Sekali lagi saya mendapatkan pencerahan dari sebuah buku. Kali ini sebuah buku berjudul “ Nonviolent Communication a Language of Life” yang ditulis dengan sepenuh hati oleh Marshall B. Rosenberg, Ph.D.
Awalnya saya pesimis dengan terminologi Nonviolent Communication atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Komunikasi Nirkekerasan ini dapat terjadi di dunia saya yang entah mengapa terlalu sering menemukan keindividualistisan, egoistis, dan kompetisi yang tidak sehat. Awalnya saya berpikir bahwa tidak akan mungkin ada orang yang memiliki perangai malaikat yang akan senantiasa menjaga ucapannya dalam berkomunikasi.
Setelah saya membaca buku ini, apa yang terjadi terhadap pandangan saya sebelumnya? Ternyata masih sama, saya masih pesimis dengan orang lain. Tetapi ada tambahan nilai yang saya dapatkan, bahwa hanya saya-lah, hanya kita-lah yang bertanggung jawab atas perasaan kita masing-masing, bukan orang lain. Dan hal inilah yang memunculkan sedikit optimisme dalam diri saya bahwa Komunikasi Nirkekerasan adalah suatu keniscayaan dalam bahasa kehidupan.
Kali ini saya ingin berbagi beberapa poin-poin yang menurut saya berguna dari Bab buku tersebut yang berjudul sama dengan artikel saya ini, Bertanggung Jawab Atas Perasaan Kita. Dalam bab ini dibahas mengenai betapa seringnya kita, dalam kehidupan sehari-hari menerima pesan-pesan negatif ketika berkomunikasi namun seringkali juga salah dalam meresponnya. Ada satu quotes yang mungkin tidak pernah disadari, yaitu:
“Yang dilakukan oleh orang lain mungkin menjadi stimulus perasaan kita, tetapi bukan penyebabnya.”
Bab ini memaparkan empat opsi yang secara sadar atau tidak sadar seringkali kita lakukan ketika kita menghadapi situasi dimana seseorang memberikan kepada kita pesan negatif, entah secara verbal maupun nonverbal.
- Menerimanya secara personal dengan mendengarkan tuduhan atas kesalahan dan kritik. Kita menerima penghakiman orang lain dan menyalahkan diri kita sendiri. Opsi ini akan dibayar mahal dengan harga diri kita, karena hal ini akan mencondongkan kita ke arah perasaan bersalah, malu, dan depresi.
- Menyalahkan orang lain. Kita memprotes isi pesan yang disampaikan, dan pada akhirnya adalah yang mungkin timbul adalah rasa amarah.
- Merasakan perasaan dan kebutuhan kita sendiri. Opsi ini sudah pada tahap bahwa ketika menerima pesan ini kita sadar pada perasaan dan kebutuhan kita sendiri. Kita mungkin tersinggung dengan pesan negatif yang disampaikan namun hal ini sesungguhnya muncul karena kita membutuhkan pengakuan bukan penghakiman.
- Merasakan perasaan dan kebutuhan orang lain. Dengan memilih opsi ini, kita menerima tanggung jawab atas perasaan kita, ketimbang menyalahkan orang lain, dengan mengakui kebutuhan, keinginan, pengharapan, nilai, dan pikiran kita.
Opsi yang akan kita pilih adalah pilihan pribadi, namun dampaknya tidak lagi pribadi melainkan sosial. Kita bisa memilih opsi kita tetapi tidak bisa memilih opsi yang akan dilakukan oleh orang lain. Jadi, hanya kita lah yang bertanggungjawab atas perasaan kita.
Namun, alam semesta ini masih berjalan dengan hukumNya yang jauh lebih luas dari apa yang pernah kita pikirkan. Siapa yang menebar benih kebaikan akan menuai kebaikannya suatu hari nanti. Marilah memberi dari hati.
Referensi:
Rosenberg, Marshall B. 2010. Nonviolent Communication A Language of Life (Komunikasi Nirkekerasan Bahasa Kehidupan). PT Elex Media Komputindo: Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H