" nggak ah fah, aku kan puasa" tolak ku padahal aku sangat haus
"beneran nggak mau nih ?" bujuk Latifah
"Iya" jawab ku
" kamu kan haus yu, minum aja ntar lanjutin puasanya kan nggak apa-apa. Kalau terpaksa dan nggak dilihat orang itu di bolehin minum. Dianjurin malahan" rayu Latifah dengan wajah sok tau
" beneran fah ? boleh lanjut puasa" kataku antusias
" nih minum" jawab nya sembari memberiku air dingin
Akhirnya aku minum, dan melanjutkan puasa serta pulang ke rumah dengan wajah tanpa dosa.
Aku teringat juga tentang sholat tarawih. Aku akan berusaha datang awal ke masjid demi merebutkan tempat yang ku anggap paling strategis saat itu. Shaf paling belakang. Kami akan berusaha tidak ribut demi mendapatkan tanda tangan dari imam sholat untuk dilaporkan ke guru agama di sekolah. Tapi diantara teman-teman, aku adalah orang yang paling mudah mendapat tanda tangan. Alasan pertama karna aku dianggap anak yang bersikap manis. Kedua pak imam sangat menghargai perjuanganku ikut tadarus setelah sholat tarawih.
Tentang tadarus sebenarnya aku hanya ikut ibu. Meski hanya membaca lima baris ayat al-qur'an. Tapi aku yang paling muda saat itu, bahkan guru ngajiku salut akan keberanian ku mengaji menggunakan mikrofon. Sebagai imbalan nya aku mendapatkan banyak hadiah.
Dan lebaran adalah yang paling kunanti. Lebaran merupakan hari panen bagiku. Jika aku dianggap jadi anak baik selama sebulan penuh ramadhan, maka hadiah berdatangan kepadaku. Dari nenek, ayah, ibu, paman, bibi, juga guru ngaji dan pak imam. Bahagiaku cukup sederhana saat itu.
Suara azan isya' menayadarkan lamunan ku. Senyum terukir dari bibirku. Hujan tlah berhenti menyiram bumi. Menyisakan beberapa rintikan. Banyak sekali genangan dibawah sana, tepat saat ku sudahi kenangan dari atas sini. Saatnya ke masjid. Ah, ternyata Ramadhan tiba.