Sayangnya, kebijakan ini menjadi pisau bermata dua, satu sisi menjadi tameng dalam membatasi pergerakan masyarakat di muka umum, namun satu sisi mematikan secara perlahan roda perekonomian masyarakat, khususnya pada perusahaan maupun industri yang bergerak pada bidang fashion.Â
Banyak perusahaan maupun industri yang akhirnya terpaksa melakukan PHK secara sepihak atau gulung tikar disebabkan oleh ketidakmampuan perusahaan maupun industri dalam menopang pembiayaan khususnya anggaran operasional dan produksi usahanya.Â
Hal ini terjadi disebabkan oleh tidak dapat terpenuhi sumber pendanaan yang dapat dipakai baik dari penjualan produk maupun penggunaan jasa yang tidak mencapai target akibat daya beli masyarakat yang ikut menurun sebagai dampak terbatasnya ruang gerak masyarakat di muka umum dan masyarakat memilih untuk menghemat serta meminimalisir pengeluarannya.Â
Hal ini menibulkan efek beruntun layaknya domino, Â masyarakat banyak yang terpaksa dirumahkan yang berarti memotong sumber pendapatan masyarakat dalam mempertahankan hidupnya.Â
Apalagi bagi masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja buruh atau pekerja serabutan yang berada pada garis kemiskinan, hal ini akan berpotensi menyulitkan mereka dalam mencari uang disebabkan oleh sebagian besar perusahan atau masyarakat yang memilih untuk menghemat pengeluaran anggaranya yang berujung pada ketidakpastian sumber pendapatan yang dapat mereka gunakan dalam mempertahankan kehidupannya dan mendorong adanya kelaparan dimana-mana sehingga mendorong peningkatan pada tingkat stunting khususnya pada balita dan anak-anak.Â
Akibat terbesar dari fenomena tersebut adalah meningkat tajamnya tingkat pengangguran dan kemiskinan baik kemiskinan structural maupun kultural. Perlu adanya kebijakan ataupun tindakan nyata dalam mengakomodir dan mengelola sumber daya manusia yang dalam mengatasi kedua fenomena ini yaitu pemberdayaan masyarakat.
Solusi yang diusulkan
Pemberdayaan masyarakat diperlukan khususnya bagi masyarakat yang terdampak akibat PHK massal dengan tujuan akhir adalah mendorong masyarakat untuk aktif dalam menaikan taraf kehidupannya baik dari segi social maupun ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia disekitarnya dan bergotong royong dalam mengelola, memasarkan, dan mendistribusikannya sehingga mendapatkan sumber pemasukan baru dalam menopang kehidupannya.Â
Sebelum mengeluarkan kebijakan maupun mengadakan program atau kegiatan pembedayaan masyarakat, pihak penyelenggara ataupun pemerintah perlu merancang perencanaan sosial, langkah awal yang perlu dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor penyebab munculnya isu masalah sosial, kebutuhan teknologi yang tepat, dan potensi yang dapat di gali baik dari sisi geografis maupun demografis.Â
Bila kita berfokus pada suatu wilayah yang mengalami masalah sosial akibat adanya PHK massal dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, maka kita dapat maju ke step selanjutnya yaitu mengelompokan tingkat umur, tingkat kecakapan dalam beradaptasi dan kemahiran pada teknologi, ataupun menggolongkan keahlian yang mayoritas dikuasai oleh masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaan.Â
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan ketercapaian tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya dan memberikan pelatihan maupun pembelajaran yang sesuai potensi atau keahlian masyarakat.Â