halaman.Â
Aku sempatkan blusukan di kauman dan area sekitar Keraton Solo. Menjelang shalat maghrib mampir ke Masjid Agung Solo yang juga sangat menarik.
Masjid Agung Keraton Surakarta dibangun oleh Sunan Pakububowo III pada tahun 1763. Dibangun selama 5 tahun. Kemudian difungsikan sebagai pusat ibadah kaum muslimin dan syiar dakwah Islam di tataran kerajaan. Masjid yang menempati area seluas 19.180 m2 memiliki imam masjid atau penghulu yang diberi gelar Kanjeng Raden Penghulu Tafsir Anom.