Mohon tunggu...
Dewi Indrianti
Dewi Indrianti Mohon Tunggu... Guru - Dosen, Guru, Penulis, Public Speaker, MC

Seorang praktisi pendidikan yang suka menuangkan gagasan dan perasaan lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hari Ulang Tahunku

25 Oktober 2024   21:38 Diperbarui: 25 Oktober 2024   22:07 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berdiri di depan cermin sambil memperhatikan wajahku yang makin berbinar dan perutku yang sudah membesar. Lima tahun lamanya aku dan Mas Farhan menantikan kehadiran buah hati. Maka tak heran, kami sangat senang saat alat tes kehamilan menyatakan aku positif hamil. Kebahagiaanku makin membuncah karena sebentar lagi usiaku bertambah.

            “Sayang, lagi apa?” tanya Mas Farhan seraya memelukku dari belakang.

            “Nggak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang mensyukuri nikmatNya.”

            “Oh iya, sebentar lagi ada yang ulang tahun, nih! Kamu mau kado apa?” tanya Mas Farhan sambil membalik tubuhku hingga kami berhadap-hadapan dan hampir tak berjarak.

            “Aku cuma mau kamu,” jawabku sambil tersenyum. “Terima kasih ya sudah menjadi suami yang baik untukku. I love you!” lanjutku lagi. Kali ini aku menenggelamkan tubuhku di pelukannya. Pelukan penuh cinta yang selama lima tahun ini menghangatkan malam-malamku. Aku jadi teringat bagaimana dulu Mas Farhan mati-matian memperjuangkanku di depan keluarganya. Waktu itu, aku dianggap tak layak bersanding dengan Mas Farhan hanya karena aku anak yatim piatu yang ditaruh begitu saja di depan panti. Aku besar di panti asuhan yang kemudian mempertemukanku dengan Mas Farhan yang saat itu mewakili orang tuanya memberikan donasi.

“Farhan, bagaimana mungkin kamu bisa jatuh cinta dengan seorang gadis yang asal usulnya tak jelas seperti itu? Lagipula, kedudukan dia dan kita itu berbeda! Pokoknya Mami nggak sudi kalau kamu ada hubungan khusus dengan perempuan panti itu!” bentak Ibunda Mas Farhan saat aku dibawa ke rumahnya. Kata-kata menyakitkan tersebut tiba-tiba terngiang di telinga. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk meyakinkan orang tua Mas Farhan merestui pernikahan kami.

Setelah sekian tahun berlalu aku berhasil lulus kuliah dengan nilai terbaik. Kemudian, aku mendapat pekerjaan bonafid di salah satu perusahaan multinasional. Mungkin, karena itulah akhirnya hati kedua orang tua Mas Farhan luluh dan merestui pernikahan kami.

 Namun, perjuangan cinta masih belum usai sebab hingga tahun kedua pernikahan, kami tak kunjung mendapat momongan. Berbagai cibiran, sindiran, dan pertanyaan menyakitkan sering dilayangkan. Tentu saja, aku yang menjadi kambing hitam.

Syukurlah kini, semua itu tinggal kenangan yang makin menguatkan cintaku dan Mas Farhan.

            “Lho, kok kamu malah menangis?” tanya Mas Farhan sambil menghapus air mataku. Kata-katanya membuyarkan lamunanku tentang masa lalu.

            “Ini tangisan bahagia,” jawabku seraya tersenyum dan memeluknya erat. Aku tak sabar ingin segera menyempurnakan kebahagiaan ini dengan kehadiran anak pertama kami yang akan segera lahir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun