Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia memiliki potensi besar untuk bergerak maju mengembangkan pemikiran dan produksi ilmu pengetahuan Islam serta gerakan kultural yang mampu merespon problem-problem kekinian seperti problem kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap kelompok minoritas, lingkungan hidup, perampasan sumber daya alam, ketimpangan kaya-miskin dan problem lain yang bukan hanya isu lokal semata, tetapi juga isu global. Potensi tersebut nampak pada banyaknya sejumlah sarjana dan intelektual yang tidak hanya memiliki kemampuan membaca problem saat ini, tetapi juga memiliki  pengetahuan agama yang kokoh dan mengeksplorasinya dari tradisi pengetahuan klasik Islam hingga yang kontemporer. Tradisi klasik pengetahuan Islam perlu disebut tersendiri,  karena pemahaman itulah yang diyakini oleh sebagian besar Muslim di Indonesia. Melalui bahasa tersebut, perubahan cara pandang masyarakat bisa dilakukan dengan membenturkannya pada problem-problem masyarakat kontemporer saat ini. Tetapi potensi yang dipaparkan di atas, tidak akan berkembang, jika tidak ditopang melalui kerja sama secara sinergis dengan kekuatan struktural yang ada. Dengan kata lain, kerja-kerja kultural akan timpang jika tidak bekerja sama dengan kekuatan struktural. Kerja-kerja kultural ini akan mengalami percepatannya jika didukung oleh kekuatan struktur yang memiliki visi yang sama untuk meningkatnya keberdayaan masyarakat, kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan. Pemikiran di atas diungkapkan oleh Rosiden, Direktur Fahmina Institute sebagai semangat yang melandasi Workshop Nasional bertema 'Peta Gerakan Islam Kultural Indonesia. Acara berlangsung pada tanggal 25-26 Oktober 2014 di Jakarta. Peserta workshop yang hadir diantaranya adalah Neng Dara Affifah yang mewakili aktivisi pesantren dari Banten. Pernyataan menarik diungkapkan oleh Neng Dara sebagai berikut : 'Di tengah pengumuman kabinet Jokowi-JK, kami baru menyelesaikan pertemuan sesama aktifis dan intelektual dalam melakukan gerakan kultural dlm komunitas Muslim. Berefleksi, berdebat, adu argumen, saling menguatkan, saling meledek adalah cara kami bertemu. Pada akhirnya, kami merumuskan sebuah manifesto arah gerakan Islam kultural untuk 14 tahun dari 30 tahun yang direncanakan. 16 tahun telah dilewati seiring dengan era reformasi, 14 tahun ke depan kami menyiapkannya saat sekarang. Gerakan kultural adalah kerja tekun, kadang2 soliter, karena perubahannya kadang butuh 30 tahun, tapi ia berakar kokoh dan menghujam di hati manusia dg nurani perubahannya. Saya masih di jalan ini dengan sahabat yang memiliki visi juang yang seiring.' Husein Muhammad pendiri Fahmina Institute mengungkapkan bahwa pertemuan ini adalah satu upaya sebagaimana perumpamaan : 'Mmenanam pohon yang akarnya menghunjam ke dasar bumi dan cabangnya menjulang ke langit. Yang menumbuhkan bunga-bunga warna warni yangg wangi dan buah-buah yang sedap lagi lezat.' Hadir pula Kamala Chandrakirana, mantan Ketua Komnas Perempuan sebagai fasilitator kegiatan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H